Industri konstruksi merupakan salah satu industri yang paling berbahaya jika 
dibandingkan dengan industri lain, karena memiliki tingkat kecelakaan kerja yang tinggi. Pelaksanaan sistem Keselamatan dan Kesehatan (K3) Konstruksi terbukti efektif mengurangi terjadinya kecelakaan kerja. 

Namun pada kenyataannya di proyek konstruksi, pelaksanaan K3 seringkali terhambat. Selain membutuhkan biaya pelaksanaan yang tinggi, pelaksanaan K3 juga dihadapkan dengan pengawasan pemerintah yang longgar dan kurangnya insentif bila terjadi zero accident. 

Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Sumatera Barat, Prof. Ir. Zaidir., MS. Dr. Eng, IP-U, tidak menampik masih adanya fenomena pelaksanaan K3 yang terhambat bahkan terabaikan di banyak kegiatan konstruksi. Untuk itu ia sangat mengapresiasi inisiatif pihak-pihak berkompeten yang secara proaktif mendorong penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam kegiatan konstruksi. Apalagi saat ini pembangunan infrastruktur sedang gencar-gencarnya dilaksanakan pemerintah di berbagai pelosok tanah air, yang tentunya menuntut masing-masing pihak, baik penyedia maupun pengguna jasa konstruksi (jakons), untuk memahami SMK3 secara menyeluruh dan semaksimal mungkin menekan resiko kecelakaan kerja pada setiap pekerjaan konstruksi. 


“Harus ada kesadaran dan budaya keselamatan di setiap pekerjaan. Pahami tentang kesalamatan kerja. Semaksimal mungkin tekan tidak terjadi kecelakaan kerja," ujar Zaidir selepas acara pembukaan Pelatihan dan Bimbingan Teknis (Bimtek) SMK3 Konstruksi di aula lantai 4 kantor Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman (Prasjal Tarkim) Sumatera Barat, Jumat (1/3/2019) pagi. 

Ketua LPJK Sumbar ini menyambut baik inisiatif pengurus Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Indonesia (A2K4-I) Wilayah Sumbar bersama Balai Jasa Konstruksi Wilayah I Banda Aceh Kementerian PUPR melaksanakan pelatihan dan bimtek SMK3 bagi kalangan instansi dan perusahaan di Padang, demi mencetak pekerja dan ahli muda K3 yang kompeten dan bersertifikat. Menurutnya ini langkah maju bagi dunia jasa konstruksi. Ia berharap, kegiatan ini berkelanjutan, sehingga kebutuhan akan akan keberadaan pekerja atau ahli K3 bersertifikat pada pekerjaan jakons di Sumbar dapat terpenuhi. 

Zaidir yang hadir didampingi Wakil Ketua III LPJK Sumbar, Ir. Martios Alius, menekankan bahwa kewajiban penggunaan tenaga ahli sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum  Nomor 05 /PRT/M/2014. Beleid ini salah satunya mengharuskan kontraktor mempekerjakan ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bila menangani proyek berisiko tinggi, kontrak di atas Rp100 miliar dan mempekerjakan 100 orang tenaga kerja. Persyaratan tenaga ahli K3 sudah menjadi acuan dalam lelang pekerjaan konstruksi.


"Pelaksanaan proyek berisiko tinggi bakal terus diawasi guna mencegah kecelakaan. Pengawasan dilakukan dalam bentuk kewajiban keberadaan tenaga ahli keselamatan dan kesehatan kerja di setiap proyek," papar Zaidir. 

Selaku pihak berkompeten dalam hal pengembangan jasa konstruksi di Sumbar, ia berharap mekanisme SMK3 dilaksanakan secara serius dan disiplin. Dengan begitu, tidak akan terjadi kecelakaan kerja di kegiatan konstruksi.

Secara khusus, urai Zaidir, proyek konstruksi berisiko tinggi merupakan proyek-proyek gedung tinggi atau proyek dengan konstruksi melayang, termasuk konstruksi jembatan.

"Seluruh pekerjaan di atas ketinggian sangat berisiko sehingga perlu memperhatikan aspek keselamatan," tekannya.

Zaidir menghimbau para kontraktor agar menata ulang struktur organisasinya dengan menempatkan direktur khusus yang menangani K3. Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu rekomendasi Komite Keselamatan Konstruksi (KKK).


Menyaksikan penandatanganan MoU antara A2K4-I dengan UMSB tentang  penerapan sistem SMK3
Ia merasa optimis bahwa tenaga ahli K3 bersertifikat bakal menjadi kebutuhan internal bagi perusahaan konstruksi. Sebab, pelaksanaan pekerjaan konstruksi terutama di bidang PUPR merupakan kegiatan konstruksi yang komplek sehingga memerlukan sumber daya yang besar, melibatkan tenaga kerja yang banyak, serta peralatan berat yang tidak sedikit. Hal ini tentu tidak terlepas dari peluang terjadinya kecelakaan dan potensi bahaya yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri

Untuk itu, jumlah tenaga ahli K3 perlu terus ditambah sesuai dengan kebutuhan. Sebab, sertifikasi K3 tidak semata diwajibkan di level manager atau direksi perusahaan jakons, namun juga pada instansi pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta non jakons lainnya. 

Ia kembali menekankan bahwa derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi di tempat kerja merupakan hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping hak-hak normatif lainnya. 


Memotivasi peserta pelatihan dan bimtek SMK3 sekaligus menanamkan pemahaman bahwa keberadaan tenaga ahli K3 sangat penting dan dibutuhkan di tengah gencarnya kegiatan pembangunan dewasa ini.
“Perusahaan hendaknya sadar dan mengerti bahwa pekerja bukanlah sebuah sumber daya yang terus-menerus dimanfaatkan melainkan sebagai makhluk sosial yang harus dijaga dan diperhatikan mengingat banyaknya faktor dan resiko bahaya yang ada di tempat kerja. Selain perusahaan, pemerintah pun turut bertanggungjawab untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kerja," papar mantan Rektor Institut Teknologi Padang (ITP) ini.


Selain ketersediaan pekerja atau ahli K3, urainya lagi, saat ini dan pada masa-masa mendatang, seiring pembangunan berkelanjutan, diperlukan SDM aparatur yang kompeten dalam menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif. 

(ede)




 
Top