BEBERAPA waktu lalu saya menyampaikan kekecewaan karena kematian hanya dianggap sebagai angka angka, sehingga kematian melesat naik, gerakan penanganan Covid -19 terlihat masih tetap seperti itu saja. Tidak ada gerakan istimewa untuk menurunkan angka kematian.

Sekarang terbukti apa yang saya khawatirkan itu. Kedepannya kematian bukan hanya sekadar angka lagi, tetapi jauh lebih buruk, tidak dihitung. Ya, anda jangan salah baca  tidak dihitung. Artinya memang selama ini yang mengurus angka angka itu, menganggap bahwa angka kematian itu tidak penting dan dikeluarkan dari indikator penanganan Covid-19.

Salah satu alasan mengeluarkan angka kematian adalah terjadinya distorsi data, akibat salah memasukkan angka kematian. Tetapi bukankah dengan mengeluarkan angka kematian terjadi distorsi data yang lebih jelek?, bahkan justru bukan distorsi, tetapi cenderung manipulatif. Bukankah kalau salah memasukkan data, tindak lanjutnya adalah memperbaiki data?, bukan justru menghapus data. Tidak masuk  akal dan logika kita semua, jika data yang masuk salah, maka data tersebut dihapus saja. 

Jika ada penyakit yang tidak mengakibatkan kesakitan, kecacatan dan  kematian, maka penyakit itu justru menjadi tidak penting. Demikian juga jika dengan Covid-19, jika tidak ada kematian, maka justru apa yang kita lakukan selama ini menjadi terlihat sangat berlebihan. Tidak perlu lagi 5M  dan 3T dan tidak perlu Rumah Sakit untuk merawat pasien Covid-19.

Menghilangkan angka kematian juga menjadi pembenaran bagi beberapa pimpinan daerah yang terindikasi selama ini tidak melaporkan angka kematian yang sebenarnya karena takut kinerja mereka dalam mengatasi Covid-19 terlihat buruk. Hal-hal seperti ini sudah lama dilangsir sebelumnya, termasuk kurang melakukan tracing, kurang melaporkan kesakitan dan kurang melaporkan kematian, karena takut dianggap gagal.


Sisi hulu dalam penanganan Covid-19 adalah sisi promosi dan pencegahan. Ini dilakukan dengan 5M dan 3 T. Indikasi sisi hulu ini berhasil adalah turunnya angka kasus baru.  

Sisi hilir dalam penanganan Covid-19 adalah kemampuan fasilitas kesehatan dalam menangani Covid-19. Jika kematian terjadi banyak di rumah, maka artinya kurang jumlah fasilitas tempat tidur sehingga pasien tidak mendapat perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. Jika kematian banyak terjadi di rumah sakit, artinya ketersediaan alat, obat obatan dan fasilitas yang diperlukan untuk menangani Covid-19 ini kurang.  Makanya kematian merupakan indikator kita untuk melihat kemampuan fasilitas kesehatan kita.

Satu sisi lagi yang sebetulnya enggan kita sampaikan selama ini. Sisi hulunya hulu. Sisi ini adalah mencerminkan regulasi, kebijakan dan strategi dalam menangani Covid-19. Ini termasuk sisi manajemen dalam menangani Covid-19. 

Pemilihan orang orang yang tepat dalam membuat regulasi, kebijakan dan strategi dalam menangani Covid terlihat kurang tepat. Sangat tidak enak kita menyebut hal ini, katakanlah orang orang yang penting dalam menangani Covid-19 ini adalah Menteri, Sekjen Kementerian, Koordinator Tim Pakar Penanganan Covid-19  sebaiknya adalah manajer yang mempunyai latar belakang tenaga medis manusia sehingga mempunyai " sense" dalam menangani pandemi ini..

Menurut saya, penghapusan angka kematian sebagai indikator ini tentu saja ditentang oleh para ahli yang mempunyai latar belakang tenaga medis dalam rapat rapat mereka. Tetapi mereka kalah suara, kenapa mereka kalah suara?, karena posisi posisi strategis dalam membuat regulasi, kebijakan dan strategi dalam  menangani Covid-19 ini bukan lagi diisi oleh tenaga medis. Ini merupakan cermin kegagalan sisi hulunya hulu.

Di kampung saya ada pepatah, "kalau kupiah sampik jaaan kapalo yang dikatam". Kalau peci kita sempit, supaya muat di kepala, jangan kepala kita yang diketam untuk mengecilkan kepala kita agar pecinya muat. Saat sekarang persis ini yang terjadi. Peci sempit, bukan pecinya yang diperbaiki, kepala justru dikecilkan sampai berdarah darah agar pecinya muat.

Mudah mudahan pemerintah meninjau hal ini lagi. Jangan menimbulkan kebahagiaan semu seolah olah penyakit ini tidak berbahaya. Padahal penyakit ini telah merenggut nyawa banyak orang orang terdekat kita.


Jakarta, 11 Agustus 2021

Patrianef Darwis

- Dokter dan Dosen

- Pengamat Sosial dan Kesehatan





 
Top