JAKARTA -- Banyak kasus yang menyebutkan bahwa Fintech Lending atau aplikasi pinjaman online (Pinjol) kerap kali menyalahgunakan akses nomor ponsel dari penggunanya. Sehingga, teman bahkan keluarga ikut terlibat terkait penagihan dan tak sedikit berujung teror.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani menyebutkan kalau hal-hal seperti itu sangat dilarang keras karena fintech tidak ada urusannya mengakses nomor ponsel jika tidak ada keterkaitan dengan layanan.

BACA JUGA: Januari 2020, OJK Tutup 120 Fintech Ilegal 

"Sebenarnya fintech itu boleh mengambil kontak nomor ponsel downloader-nya, yang gak boleh itu mengambil akses kontak selain si downloader, contohnya keluarga, teman," kata Semuel, seperti dilansir CNBC Indonesia, Jumat  (14/2/2020) kemarin.

"Kalo fintechnya minta akses kontak, emangnya dia sosial media? Kan bukan?Lalu, semisal dia ngambil kontak temenmu, emang temenmu mau? Kan enggak? Itu penyalahgunaannya di sana soal akses kontak," tambahnya.

Semuel juga menuturkan bahwa regulasi terkait nomor ponsel sudah diatur sedemikian rupa oleh OJK, bila ada fintech yang memiliki mekanisme untuk mengakses nomor ponsel tanpa izin si pemilik, kasarnya mencuri, maka bisa dipastikan itu fintech ilegal.

BACA JUGA: Warga Negara China Jadi Boss Debt Collector Fintech Ilegal

Selain nomor ponsel, ia juga menjelaskan kalau fintech dilarang keras mengakses galeri pengguna. Seperti yang kita ketahui, adapula kasus bahwa saat penagihan kalau fintech memakai foto penggunanya untuk keperluan meneror apabila tidak membayar.

"Saya dengar ada kasus fintech bisa akses ke galeri, gak boleh itu. Apa hubungannya fintech mau ngakses galeri kita. Kalau minta akses kamera boleh, itu hubungannya dengan verifikasi contohnya foto yang disertakan dengan KTP saat mendaftar akun," ujar Semuel.

Maka dari itu Semuel dan jajarannya terus mengupayakan agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi untuk bisa segera diterapkan di Indonesia agar kasus atau hal semacam itu tidak bisa terulang karena sudah ada regulasi yang mengatur perlindungan data.

BACA JUGA: Penuh Ancaman dan Caci Maki, Rekaman Suara Debt Collector Fintech Bikin Geram

Lebih lanjut, ia mengungkapkan kalau akan ada sanksi berat bagi setiap individu atau kelompok yang menyalahgunakan data orang lain. Contohnya sanksi administrasi sampai Rp 70 miliar dan kurungan penjara sampai 10 tahun, tentunya sesuai pelanggaran yang dilakukan.

"Di RUU PDP mengatur denda sampai Rp 70 miliar dan penjara sampai 10 tahun tergantung pelanggarannya. Misalnya gue ngumpulin data pribadi seperti foto, kontak, dan lain-lain. Lalu diubah menjadi data orang lain, sebut saja orang lain ini adalah pedofil, wah itu hukumannya 10 tahun karena lu mencuri data orang, mengakui data orang dan mengubah data orang," jelas Semuel.

Sumber: cnbcindonesia

 
Top