Oleh: Enjeli Novita Sari*
# Mahasiswi Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas


MINANGKABAU adalah nagari yang tersistem dan terpola dengan adat istiadat dan budayanya. Hal itu nampak jelas dengan adanya konsep pemetaan peran seseorang yang tersusun secara rapi dalam masyarakat, seperti halnya seorang Mamak. 

Menurut adat Minangkabau, Mamak secara umum adalah paman atau saudara laki dari ibu, kakak atau adiknya.

Selain itu Minangkabau juga mengenal Mamak secara khusus yang mengepalai suku yang biasa disebut dengan Ninik Mamak. .

Setiap masyarakat dikelompokkan menurut sukunya masing-masing dan setiap suku itu dipimpin oleh seorang Ninik Mamak atau yang lebih dikenal dengan Datuak atau Pangulu.

Di dalam adat istiadat Minangkabau ada beberapa peran seorang mamak. Mamak berperan dalam mendidik, membimbing dalam hal pewarisan peran, mengawasi pendidikan, serta tempat bertanya apapun oleh kemenakan. 

Mamak juga berperan dalam mengelola harta pusaka, memelihara, mengawasi, memanfaatkan mengembangkan dan mempertahankan supaya harta adat tetap berfungsi dan Mamak juga harus menjaga kaumnya termasuk kemenakannya.

Mamak sangat berperan penting bagi kemenakan khususnya kemenakan perempuan untuk mencarikan jodoh. Semua yang terjadi terhadap kemenakannya, maka Mamak lah yang akan bertanggung jawab dan mengatasi semuanya.

Seperti ungkapan berikut ini:
Kaluak paku kacang balimbiang
Daun bakuang lenggang-lenggangkan
Anak dipangku kamanakan di bimbiang
Urang kampung dipatenggangkan.

Dulu, seorang Mamak sangat berperan penting dalam segala hal seperti berkewajiban dalam adat istiadat, agama, kesenian dan prilaku sehari-hari. Jika kemenakan melakukan kesalahan, maka mamak akan ikut malu.

Namun, pada saat sekarang ini pergeseran peran seorang mamak telah tergantikan seiring perkembangan zaman. Dulu, kewajiban seorang mamak mendidik kemenakannya tapi sekarang semuanya diambil alih oleh lembaga sosial sebagai lembaga pendidikan formal.

Mamak mengatur dan mengawasi pemanfaatan harta pusaka, tetapi kini tidak lagi berjalan dengan baik, karena banyaknya harta pusaka yang tergadai bahkan dijual. 

Dulu Mamak lebih mementingkan kemenakannya dan mengutamakan sukunya tapi kini semuanya telah diatur oleh keluarganya masing-masing.

JV Maretin dalam buku yang ditulis Idham Chalid, mengungkapkan kesimpulan dari hasil penelitiannya bahwa lambat laun sistem sosial masyarakat Minangkabau akan berangsur-angsur pudar. Adat istiadat Minangkabau tradisional sekarang sudah mulai tidak dijalankan lagi oleh masyarakat itu sendiri.

Dulu hubungan Mamak dan kemenakan sebagai pemimpin dan orang yang dipimpin seperti falsafah adat Minangkabau:

Kamanakan baraja ka mamak
Mamak baraja ka pangulu
Pangulu baraja ka mufakat
Mufakat baraja ka nan bana
Bana badiri sandirinyo
Bana manuruik alua jo patuik
Manuruik patuik jo mungkin.

Tapi pada saat sekarang, agaknya itu tidak lagi berguna, bahwa peran mamak hanya berlaku pada saat-saat tertentu atau pada moment-moment penting saja. 

Sangat disayangkan saat sekarang ini, bahwa seorang kemenakan tidak lagi tahu akan Mamak-nya begitu juga Mamak-nya tidak terlalu mengenal bahkan terkesan acuh tak acuh terhadap kemenakannya.

Hubungan Mamak dan kemenakan saat dulu dan sekarang sangat berbeda sekali. Dulu seorang Mamak sangat disegani. Bahkan ada filosofi Minangkabau yang menyebutkan, selaku sosok yang sangat disegani, seorang Mamak didaolukan salangkah, ditenggihkan sarantiang. Artinya bahwa seorang pemimpin hanya didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.

Maksud dari filosofi tersebut bukan hanya dihargai sekedar saja, tapi maknanya begitu dalam, filosofi itu hanya mengibaratkan, bahwa seorang Mamak pemimpin di kaumnya itu sangat berperan penting untuk kemajuan sukunya. Akan tetapi saat ini Mamak tidak terlalu dihargai bahkan hanya sebatas Mamak yang mengatur sebuah persoalan saja.

Bukan cuma peran Mamak saja yang bergeser, akan tetapi sifat seorang Mamak juga mulai pudar. Dulu seorang Mamak di kaumnya ibaratkan kayu besar tengah padang, tempat berteduh kehujanan, tempat berlindung kepanasan, bahwa tempat bersandar.

Sifat seorang Mamak pada saat dulu sangat baik, sabar, lurus dan benar, pengasih dan penyayang, serta mempunyai ilmu yang cukup sempurna untuk diajarkan kepada kemenakannya. Akan tetapi, segelintir Mamak pada saat sekarang hanya bertugas menjalankan peran saja sebagai seorang Mamak, makna menjadi seorang Mamak tidak lagi didapatkan.

Mamak saat sekarang tidak lagi mencerminkan seorang Mamak pada saat dulu, bahkan beberapa Mamak yang berperangai buruk, kisad dan dengki, jauh dari kata baik bahkan mentelantarkan kemenakannya begitu saja, hanya memikirkan kelurganya sendiri dan tidak memperdulikan kaum dari sukunya. 

Ada juga Mamak yang tidak tahu akan perannya. Seharusnya sebagai seorang Mamak ia menjaga semuanya agar tetap berjalan di norma yang telah berlaku. Akan tetapi kini segelintir Mamak tidak lagi memperdulikan itu semua. "Malah tungkek nan mambao rabah".

# Artikel ini telah pernah dipublish ProKabar.com, Minggu 8 Maret 2020


 
Top