Oleh: Farhan Ginozi #

STUDI tentang etnografi menjadi penting untuk dapat memahami realitas sosial sebuah komunitas. Tujuan utamanya adalah untuk memperhatikan makna-makna dan tindakan dari kejadian yang menimpa orang lain, yang ingin dipahami. Alat pemahaman yang digunakan adalah kata dan perbuatan yang didukung oleh sistem makna, terutama kebudayaan subjek yang diteliti (Spradley,2007:5). 

Lombard menyebutkan bahwa pendekatan dalam melihat masalah ini adalah melalui busana, tingkah laku dan bahasa dalam  sebuah  komunitas   (Lombard, 2000:156). Dari semua itu kemudian melahirkan produk yang lazim disebut budaya. Kebudayaan yang dikaji juga bukan sebagai faktor tunggal atau satu sudut pandang saja, akan tetapi juga banyak ragam budaya di dalamnya. 

Keragaman budaya itu sendiri bisa dari dalam diri komunitas pendukungnya maupun aneka ragam budaya komunitas lain yang berada disekitar tempat tinggalnya. Artinya, pemahaman terhadap satu komunitas tidak bisa dilihat secara satu perspektif saja, akan tetapi multi perspektif, apalagi sudah berbeda bahasa dan budaya, sehingga diperlukan pemahaman yang lebih komprehensif. 

Dalam konteks budaya, keragaman dalam satu komunitas inilah yang membuat semaraknya sebuah masyarakat, sehingga menjadikan mereka sebagai kelompok yang plural, yang satu dengan lainnya saling berbeda.

Minangkabau adalah suatu sebutan adat yang terletak di provinsi Sumatera Barat. Dikatakan bahwa pengertian Minangkabau tidaklah persis sama dengan pengertian Sumatera Barat. Minangkabau lebih cenderung mengandung makna sosial kultural, sedangkan Sumatera Barat lebih cenderung bermakna geografis administratif. 

Dari segi sosial budaya, Minangkabau melampaui jauh teritorial Sumatera Barat sekarang. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Minangkabau berada dalam geografis Sumatera Barat. Minangkabau dengan kebudayaannya telah ada sebelum datangnya Islam, bahkan juga telah ada sebelum masuknya Hindu dan Budha. 

Sebelum datangnya pengaruh dari luar, kebudayaan Minangkabau telah menemukan bentuknya yang terintegrasi dan kepribadian yang kokoh. Oleh sebab itu, kebudayaan yang datang dari luar tidaklah mempengaruhinya secara mudah. 

Penerimaan kebudayaan dari luar akan diseleksi dan mana di antaranya yang bertentangan dengan dasar falsafah adat tidak akan dapat bertahan di Minangkabau. Secara tidak langsung, dapat kita cermati bahwa pergumulan yang terjadi pada masyarakat Minangkabau sampai pada bentuk akhirnya merupakan bentuk murni dari integrasi nilai-nilai adat dengan ajaran Islam.

Namun, seiring berjalannya waktu, dengan banyaknya budaya-budaya baru yang masuk ke Indonesia sedikit demi sedikit melunturkan budaya yang ada di ranah Minang. Terlebih generasi muda sekarang yang kebanyakan enggan untuk melestarikan budaya Minangkabau. 

Generasi muda lebih cenderung memilih budaya luar yang dianggap lebih modern dan mengikuti perkembangan zaman. Sebagai contoh kecilnya, generasi muda Minangkabau zaman sekarang kebanyakan lebih bersifat individualis dan menghilangkan nilai-nilai musyawarah mufakat yang harusnya menjadi budaya asli Minangkabau. 

Dari observasi yang telah dilakukan, remaja Minangkabau pada saat sekarang ini lebih cenderung menyelesaikan sesuatu hal secara individual mengenyampingkan nilai-nilai adat dan budaya yang ada. Sikap seperti ini pada umumnya didapat dari berbagai faktor, seperti buku yang dibaca, organisasi yang diikuti, lingkungan sekitar serta beberapa faktor lainnya.

Nilai-nilai seperti “Adat bersandi Syara’, Syara’ bersandi Kitabullah” seperti sudah asing di kalangan remaja Minangkabau, walaupun sering diucapkan namun implementasi dari “Adat bersandi Syara’, Syara’ bersandi Kitabullah” sudah menjadi hal asing dan dianggap terlalu konvensional di kalangan muda-mudi Minangkabau. Hal ini disebabkan juga oleh beberapa faktor, seperti kurangnya kesadaran remaja Minangkabau, kesadaran remaja kini terhadap budaya lokal terbilang turun drastis karena mereka lebih memilih budaya asing yang lebih praktis dan sesuai perkembangan zaman. 

Budaya asing mereka anggap lebih keren dan lebih praktis, padahal banyak budaya Minang yang terbilang lebih baik dibanding budaya asing tersebut. 

Selanjutnya adalah karena minimnya komunikasi budaya, kemampuan untuk berkomunikasi sangat penting karena agar tidak terjadi salah pemahaman tentang budaya yang dianut. Minimnya komunikasi juga yang sering membuat perselisihan antar kaum muda dengan kaum tua yang akhirnya berdampak pada turunya ketahanan budaya Minangkabau. 

Kaum tua seharusnya juga lebih gencar dalam mengenalkan betapa pentingnya melestarikan budaya asli Minangkabau kepada generasi muda Minangkabau. Dan poin terakhir adalah kurangnya pembelajaran budaya, memang betul dalam pembelajaran kita saat ini anak usia dini telah diberikan pelajaran mengenai budaya asli Minangkabau. Namun banyak juga yang tidak menganggap penting mempelajari budaya lokal. Padahal melalui pelajaran budaya ini kita dapat membangun budaya Minangkabau serta cara beradaptasi dengan budaya Minangkabau di tengah perkembangan zaman sekarang ini.

Bahwasanya lunturnya budaya Minangkabau di kalangan remaja bukanlah seutuhnya salah kaum muda, namun beberapa aspek ini merupakan kesalahan kaum tua yang mulai lelah dalam memberikan pemahaman seputar adat dan budaya. 

Selain itu budaya Minangkabau yang kental dengan dengan agama Islam juga perlu di benarkan tegak dudukya dimasyarakat. Belum luntur diingatan kita semua pada Abad ke-19 Masehi adalah abad yang paling menentukan dalam sejarah  dan kebudayaan Minangkabau. 

Dalam abad ini bukan saja telah terjadi rangkaian upaya pemurnian dan pembaharuan terhadap akidah dan pengamalan adat dan syarak, tetapi juga telah terjadi campur tangan kaum kolonialis Hindia Belanda yang mengadu domba kaum adat dan kaum agama, yang sama­-sama menganut agama Islam. 

Jangan sampai, hal-hal seperti ini terjadi pada kaum muda Minangkabau yang seharusnya  adalah kaum yang melestarikan dan menjaga budaya tersebut.

#Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat

e-mail: ginozi76@gmail.com

 
Top