(Indonesia is currently “Statelles”)


Dr. Wendy Melfa

- Akademisi UBL, Penggiat Ruang Demokrasi (RuDem)


MEMPRIHATINKAN. Begitulah keadaan masyarakat kita beberapa hari belakangan ini, dan ada kemungkinan masih akan berlangsung beberapa hari ke depan. Kita dihadapkan pada situasi gelombang unjuk rasa (penyampaian aspirasi, demonstrasi), dengan sejumlah massa.

Mereka terkonsentrasi pada sejumlah titik lokasi, ada anarkistis, perusakan, pembakaran sejumlah aset dan fasilitas umum, penggrudukan dan penjarahan sejumlah rumah anggota DPR dan Menteri Kabinet, yang menimbulkan kekacauan, kekhawatiran dan ketakutan masyarakat, kerugian materiil dan imaterial.

Bahkan sejumlah kedutaan besar negara-negara asing sudah menerbitkan notice kepada warganya yang ada di Indonesia untuk berhati-hati, dan ini semua masih berlangsung entah untuk berapa lama.

Dan tak kalah pentingnya, bahwa situasi belakangan ini juga membawa pengaruh penurunan pada indeks harga saham gabungan (IHSG) Indonesia disebabkan kekhawatiran pelaku pasar akibat situasi demonstrasi. Situasi ini memprihatinkan apalagi situasi ekonomi dalam negeri secara Nasional juga dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Kita juga prihatin munculnya gerakan demonstrasi yang diwarnai anarkis, pengrusakan, pembakaran, dan penjarahan disebabkan adanya rakyat yang ‘merasa’ tertekan akibat adanya ‘kebijakan’ penyelenggaraan pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif serta juga perilaku dan perkataan atau pernyataan dari sejumlah Anggota DPR RI, mencari ‘jalannya sendiri’ dalam penyampaian aspirasi rakyat dengan isu besarnya “bubarkan DPR” yang merambah pada ‘isu’ lainnya yang dipicu oleh jatuhnya korban jiwa pengemudi ojek online (alm. Affan Kurniawan) akibat dilindas oleh kendaraan taktis (rantis) Brimob ketika bertugas mengamankan untuk rasa di Jakarta.

Penyampaian aspirasi berupa permintaan penghapusan kenaikan dana tunjangan perumahan Anggota DPR yang tidak terakomodir sebagaimana yang diharapkan tersebut itulah, serta diperkeruh oleh pernyataan-pernyataan atau sikap Anggota DPR dalam menyikapi aspirasi rakyat yang kemudian berkembang kepada eskalasi gerakan demonstrasi masyarakat juga eskalasi materi yang ikut dipersoalkan oleh rakyat yang berdemonstrasi sebagai ‘bahan bakar’ pergerakan rakyat berdemonstrasi.

Hari-hari Tanpa Negara

Konsentrasi masa demonstrasi di Jakarta dan sejumlah daerah-daerah lainya cukup dapat dikatakan representatif bahwa aksi dan demonstrasi ini bukan hanya bersifat lokal semata sebagaimana aksi demonstrasi masyarakat kabupaten Pati yang memprotes Kepala Daerahnya, melainkan sudah menjadi aksi demonstrasi yang dilakukan dan berdampak secara nasional. Gelaran aksi demonstrasi yang kita ikuti dari TV, dan media sosial nampak bahwa perilaku massa demonstran yang berubah ketika sudah menjadi kerumunan membuat massa demonstrasi tidak lagi menggunakan rasionalitas dan kepribadiaannya hingga lebih berani, lebih semangat, lebih beringas hingga terjadilah pengrusakan, penjarahan, dan pembakaran.

Disisi lain, kita menemukan ‘kendornya’ penjagaan aparat keamanan utamanya dari Kepolisian sebagaimana tupoksi yang ditamatkan UU Kepolisian, baik langkah antisipasi maupun pengamanan paska terjadinya unjuk rasa, hanya terlihat sejumlah aparat TNI yang ‘menggantikan’ tugas pengamanan dari Kepolisian.

