JAKARTA -- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan bahwa negara telah mengakui secara resmi adanya pemerkosaan massal dalam Tragedi Mei 1998.
Peringatan ini disampaikan menyusul pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangkal adanya kekerasan seksual dalam tragedi tersebut.
“Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih dalam keterangan resminya, Minggu (15/6/2025).
Komnas Perempuan menjelaskan, TGPF dibentuk melalui keputusan bersama lima pejabat tinggi negara pada 23 Juli 1998, antara lain Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, dan Jaksa Agung. Tim ini merupakan mandat resmi negara untuk mengungkap fakta kerusuhan, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat.
Komisioner Komnas Perempuan Yuni Asriyanti menyampaikan pengakuan atas kebenaran adalah pondasi penting dalam proses pemulihan penyintas. Ia mendorong agar pernyataan sang menteri ditarik dan digantikan dengan permintaan maaf kepada penyintas serta masyarakat. “Sebagai wujud tanggung jawab moral dan komitmen terhadap prinsip hak asasi manusia,” kata Yuni.
Wakil Ketua Transisi Komnas Perempuan, Sondang Frishka Simanjuntak, menyebut dengan menyangkal keberadaan dokumen TGPF sama saja dengan mengabaikan kerja-kerja pendokumentasian resmi dan mengingkari upaya kolektif bangsa dalam mencari keadilan.
“Komnas Perempuan menyerukan kepada semua pejabat negara untuk menghormati kerja-kerja pendokumentasian resmi, memegang teguh komitmen HAM, dan mendukung pemulihan korban secara adil dan bermartabat,” ujarnya.
Komnas Perempuan menegaskan pemerintahan saat ini tidak boleh mundur dari pengakuan dan tanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kekerasan seksual yang dialami perempuan dalam Tragedi Mei 1998.
#tpc/bin