PADANG -- Pahitnya rasa 'pil' yang harus ditelan setidaknya mulai dirasa berkurang oleh Amasrul pasca keluarnya pernyataan bernada membela dari Mahyeldi Ansharullah -- mantan Wali Kota Padang yang sekarang menjabat Gubernur Sumatera Barat -- terkait tindakan penonaktifan dirinya selaku Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) oleh Wali Kota Padang saat ini, Hendri Septa, pada Selasa (3/8/2021) lalu.

Kepada sejumlah awak media yang mewawancarainya di Padang, Senin (9/8/2021), Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah menyatakan mendukung tindakan Amasrul untuk tetap tetap bekerja sesuai prosedur. 

Menurut Mahyeldi, tindakan Amasrul selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah benar. Bahwa semua tindakan atau kebijakan yang diambil harus berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. 

“Apa yang dilakukan Sekda Padang saya kira adalah sesuatu yang harus kita puji. Karena dia mengingatkan dan itu yang saya alami saat menjadi Wali Kota Padang,” ungkap Mahyeldi.

Sebagaimana diketahui, baru-baru ini Amasrul telah dinonaktifkan oleh Wali Kota Padang, Hendri Septa dari jabatan Sekdako dengan tuduhan melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010. Padahal tuduhan itu menurut Amasrul tidaklah benar. Ia tidak mau menandatangani Surat Mutasi Pejabat Pemko Padang. Sesuai pengalamannya selaku salah seorang pamong senior di lingkungan Pemko Padang, hal tersebut melanggar aturan yang berlaku. Bahkan ia juga telah memberikan arahan kepada Wali Kota Padang terkait hal tersebut, namun sayangnya tidak diindahkan. 

Kemudian Mahyeldi juga menceritakan pengalamannya ketika ditemui beberapa pensiunan aparatur sipil negara (ASN) yang mengadu sekaligus minta bantuan, bahkan sampai menangis, karena harus membayar hutang ke negara hingga ratusan juta rupiah karena kesalahan prosedur yang dilakukan saat masih aktif sebagai ASN. 

"Walaupun pejabat berwenang menyetujui pemutasiannya, uang pensiunan si mantan pejabat tadi akhirnya dipotong untuk membayar sesuatu yang dianggap merugikan negara," ulas Mahyeldi.

Untuk ia menekankan, ketika terjadi pelanggaran aturan, itu punya konsekuensi. Apalagi kalau ada indikasi dijadikan sebagai konsiderans tapi tidak dilakukan, ini bisa berdampak hukum.

Mantan Wali Kota Padang dua periode itu lebih lanjut, menambahkan, dulu waktu dirinya jadi wali kota, jika ada sesuatu yang salah, tapi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tidak mengingatkan, maka akan ada sanksi bagi yang bersangkutan. Sebab memang itu fungsi birokrasi. 

Selalu Minta Teliti dan Saran

“Apalagi saya sebagai orang politik tidak tahu banyak aturan, itu makanya kalau ada surat saya selalu meminta teliti dan saran, itu yang saya lakukan. Nanti akan ada pertimbangan aturan segala macam." 

Sampai saat ini, ungkap Mahyeldi, selaku Gubernur Sumbar ia juga menerapkan hal yang sama dengan OPD Pemerintah Provinsi (Pemprov) supaya mempedomani aturan yang ada. Sebab semuanya punya konsekuensi hukum. 

"Tidak bisa, karena jabatan, lalu memutuskan begitu saja. Sebab sebagai gubernur, bupati maupun wali kota juga ada aturan yang mengaturnya," ujarnya. 

Mahyeldi menegaskan, tugas dirinya selaku gubernur juga memastikan wali kota maupun bupati mengikuti aturan yang ada. Ketika tidak diikuti, dirinya akan memberikan teguran, meluruskan dan bila perlu melakukan pembinaan. Sebab memang begitu tugas gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat di daerah. 

Terkait permasalahan penonaktifan Amasrul dari jabatan Sekdako Padang yang diduga tidak prosedural, Pemprov Sumbar telah menyurati Pemko Padang agar tetap menjalankan aturan sesuai prosedur dan perundang-undangan yang berlaku. 

Tunggu Keputusan Kemendagri

Sementara itu, Nasib Amasrul sebagai Sekdako Padang, tambah Mahyeldi, nantinya akan menunggu keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang saat ini sedang diproses.

Sebelumnya, seusai menjalani pemeriksaan Tim Ad Hoc yang diketuai Walikota Hendri Septa di Balaikota Padang pada Selasa (3/8/2021) lalu, kepada awak media Amasrul mengungkapkan bahwa dirinya telah dinonaktifkan sementara dari jabatan Sekdako Padang.

“Ya. Saya dinonaktifkan pada hari ini, jam 10.00 WIB tadi. Untuk kepentingan pemeriksaan maka saya dinonaktifkan sementara,” ungkap Amasrul kala itu.

Ia menjelaskan, tim Ad Hoc memeriksa dirinya atas dugaan melanggar PP No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sementara pada sisi lain Amasrul membantah dirinya melanggar PP  tersebut.

Menurutnya lagi, dugaan melanggar PP No. 53 Tahun 2010 tersebut lantaran ia tidak mau menandatangani surat administrasi mutasi pejabat di lingkungan Pemko Padang yang dinilai di luar kewajaran.

“Saya pernah menyarankan walikota untuk menjalankan prosedur sesuai dengan aturan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Namun, tidak ditanggapi,” tegasnya.

Informasi yang dihimpun media ini, menyebutkan, pemeriksaan Sekdako Amasrul berjalan selama dua jam, dimulai pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB. 

Hendri Septa Beri Penjelasan

Sementara itu, Wako Hendri Septa menjawab konfirmasi awak media menyatakan bahwa selalu pembina ASN di lingkungan Pemko Padang ia berkewajiban untuk memanggil semua ASN guna dimintai keterangan. Apalagi ada dugaan pelanggaran PP PP No 53 Tahun 2010.

"Untuk itu, saya berkewajiban untuk memanggil semua ASN-ASN itu, karena ada dugaan seperti itu," tegasnya.

Hendri Septa mengaku heran juga, kenapa persoalan mutasi ASN di Kota Padang sampai ke KPK.

"Tidak ada apa-apa. Tidak ada masalah. Saya tidak mengerti juga, kenapa sampai ke KPK. Sudah kemana-mana perginya," ujarnya.

Sementara itu, terkait calon pengisi jabatan Plh Sekdako Padang, Wako Hendri Septa belum mengungkap siapa orangnya.

"Kita tunggulah. Rapat tadi dalam rangka menggali semua informasi, karena diduga ada pelanggaran, Kita panggil semua ASN itu. Saya pimpinannya. Timnya sudah memenuhi syarat," katanya.

#ede





 
Top