Oleh: Jenni Dwi Putri **
PADA tanggal 19 Agustus 2025, publik dihebohkan dengan pernyataan terkait tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2024-2029 oleh Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir. Ia menyatakan bahwa tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan sebagai pengganti rumah dinas yang telah dihapus itu masuk akal.
Pernyataan mengenai tunjangan ini menimbulkan polemik di ruang publik. Sebab, apabila ditotal, pendapatan secara keseluruhan masing-masing anggota DPR RI bisa mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan setelah termasuk tunjangan rumah.
Timbulnya polemik menjadi lumrah. Pasalnya kinerja DPR RI dan banyaknya anggota DPR RI yang terjerat kasus dugaan korupsi tidak menjadi refleksi layak tidaknya para anggota legislatif yang berkantor di Senayan tersebut menerimanya.
Tidak hanya itu, kebijakan yang dibuat DPR RI sering kali merugikan dan menyulitkan masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.
Pernyataan terkait tunjangan rumah DPR RI menimbulkan kontroversi di kalangan publik. Pasalnya wacana penambahan tunjangan sebesar itu hadir di tengah masyarakat yang masih berada dalam kesulitan ekonomi. Hal ini menujukkan bahwa para anggota legislatif lebih memprioritaskan kepentingan pribadi dibanding dengan kesejahteraan umum yang mendukung sisi rakyat.
Sementara, dalam proses perencanaan dan perumusan kebijakan publik harusnya perwakilan rakyat memperlihatkan transparansi anggaran dan mengikutsertakan keterlibatan rakyat. Bahkan pernyataan terkait kebijakan tunjangan DPR RI tersebut menunjukkan ketidakpedulian para perwakilan rakyat terhadap masyarakat yang tercekik dalam ketimpangan dan kondisi ekonomi
Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, DPR merupakan salah satu lembaga tertinggi yang merupakan lembaga perwakilan rakyat yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang. DPR memiliki tanggung jawab dalam menampung, menyalurkan, dan mempertimbangkan aspirasi rakyat, serta mengawasi kebijakan yang berjalan sehingga tidak merugikan rakyat. Namun dalam praktik politiknya, para anggota legislatif sering mengabaikan aspirasi dan kondisi masyarakat sehingga menimbulkan kekecewaan dari masyarakat itu sendiri.
Amarah Publik Berujung Unjuk Rasa
Kekecewaan dan amarah publik memuncak, sehingga pada Senin, 25 Agustus 2025 aksi demonstrasi terjadi yang melibatkan masyarakat, mahasiswa, pelajar, pedagang dan ojek online.
Dalam aksi ini, massa menuntut adanya pembatalan kenaikan tunjangan gaji DPR, transparansi anggaran, dan pembatalan rencana kenaikan gaji DPR. Kericuhan ini bahkan menjadi tragedi yang memakan korban jiwa. Pasalnya salah satu driver ojek online, Affan Kurniawan tewas terlindas kendaraan Brimob yang melaju cepat mencoba membubarkan aksi massa. Kejadian tersebut semakin mengundang kemarahan massa sehingga keluarlah tuntutan dari masyarakat yang dikenal dengan “17+8 Tuntutan Rakyat”.
Angka 17+8 melambangkan Hari Kemerdekaaan Indonesia. Yaitu 17 tuntutan rakyat dalam satu minggu dan 8 tuntutan rakyat dalam satu tahun.
Salah satu isi dari “17+8 Tuntutan Rakyat” tersebut adalah "bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiunan) serta mempublikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR):.
Jawaban dari DPR RI
Adanya aksi demonstrasi dan tuntutan yang dilontarkan oleh publik akhirnya direspon oleh DPR RI dengan mengeluarkan enam keputusan pada Rapat Konsultasi Pimpinan DPR RI dengan Pimpinan Fraksi-Fraksi DPR RI pada Kamis, 4 September 2025. Isi keputusan tersebut sebagai berikut:
1. DPR RI menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan Anggota DPR RI terhitung sejak tanggal 31 Agustus 2025.
2. DPR RI melakukan moratorium kunjungan kerja luar negeri DPR RI terhitung sejak tanggal 1 September 2025, kecuali menghadiri undangan kenegaraan.
3. DPR RI akan memangkas tunjangan fasilitas Anggota DPR, setelah evaluasi meliputi:
- Biaya langganan (a) daya listrik dan (b) jasa telepon;
- Biaya komunikasi intensif; dan
- Biaya tunjangan transportasi
4. Anggota DPR RI yang telah dinonaktifkan oleh Partai Politiknya tidak dibayarkan hak-hak keuangannya.
5. Pimpinan DPR RI menindaklanjuti penonaktifan beberapa anggota DPR RI yang telah dilakukan oleh Partai Politik melalui Mahkamah Partai Politik masing-masing, dengan meminta Mahkamah Kehormatan DPR RI untuk berkoordinasi dengan Mahkamah Partai Politik masing-masing yang telah memulai pemeriksaan terhadap anggota DPR dimaksud.
6. DPR RI akan memperkuat transparansi dan partisipasi publik yang bermakna dalam proses leislasi dan kebijakan lainnya.
Keputusan rapat ini ditandatangani oleh jajaran pimpinan DPR, yaitu Puan Maharani, Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Cucun Ahmad Syamsurijal. Bahkan para pimpinan DPR juga memastikan akan memperkuat transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi dan kebijakan lainnya. Sehingga gaji dan tunjangan DPR yang sempat menembus angka lebih dari Rp 100 juta akibat dari tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta menjadi berkurang sekitar 37,01 %.
Dalam survei Indikator Politik Indonesia, tingkat kepercayaan publik terhadap DPR hanya 69%, menempati urutan 10 dari 11 lembaga. Respon dari publik terhadap keputusan rapat di atas diapresiasi bercampur skeptisme.
Rakyat berpikir ini hanyalah langkah awal, bukan penyelesaian akhir. Keputusan ini dianggap hanya penghiburan semata untuk merendam amarah publik sementara waktu. Bahkan ketika tunjangan rumah sudah dihapus, gaji DPR tetap dianggap terlalu besar dan memiliki ketimpangan jauh dari rata-rata gaji pekerja formal.
Meskipun para anggota legislatif merespon aspirasi masyarakat saat ini, namun diharapkan kejadian ini menjadi refleksi bagi anggota DPR dan masyarakat. Anggota legislatif meskilah fokus pada tanggung jawab dan peningkatan kualitas kerja mereka. Ini juga merupakan langkah awal dalam memperbaiki citra dan mengembalikan kepercayaan publik. Kedepannya adanya perubahan yang signifikan dalam sikap, empati dan kualitas kerja nyata dari para wakil rakyat dapat membuat Indonesia menuju masa depan yang cerah.Penulis
** Jenni Dwi Putri adalah Mahasiswi lmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas (Unand), Padang, Sumatera Barat. Memiliki hobi menulis dan tertarik dalam fenomena sosial dan humaniora.