Negara juga melalui Partai Politik sebagai entitas Politik yang ‘menghadirkan’ anggota DPR melalui mekanisme Pemilu sedikit lambat dalam ‘menertibkan’ anggota DPR-nya kecuali pasca adanya aksi geruduk dan penjarahan rumah-rumah Anggota DPR yang dinilai rakyat sebagai ‘biang’ pemicu penyebab kerusuhan. Berbagai kejadian yang menyertai saksi demonstrasi tersebut bukan saja dirasakan oleh Anggota DPR atau Kabinet yang bersangkutan, tetapi juga memunculkan rasa takut dan khawatir dari warga sekitar rumah kediaman yang diseruduk dan dijarah oleh massa. Kendornya pengamanan, hadirnya rasa takut dan khawatir masayarakat atas aksi-aksi massa yang menyertai demonstrasi itu terkesan kehidupan warga negara Indonesia sedang tanpa Negara, Indonesia is currently stateless.

Hadirnya Negara

Press release Presiden Prabowo Subianto didampingi sejumlah Ketua Umum Partai Politik, Ketua MPR RI dan Ketua DPR RI pada sabtu sore (31/8) menghadirkan asa akan kembalinya Negara untuk mengatasi persoalan yang sedang dihadapi bangsa dengan janji segera mengatasi masalah baik secara substantif penyebab pemicu demonstrasi maupun hal teknis pengamanan dan antisipasi imbas gerakan demonstrasi lanjutan berikutnya.

Tentu ‘membaca’ pernyataan Presiden tersebut dapat diklasifikasikan pemenuhannya dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Katagori jangka pendek misalnya ‘penugasan’ kepada aparat keamanan baik Kepolisian dan TNI yang ‘mem-back up’ dapat mengambil langkah-langkah antisipasi, mengamankan, termasuk menindak dengan pendekatan penegakan hukum terhadap mereka yang menjadi ‘penumpang gelap’ dalam aksi-aksi berikutnya yang akan memanfaatkan suasana untuk melakukan aksi anarkis, pembakaran, maupun penjarahan.

Kategori jangka menengah dilakukan dengan cara mengevaluasi, menata, dan meninjau ulang keberlakuan sejumlah kebijakan yang menekan dan tidak selaras dengan kondisi masyakat baik dari eksekutif maupun legislatif termasuk kebijakan kenaikan tunjangan Anggota DPR. Dalam katagori jangka panjang, perlu dilakukan evaluasi dan pembangunan sistemik berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan, penataan sistem politik termasuk berkaitan dengan Partai Politik dan Pemilu didalamnya yang tentu muaranya untuk menghadirkan postur dan konfigurasi Anggota DPR yang merepresentasikan kepentingan rakyat, kinerja, dan kebijakan yang akan dihasilkan.

Tentu efektivitas langkah dan kebijakan Presiden sebagaimana dinyatakan dalam konferensi pers sebagai wujud hadirnya (kembali) Negara dalam mengatasi situasi demonstrasi yang berlangsung saat ini dapat dideteksi dari langkah-langkah senyatanya yang dapat menjawab berbagai persoalan yang menjadi trigger (pemicu) gerakan aksi demonstrasi maupun berbagai ekses-ekses yang ditimbulkannya.

Dengan pendekatan terori manajemen untuk mengatasi persoalan aksi demonstrasi yaitu tahapan input – proses – output, maka dapat dinyatakan bahwa berbagai kebijakan dan perkataan serta perilaku Anggota DPR sebagai inputnya, maka pres release Presiden dengan janji mengatasi berbagai penyebab dan masalahnya sebagai proses yang kita nantikan langkah dan efektivitasnya, dan berbagai solusi yang lebih sistemik sebagai output-nya untuk menghadirkan Indonesia yang lebih baik.

Dengan kerangka yang demikian, maka kehadiran kelompok massa dan entitas Mahasiswa dalam berdemonstrasi mesti ditempatkan pada posisi yang dapat menjadi ‘energi’ baik bagi perubahan Indonesia yang lebih baik, di samping hal tersebut juga dijamin oleh Konstitusi Indonesia, sekaligus sebagai exersice bagi aparat keamanan untuk menghadapi cara penyampaian aspirasi dari masyarakat secara lebih humanis dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana juga dijamin oleh Konstitusi kita untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia, dan juga sebagai pembuktian akan bekerjanya pemerintahan dalam menjalankan kekuasaannya baik dalam lapangan eksekutif maupun legislatif yang berpihak kepada rakyat dengan memahami keadaan rakyat yang senyatanya dihadapi, semoga. (*)




Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama
 
Top