Kapalang tukang binaso kayu
Kapalang cadiak binaso adaik
Kapalang alim rusak ugamo
Kapalang paham kacau nagari

Salah satu tujuan adat pada umumnya -- khususnya adat Minangkabau -- adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusiawi, berbudaya dan beradab.

Dari manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat.

Masyarakat yang “Baldatun Toiyibatun wa Rabbun Gafuur”. Selaras dengan pengamalan Dasar Negara kita, Pancasila , Sila Kedua: KEMANUSIAAN YG ADIL dan BERADAB.

Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan insan dengan sifat-sifat menurut adat Minangkabau, di antaranya adalah:

1. Hiduik Baraka, baukue jo bajangka

Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya, terukur dan harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat.

Kelebihan manusia dari hewan adalah manusia mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya. Ketiga kekuatan tersebut adalah otak, otot dan hati.

Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan sinergitas dan kontrol ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan kehidupannya.

Ketika mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut:

Dalam mulo akhie mambayang,
dalam baiak kanalah buruak,
dalam galak tangieh kok tibo,
hati gadang hutang kok tumbuah.

Dengan berpikir jauh ke depan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu hati-hati dalam melangkah.

Alun rabah lah ka ujuang, 
alun pai lah babaliak
Alun dibali lah bajua, 
alun dimakan lah taraso

Di dalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matang dan secermat-cermatnya.

Dihawai sahabih raso, dikaruak sahabih gauang, dijarah sahabih lubang

Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prioritas yang sudah direncanakan, seperti kata pepatah:

Mangaji dari alif, babilang dari aso
Mancancang balandasan, malompek basitumpu

Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi, kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Hilangkan rasa “pantang taimpik”, "pantang diiingekkan", "kareh kapalo", "ego talampau tenggih" dan sejenisnya, hingga berpotensi merusak tatanan yang telah dibangun dengan susah payah sejak awal.

Diharapkan masing-masing memiliki pola fikir maju serta dapat menyesuaikan diri dengan pola bermasyarakat kekinian.

Jangan lagi dalam suatu organisasi itu hanya balego awak samo awak.

Dalam kondisi yang demikian, akan berlaku pameo "Iyokan nan diurang, lalukan  nan diawak".

Mari kita koreksi diri kita masing-masing dan mari kita pelajari kembali ajaran adat kita yang berbunyi sebagai berikut:

Bajalan ba nan tuo, balayie ba nakhodo, bakato ba nan pandai

Pepatah diatas mengisyaratkan bahwa nenek moyang kita telah lebih dahulu memahami pola organisasi modern era sekarang ini.

“Renungkanlah”. Masih banyak di antara kita yang belum punya cita-cita hidup. Tidak tahu apa yang ingin dicapai dalam hidup ini. Namun ada juga yang punya cita-cita , tetapi tidak tahu bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu.

Nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu sudah tahu apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Cobalah kita cermati pepatah berikut :

Nak kayo kuek mancari,
nak tuah batabue urai
Nak mulie tapeki janji,
nak namo tinggakan jaso
Nak pandai kuek baraja

Salah satu syarat untuk bisa diterima dalam pergaulan ialah bila kita dapat membaca perasaan orang lain secara tepat. Dalam zaman modern hal ini kita kenal dengan ilmu empati, yaitu dengan mencoba mengandaikan kita sendiri dalam posisi orang lain. 

Bila kita berhasil menempatkan diri dalam posisi orang lain, maka tidak mungkin kita akan memaksakan keinginan kita kepada orang lain. Dengan cara ini banyak konflik batin yang dapat dihindari. Pepatah mengajarkan dengan tepat sebagai berikut:

Elok dek awak, katuju dek urang

Segala sesuatu yang menurut pikiran sendiri adalah baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain. Kacamata yang dipakai mungkin sekali berbeda, sehingga pendapat pun berbeda pula. Kepala sama hitam, pikiran berbeda-beda. Untuk itu dibutuhkan "komitmen" melalui musyawarah dan mufakat. Bulek   aie dek pambuluah, bulek  kato dek mufakaik.

