dok.detik.com
JAKARTA -- Polisi membongkar praktik financial technology (fintech) atau pinjaman online 'Vega Data' di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Dalam kasus ini, polisi menangkap seorang WN China selaku bos hingga debt collector.

"Ini ilegal, karena tidak terdaftar di OJK yang merupakan lembaga pengawas terhadap kegiatan seperti ini," jelas Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto kepada wartawan di kantor Vega Data di Mal Pluit Village, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (23/12/2019).

Tidak hanya berpraktik secara ilegal, manajemen Vega Data juga melakukan pengancaman hingga pencemaran nama baik melalui ITE dalam upaya penagihan kepada konsumennya.

Baca Juga: Penuh Ancaman dan Caci Maki ..

"Dalam perjalanannya mereka juga melakukan tindak pidana lain, yakni mereka melakukan pengancaman, penyebaran fitnah melalui sarana elektronik dan melakukan tindak pidana perlindungan konsumen," kata Budhi.

Dalam kasus ini, polisi telah menangkap 3 orang tersangka yakni seorang WN China bernama Mr Lie selaku direksi dan 2 WNI berinisial DS sebagai debt collector dan AR sebagai supervisor. Ketiganya ditangkap di ruko kawasan Pluit Village, Jakarta Utara pada Jumat (20/12) siang.

Dalam praktiknya, para pelaku mengirimkan SMS blast ke sejumlah nomor handphone secara acak. Mereka menawarkan jasa pinjaman secara online tanpa agunan.

"Nanti kalau penerima SMS tertarik, silakan meng-klik tautan yang ada di situ. Begitu di-klik maka akan masuk ke aplikasi mereka, di mana di aplikasi mereka akan meminta data pribadi, nomor KTP, NPWP dan sterusnya," katanya. 

Pengelola juga menerapkan syarat dan ketentuan yang dinilai merugikan konsumen atau debitur.

"Di situ nanti ada term of condition atau perjanjian kerjasama, yang mana perjanjian kerja sama ini kalau kita lihat sangat merugikan daripada konsumen," tuturnya.

Salah satunya yakni ketentuan di mana pihak fintech dapat mengakses data pribadi berupa kontak nomor telepon di dalam phone book konsumen. 

"Di mana dalam perjanjian itu konsumen membolehkan pihak mereka untuk mengambil data pribadi milik konsumen yang ada di HP-nya, seperti nomor kontak yang ada di handphone kita, kemudian data-data tertentu yang ada di data kita itu boleh diakses oleh mereka," bebernya.

Selain itu, dalam upaya penagihan, debt collector juga mengancam konsumen hingga mengirimkan 'teror' ke kontak-kontak konsumen dengan menyebarkan fitnah.

"Pada saat tidak melakukan pembayaran atau tidak melakukan pembayaran maka mereka akan mengancam, menghubungi orang orang yang ada di kontak data tersebut. Teman-teman kita dihubungi disampaikan bahwa, 'korban penipu' dan sebagainya, yang intinya adalah melakukan fitnah kepada orang lain," tuturnya.

Saat ini polisi telah menahan ketiga tersangka. Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis mulai dari UU ITE, KUHP hingga UU Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman masing-masing lima tahun penjara.

Sumber: detik.com
 
Top