DEPOK, JABAR -- Walikota Depok Mohammad Idris Abdul Somad mengaku siap diperiksa polisi terkait kasus dugaan korupsi Jalan Nangka yang melibatkan mantan walikota Nur Mahmudi Ismail. Idris diperiksa sesuai kapasitasnya selaku wakil walikota di masa Nur Mahmudi Ismail menjabat Walikota Depok.  

Idris mengaku, tidak mengetahui secara detail kebijakan tentang pelebaran Jalan Nangka pada 2015 dari mantan pimpinannya, Nur Mahmudi Ismail, yang saat itu menjabat sebagai wali kota Depok. Saat proyek itu berlangsung, Idris menjabat sebagai wakil walikota Depok periode 2011-2016, mendampingi Nur Mahmudi.

Ia mengatakan, sampai saat ini dia mengaku belum menerima surat pemanggilan polisi untuk diperiksa. Meski demikian, pada prinsipnya dia siap untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

Dalam kasus ini, mantan Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekretaris Daerah Kota Depok Harry Prihanto ditetapkan sebagai tersangka. Kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 10 miliar.

“Memang ada beberapa hal kebijakan-kebijakan walikota yang tidak diketahui oleh wakil walikota, karena memang bukan tugas saya atau bukan poksinya dalam hal itu,” ucap Idris, di Gedung DPRD, Jalan Raya Kalimulya, Cilodong, Jumat (31/8/2018).

Lebih lanjut Idris  mengemukakan bahwa anggaran yang diambil dari APBD tahun 2015 bukan untuk pelebaran jalan, melainkan pembebasan lahan.

“Ini semua keterangan-keterangannya akan kita tunggu sebab belum ada surat resmi ke saya, belum ada surat resmi ke saya terkait kasus ini,” kata Idris.

Sementara untuk pembebasan lahan itu, menurut Idris, bisa menggunakan dana dari pemerintah maupun pengembang. Untuk diketahui, proyek itu dibuat untuk melebarkan jalan sebagai akses ke apartemen di sekitar lokasi.

“Untuk perbaikan jalan, bisa bantuan gubernur, bisa bantuan pemerintah, bisa bantuan komunitas wartawan ya bisa juga,” ucapnya.

Karena ada kasus ini, pelebaran Jalan Nangka belum bisa dilanjutkan. Karena, kelanjutan dari proyek itu menunggu rekomendasi dari kejaksaan.

“Selama masalah ini masih dipermasalahkan secara hukum ya belum bisa (dilanjut), nah nanti kalau sudah selesai baru kita istilahnya semacam fatwalah, fatwa dari kejaksaan tinggi atau kejaksaan negeri untuk bisa direalisasikan,” ujarnya.

Setelah  melengkapi alat bukti, Idris menyebut, penandatanganan surat izin pengadaan tanah Jalan Nangka hanya ditandatangani oleh Nur Mahmudi.

Dia mengatakan, walaupun dalam pengesahan penganggaran harusnya sesama anggota dewan ikut mengesahkan. 

“Tanda tangan cuma satu, hanya dari Nur Mahmudi Ismail, walaupun dalam penganggaran itukan harusnya sama-sama dewan ikut mengesahkan dan sama-sama ada parafnya. Karena, paraf itu keniscayaan administrasi untuk ditandatangani kepala daerah sebagai penanggung jawab utama dari anggaran ini,” ucap Idris. 

(ian/bin)
 
Top