BANDA ACEH  — Seekor gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) ditemukan mati di perkebunan warga di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Kematiannya diduga akibat tersengat kawat beraliran listrik tak sesuai standar aman yang terdapat di kebun.

Ketua Tim Pengamanan Flora Fauna (TPFF) Karang Ampar Muslim dihubungi pada Jumat (7/6/2024) mengatakan, gajah tersebut tewas pada Kamis (6/6/2024) malam. Gajah didapati tergeletak tak bernyawa pada Jumat sekitar pukul 10.00 WIB.

Tidak jauh dari bangkai gajah tersebut terdapat kawat listrik yang dipasang mengelilingi kebun. Muslim menduga gajah itu mati karena tersengat aliran listrik satu arah.

”Gajah ini jenis kelaminnya jantan. Gadingnya sekitar 3 sentimeter,” kata Muslim.

Muslim mengatakan, TPFF bersama aparatur desa telah mengimbau warga agar tidak menggunakan pagar listrik sebagai penghalau hama di kebun, tetapi tidak semua warga patuh.

”Apa boleh buat, masyarakat sudah kami tegur untuk tidak memasang listrik. Saat ini, kawanan gajah masih berkeliaran di perkebunan,” kata Muslim.

Muslim mengatakan, konflik gajah dengan manusia di Ketol belum tertanggulangi. Selama ini warga hanya melakukan penghalauan menggunakan petasan. Perkebunan warga yang berbatasan dengan hutan mengalami kerusakan karena terinjak gajah.

Kematian gajah karena kabel listrik adalah kasus yang berulang. Pada awal Maret 2024, satu gajah dewasa juga mati di Desa Karang Ampar. 

Sebelumnya, pada Februari 2024, peristiwa serupa terjadi di Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya. 

Sementara pada 2020, sebanyak lima gajah mati sekaligus karena kena kabel listrik di kebun sawit.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Ujang Wisnu Barata mengatakan, pihaknya melihat masifnya kematian gajah karena tersetrum. Maka, perlu upaya serius untuk menertibkannya.

Sebenarnya, Kepolisian Negara RI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan surat larangan dan penertiban pemasangan kabel listrik di perkebunan. Namun, di lapangan tindak lanjut masih lemah.

”Sepertinya perlu operasi penertiban pagar listrik arus tinggi. Kita rancang nanti secara lebih komprehensif,” kata Ujang.

Ujang mengatakan, selain sosialisasi dan penertiban, penegakan hukum juga perlu diperkuat. Dalam beberapa kasus kematian gajah karena listrik, pemasang atau pemilik kebun ditetapkan sebagai tersangka.

”Kasus serupa di Pidie Jaya, tersangka sudah naik sidang. Semoga setimpal dan ada efek jera,” kata Ujang.

Ujang mengatakan, saat ini timnya sedang turun ke Karang Ampar untuk melakukan identifikasi kematian gajah.

Ujang menuturkan, penanganan konflik satwa di Aceh harus dilakukan bersama dan melibatkan banyak pihak. Pasalnya, saat ini sebagian besar populasi gajah berada di luar kawasan konservasi.

Habitat gajah di Aceh sekitar 85 persen di luar kawasan konservasi sehingga potensi konflik tinggi. Perlu keseriusan semua pihak untuk mengatasi konflik ini.

Gajah merupakan satwa lindung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Di Aceh, populasi gajah diperkirakan 539 ekor.

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Afifuddin Acal mengatakan, penggunaan kabel listrik di perkebunan, terutama di kawasan koridor gajah, harus segera ditertibkan.

Pemasangan kabel listrik tidak hanya mengancam keselamatan satwa lindung, tetapi juga manusia. Namun, tidak ada gerakan nyata membongkar pagar-pagar listrik di kebun warga.

Sebenarnya Gubernur Aceh telah membentuk Tim Penegakan Hukum Terpadu Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Pengendalian Peredaran Satwa Liar Dilindungi. Namun, tim tersebut lebih banyak vakum.

Afifuddin mengatakan, BKSDA Aceh sebagai pemangku kepentingan utama harus menjadi penggerak untuk menyelesaikan permasalahan pagar listrik di kebun warga.

#kpc/irt




 
Top