JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan dua tersangka yang terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pembiayaan PT Bank Syariah Mandiri di kantor cabang Sidoarjo pada Senin (7/6/2021).

Tersangka yang dilakukan penahanan ialah Kepala Cabang Bank Mandiri Sidoarjo periode 2007-2013 berinisial PZR dan mantan pelaksana marketing support alias sales asisten Bank Syariah Mandiri berinisial FAR.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan penahanan para tersangka dilakukan usai diperiksa oleh penyidik hari ini.

"Penahanan rumah tahanan negara (Rutan) untuk waktu selama 20 hari terhitung sejak 7 Juni 2021 sampai dengan 26 Juni 2021 dan ditempatkan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung," kata Leonard kepada awak media, Senin (7/6/2021).

Ia menjelaskan, dalam perkara ini setidaknya ada satu tersangka lain yang sudah ditetapkan penyidik, yakni Direktur PT Hasta Mulya Putra berinisial ERO. Namun, tersangka tak memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik hari ini tanpa alasan jelas.

Dalam perkara ini, kasus bermula sekitar 2013 di mana PT Hasta Mulya Putra melalui Direkturnya mendapat fasilitas pembiayaan dari Mandiri cabang Sidoarjo sebesar Rp14,25 miliar.

Pembiayaan itu, kata Leonard, akan digunakan untuk pengerjaan proyek pembangunan ruko dan perumahan di wilayah Madiun, Jawa Timur. Fasilitas tersebut diduga diberikan tanpa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Para tersangka (membayar) menggunakan sembilan bilyet deposito senilai Rp15 miliar, milik Lim Chin Hon, warga negara Malaysia, sebagai jaminan atau agunan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari Lim Chin Hon," ucap Leonard.

Menurut penyidik, transaksi itu dapat terjadi lantaran ada campur tangan seorang warga negara Singapura bernama James Kwek. Kemudian, kedua tersangka menjanjikan Lim bunga yang besar.

Atas permintaan warga negara asing itu, deposito tidak diikat gadai oleh PT Bank Syariah Mandiri. Mereka pun mengantisipasi pencarian deposito dengan meminta tersangka ERO menyerahkan 20 sertifikat SHGB atas nama perusahaan PT Hasta MUlya Putra.

Hanya saja, dana yang telah dikucurkan sebesar Rp14,25 miliar itu tak digunakan sebagaimana tujuan diajukan. Menurutnya pun, PT Hasta Mulya Putra tidak pernah membuat pembukuan yang jujur dan benar.

Selain itu, perusahaan itu juga hanya membangun satu unit rumah contoh dengan nilai Rp1 miliar di Perumahan Bumi Citra Legacy 2. Sementara pembangunan ruko belum terlaksana.

"Akibat dari perbuatan tersebut, negara dirugikan sekitar Rp14,2 miliar," tandas Leonard.

(bin/oel)



 
Top