Oleh ReO Fiksiwan


“Angkatlah dirimu

setinggi mungkin

hingga sebelum takdir

Tuhan

tanya hamba-Nya

apa yang dikehendaki oleh dirinya sendiri.” 

— Asrar I Khudi (1963).


SIR Allama Muhammad Iqbal (1877-1938), filsuf dan sastrawan kelahiran Pakistan, dikenal dari awalnya lewat bukunya, Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam (The Reconstruction of Religious Thought in Islam,1930) diterjemahkan Osman Raliby atas usul Presiden Soekarno.

Kelak, dengan judul sama, diterjemahkan Ali Audah, Taufik Ismail, Goenawan Mohammad dan diterbitkan Tinta Mas Jakarta, 1982.

Nanti pada 2016, penerbit Mizan Bandung menerbitkan dengan judul baru, Rekonstruksi Pemikiran Religius Dalam Islam.

Sejak itu, Iqbal mulai dikenal di Indonesia dengan penerjemahan buku puisinya, Asrar-i Khudi (Rahasia Diri) oleh Bahrum Rangkuti dan Payam-i Masyriq (Pesan dari Timur) oleh Abdul Hadi W.M. Dalam versi Inggris, The Secrets of Self, diterjemahkan Reynold A. Nicholson,1920).

Puisi “Asrar-i Khudi” karya Muhammad Iqbal merupakan salah satu karya sastra yang paling berpengaruh dalam sejarah sastra Urdu dan Persia atau Pakistan pada umumnya.

Dalam puisi ini, Iqbal menyampaikan gagasan tentang konsep “khudi” atau “diri” yang merupakan inti dari filosofi spiritualnya.

Dalam puisi “Asrar-i Khudi”, Iqbal menyampaikan bahwa khudi adalah inti dari eksistensi manusia. Iqbal yang dipengaruhi filsafat Nietzsche, Goethe dan Kant — menyelesaikan studi filsafatnya di Munich, Jerman, dengan tesis doktoral The Development of Metaphysics in Persia (1908).

Sebagai sumber kekuatan dan kreativitas manusia, Khudi (Diri) merupakan kunci untuk mencapai kesempurnaan spiritual. Iqbal juga menekankan pentingnya mengembangkan khudi melalui proses spiritual dan intelektual.

Dalam buku “Gabriel’s Wing: A Study into the Religious Ideas of Sir Muhammad Iqbal” (1963), Sayap Jibril(terjemahan Lazuardi, 2003) oleh Annemarie Schimmel, diperoleh analisis yang mendalam tentang konsep khudi dalam puisi Iqbal.

Schimmel menekankan bahwa konsep khudi Iqbal sangat dipengaruhi oleh tradisi spiritual Islam, khususnya tasawuf. Terutama, pada bunyi hadits:

“Al-insanu sirri wa Ana sirruhu wa sirri sifati wa sifati la ghairihi (Manusia itu rahasia-Ku dan Aku rahasia manusia, dan rahasia itu adalah sifat-Ku, dan sifat-Ku tiada lain adalah Aku.”

Atau, dalam versi lain:

“Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu” (Siapa mengenal dirinya, akan mengenal TuhanNya).

Schimmel juga menunjukkan bagaimana Iqbal menggunakan konsep khudi untuk menyampaikan gagasan tentang kekuatan dan kreativitas manusia melalui “akal ilahi”. Henry Corbin menyebutnya sebagai “Creative imagination.”

Dalam puisi “Asrar-i Khudi”, Iqbal menyampaikan gagasan yang sangat mendalam dan kompleks tentang konsep khudi.

Namun, beberapa kritik pantas dikemukakan pada puisi ini, di antaranya:

Pertama, puisi ini mungkin terlalu kompleks dan sulit dipahami bagi pembaca yang tidak memiliki latar belakang spiritual Islam melalui tasawuf.

Kedua, Iqbal mungkin terlalu menekankan pentingnya khudi sebagai sumber kekuatan dan kreativitas manusia, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi kehidupan manusia seperti sosial-politik.

Namun, “Asrar-i Khudi” Iqbal — sebagai sastra sufi kontemporer — merupakan karya sastra yang sangat berpengaruh dan kompleks, terutama dalam Asrar I Khudi dan Payam I Masriq (Pesan dari Timur)

Dengan merujuk “Gabriel’s Wing”, karya Annemarie Schimmel, lebih kurangnya memahami konsep khudi (diri) dalam puisi Iqbal bisa disimak di bait-bait ini:

Pesan Bagi Sang Para Sastrawan Islam

Gairah meluaplah

yang sanggup menggelorakan

darah

debu ini

dinyalakan oleh api gairah

Atas kehendaknya

anggur murni berbuih

dalam anggur kehidupan

Hingga sang hidup berdiri

tegak dan terus bergulir

Hidup penuh persaingan

Hanya gairah satu-satunya

tenaga pendorong

Untuk turut

dalam persaingan itu


Hidup adalah pemburu

Gairah merupakan tali jeratnya

Gairah adalah pesan cinta

bagi segala keindahan

Mengapakah gairah

terus menggemakan

gaung nyanyian hidup?


Untuk segala yang baik, kebaikan

dan semua yang indah

Pemimpin kita selalu saja

mencarinya di hutan belantara

Bayangnya terkesan dalam kalbumu

Dijelmakan gairah itu

dalam hatimu

Keindahan melahirkan musim

bunga kegairahan

Gairah dinyalakan oleh keriangan


(dikutip: http://kepadapuisi.blogspot.com/2017/03/muhammad-iqbal-asrar-i-khudi.html?m=1).

Rujukan:

https://iqbalcyberlibrary.net/files/015//712E.pdf.

Schimmel, Annemarie. 1963. Gabriel’s Wing: A Study Into the Religious Ideas of Sir Muhammad Iqbal.⁠ Leiden: J. Brill.

⁠http://allamaiqbal.com/ias/iqbalconceptofkhudi.html. 




 
Top