JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menolak permintaan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi Ansharullah untuk menanggung pembayaran gaji aparatur sipil negara (ASN) daerah. Gubernur Mahyeldi melontarkan permintaan itu lantaran anggaran transfer ke daerah (TKD) 2026 mengalami penurunan, sedangkan belanja pegawai menjadi kewajiban yang ditanggung pemerintah daerah (pemda).
Purbaya beralasan, saat ini dirinya selaku Bendahara Negara masih harus menjaga defisit APBN tetap di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) sesuai ketentuan.
"Jadi kalau diminta sekarang, ya pasti saya enggak bisa. Kecuali saya tembus rasio defisit ke PDB di atas 3 persen," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Purbaya menjelaskan, disiplin fiskal diperlukan mengingat saat ini perekonomian cenderung melambat sehingga dibutuhkan anggaran dari APBN untuk menstimulus perekonomian.
"Saya jaga semuanya dulu. Saya optimalkan belanja, saya optimalkan pendapatan. Saya hilangkan gangguan di bisnis," ucapnya.
Kendati demikian, Purbaya memahami keinginan pemda agar beban mereka dikurangi dengan bantuan dari pemerintah pusat. Oleh karenanya, dia berjanji akan mengevaluasi kembali postur alokasi anggaran TKD 2026 apabila perekonomian membaik, pendapatan negara bertambah, dan pemda memperbaiki kualitas belanja mereka.
"Pada dasarnya tergantung mereka (pemda) sendiri mau seperti apa ke depan. Kalau mereka bagus, mereka bisa meyakinkan pimpinan kan? Saya juga punya senjata tambahan untuk menjelaskan bahwa harusnya seperti ini lagi (TKD naik)," tukasnya.
Sebagai informasi, Menkeu Purbaya pada Selasa siang telah menemui perwakilan dari Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di kantornya. Setelah pertemuan tersebut, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah meminta pemerintah pusat untuk menanggung pembayaran gaji ASN daerah. Usulan ini untuk mengurangi beban pemda lantaran anggaran TKD 2026 mengalami penurunan dari tahun ini.
"Tentu harapan kita di daerah adalah bagaimana TKD ini dikembalikan lagi. Kalau enggak, mungkin gaji pegawai bisa diambil oleh pusat," ujarnya saat ditemui di Gedung Djuanda Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Dia mengungkapkan, pemangkasan anggaran TKD menurunkan kemampuan pemda untuk menggaji pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan begitu, pemda dapat memfokuskan anggaran yang ada untuk melakukan belanja yang lain baik untuk membangun infrastruktur ataupun program-program pembangunan lainnya.
Gubernur Ramai-ramai Temui Purbaya
Mahyeldi adalah satu dari belasan gubernur beserta perwakilan pemerintah provinsi dari seluruh Indonesia yang bersama-sama mendatangi Menkeu Purbaya di kantornya. Mereka menyampaikan ketidaksetujuan terhadap pemotongan transfer ke daerah (TKD) oleh Kemenkeu.
Dilansir detikFinance, sebanyak 18 gubernur hadir secara langsung, 15 daerah diwakili, dan 5 daerah tidak hadir pada Selasa (7/10). Ketua Umum APPSI Al Haris mengatakan para gubernur sengaja meminta waktu khusus kepada Purbaya untuk menyampaikan keluh kesah terkait pemotongan TKD secara langsung.
Gubernur Jambi itu menyebut ada daerah yang kesulitan membayar operasional belanja pegawai, termasuk gaji PPPK, imbas pemotongan TKD ini. Menurut Al Haris, dampak yang dirasakan daerah sangat luar biasa.
"Memang repot, saya bilang tadi, kalau daerah PAD (pendapatan asli daerah)-nya kecil yang banyak menggantungkan nasib dengan TKD, maka sulit mereka untuk mengembangkan daerahnya. Apalagi bicara visi misi. Tidak lagi bicara visi misi, yang penting roda pemerintahan jalan," tutur Al Haris.
Para gubernur tersebut ditemui langsung oleh Purbaya. Al Haris mengatakan Purbaya cukup responsif terhadap keluhan yang disampaikan pemerintah provinsi. Hasilnya, lanjut Al Haris, Purbaya mengatakan pemerintah pusat akan melakukan evaluasi TKD di 2026.
"Pak Menteri (Purbaya) respons tadi, beliau responsif sekali. Nanti di 2026 karena sudah menjadi produk hukum undang-undang, APBN, beliau tadi berjanji di 2026 sambil nanti berjalan, evaluasi lagi yang TKD ke daerah," bebernya.
Sementara itu, Gubernur Maluku Utara (Malut) Sherly Tjoanda juga menyampaikan bahwa semua pemerintah daerah (Pemda) tidak setuju kebijakan pemotongan tersebut. Sebab, TKD yang ada saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan rutin daerah.
"Kita semua tadi masing-masing dari gubernur sudah menyuarakan pendapat ke Pak Menteri Keuangan untuk dipertimbangkan, karena dengan perencanaan dana transfer pusat ke daerah yang ada saat ini hanya cukup untuk belanja rutin. Belanja infrastruktur, jalan, jembatan itu menjadi berkurang sehingga kita minta untuk jangan ada pemotongan," kata Sherly usai pertemuan, Selasa (7/10/2025).
Sherly membeberkan, Provinsi Maluku Utara mendapat TKD Rp 6,7 triliun pada 2026. Sementara pagu 2025 mencapai Rp 10 triliun. Potongan terbesar berada pada komponen Dana Bagi Hasil (DBH).
"Semuanya tidak setuju karena kemudian kan ada beban PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang cukup besar dan ada janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar. Dengan pemotongan yang rata-rata setiap daerah hampir sekitar 20-30% untuk level provinsi dan di level kabupaten bahkan ada tadi dari Jawa Tengah yang hampir 60-70%, itu berat untuk pembangunan infrastruktur," tutur Sherly.
#kpc/dtc/bin