Sebelum ilmu manajemen berkembang di tanah air Indonesia kita tercinta, sejak tahun 1950-an yang berlalu, nenek moyang Minangkabau telah lama meyakini bahwa “perencanaan yang matang” adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya :

Balabieh ancak-ancak, bakurang sio-sio, diagak mangko diagiehi, dibaliek mangko dibalah

Bayang-bayang sepanjang badan, nan babarieh nan dipahek

Nan baukue nan dikabuang, jalan nan luruih nan ditampuah

Labuah pasa nan dituruik, digarieh makanan pahek

Di aie lapehkan tubo, tantang sakik lakek ubek,
Luruih manantang barieh adat

2. Baso basi jo sopan santun

Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang.

Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang.

Adat Minangkabau menyebutkan sebagai berikut :

Nan kuriak iyolah kundi , nan merah iyolah sago

Nan baiak iyolah budi , nan indah iyolah baso

Kuek rumah dek basandi, rusak sandi rumah binaso

Kuek bangso karano budi, rusak budi bangso binaso

Adat Minang sejak berabad-abad yang lalu telah memastikan, bila moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah.

Adat Minangkabau mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Kita tinggal mengamalkannya. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Nan tuo dihormati, nan ketek disayangi, 
samo gadang bawo bakawan, induak jo ayah diutamokan

Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan :

Dek ribuik rabahlah padi, di cupak Datuak Tumangguang

Hiduik kok tak babudi , duduak tagak kamari cangguang

Mudah tasingguang,  tabaok raso hati, iri jo dangki

Rarak kaliki dek binalu , tumbuah sarumpun di tapi tabek

Kalau habih raso jo malu , bak kayu lungga pangabek

Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman Adat Minangkabau. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. 

Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi pekerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah.

Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Pucuak pauah sadang tajelo, panjuluak bungo linggundi

Nak jauah silang sangketo, pahaluih baso jo basi

Pulau pandan jauah di tangah, di baliak pulau angso duo

Hancua badan di kanduang tanah, budi baiak takana juo

Nak urang Koto Ilalang, nak lalu ka Pakan Baso

Malu jo sopan kok lah ilang, habihlah raso jo pareso

3. Tenggang raso

Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa bencana. Karena itu adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan, jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang raso salah satu sifat yang dianjurkan adat.

4. Setia

Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama.

Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Malompek samo patah, manyarunduak samo bungkuak

Tatungkuik samo makan tanah, tatalantang samo menun aie, tarandam samo basah

Rasok aie pulang ka aie, rasok minyak pulang ka minyak

Bila terjadi suatu konflik dan orang Minangkabau terpaksa harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanak-nya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris. Right or wrong is my country. Kendatipun orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsip.

Pepatah adat mengajarkan sebagai berikut:

Adaik badunsanak, dunsanak patahankan
Adat bakampuang, kampuang patahankan
Adat banagari, nagari patahankan
Adat babangso, bangso patahankan
artinya ;
Parang basuku samo dilipek, parang basosoh basamo-samo

Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, pengusaha Minang sebenarnya lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar nasionalismenya tidak perlu diragukan.

5. Adil 

Adil maksudnya mengambil langkah dan sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “Adaik dunsanak, dunsanak dipatahkan”.

Adat Minang mengajarkan sebagai berikut:

Bakati samo, maukua samo panjang

Tibo di mato indak dipiciangkan, tibo di paruik indak dikampihkan

Tibo di dado indak dibusuangkan, mandapek samo balabo

Kahilangan samo marugi, maukua samo panjang

Mambilai samo laweh, baragiah samo banyak

Gadang kayu gadang bahannyo, ketek kayu ketek bahannyo

Nan ado samo dimakan , nan indak samo dicari

Hati gajah samo dilapah, hati tungau samo dicacah

Gadang agiah batumpuak, ketek agiah bacacah

6. Hemat dan Cermat

Pepatah adat menyebutkan sebagai berikut:
Ibarat manusia,

Nan buto pahambuih saluang, nan pakak palapeh badia

Nan patah pangajuik ayam, nan lumpuah paunyi rumah

Nan binguang ka disuruah-suruah, nan buruak palawan karajo

Nan kuek paangkuik baban, nan tenggih jadi panjuluak

Nan randah panyaruduak, nan pandai tampek batanyo

Nan cadiak bakeh baiyo, nan kayo tampek batenggang

Nan rancak palawan dunie

Ibarat tanah

Nan lereang tanami padi, nan tunggang tanami ruyuang

Nan gurun jadikan parak, nan bancah jadikan sawah

Nan padek ka parumahan, nan munggu jadikan pandam

Nan gauang ka tabek ikan, nan padang tampek gumbalo

Nan lacah kubangan kabau, nan rawan ranangan itiak

Ibarat kayu

Nan kuek ka tunggak tuo, nan luruih ka rasuak paran, nan lantiak ka bubuangan

Nan bungkuak ka tangkai bajak, nan ketek ka tangkai sapu, nan satampok ka papan tuai

Rantiangnyo ka pasak suntiang, abunyo pamupuak padi

Ibarat bambu

Nan panjang ka pambuluah, nan pendek ka parian, nan rabuang ka panggulai

Ibarat sagu

Sagunyo ka baka huma , ruyuangnyo ka tangkai bajak

Ijuaknyo ka atok rumah, pucuaknyo ka daun paisok, lidinyo ka jadi sapu

7. Waspada

Sifat waspada dan siaga termasuk sifat yang dianjurkan adat Minangkabau seperti sebagai berikut:

Maminteh sabalun anyuik, malantai sabalun lapuak

Ingek-ingek sabalun kanai,  sio-sio nagari, sio-sio utang tumbuah

Siang dicaliak-caliak, malam didanga-danga

8. Berani karena benar

Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “amar makruf, nahi mungkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.

Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa nyawa menjadi taruhan.

Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.

Adat Minangkabau dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sebagai berikut:

Kok dianjak urang pasupadan, kok dialiah urang kato pusako

Kok dirubah urang kato daolu, jan cameh nyawo malayang

Jan takuik darah taserak, asalkan lai dalam kabanaran, basilang tombak dalam parang

Sabalun aja bapantang mati, baribu sabab mandatiang, namun mati hanyo sakali

Aso hilang duo tabilang, bapantang suruik di jalan

Asa lai angok-angok, asa lai jiwo-jiwo si patuang, namun nan bana disabuik juo

Sakali kato rang lalu, anggap angin lalu sajo  

Duo kali kato rang lalu, aggap garah samo gadang

Tigo kali kato rang lalu,  jan takuik darah taserak

9. Arif, bijaksana, tanggap dan sabar

Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat*. 

Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.

Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minangkabau, seperti kata pepatah berikut :

Tahu dikilek baliuang nan ka kaki, kilek camin nan ka muko


Tahu jo gabak diulu tando ka ujan, cewang di langik tando ka paneh


Ingek di rantiang ka mancucuak, tahu di  dahan ka maimpok


Tahu diunak kamanyangkuik , pandai maminteh sabalun anyuik


Begitulah adat Minangkabau menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi.

Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sebagai berikut:

Gunuang biaso timbunan ka bukik, lurah biaso timbunan aie

Lakuak biaso timbunan sampah, lauik biaso timbunan ombak

Nan hitam tahan tapo, nan putiah tahan sasah

Disasah bahabih aia, dikikih bahabih basi

10. Rajin


Sifat yang lain yang pantas dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin seperti kata pepatah berikut ini :

Kok duduak marawuik ranjau, tagak maninjau jarak

Nan kayo kuek mancari, nan pandai kuek baraja

11. Rendah hati

Mungkin lebih dari separoh orang Minang hidup di rantau. Hidup di rantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. 

Mereka yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok minoritas. Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya,  Malaysia, Australia, Eropa, Amerika mereka hidup di tengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minang harus bersikap ?

Adat Minang memberi pedoman sebagai berikut:

Kok manyauak di hilie-hilie, kok mangecek di bawah-bawah

Tibo di kandang kambiang baok mangembek, tibo di kandang kabau baok manguak

Di mano langik dijunjuang, di sinan bumi dipijak, di situ rantiang di patah

Berarti kita harus selalu merasa rendah hati, tetapi justru berarti kita orang yang tahu diri sebagai pendatang. 

Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat di lingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu di lingkungannya.

Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri. 

Semoga, Amiiin Yaa Robbal'aalamiin


 
Top