PAPUASELATAN, PAPUA -- Nggayu, sebuah kampung di distrik Ulilin, berjarak 234 km atau sekitar 5 jam perjalanan dari Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan. Kampung ini menjadi tempat tinggal para transmigran dari berbagai daerah di Indonesia, menjadikan masyarakat di dalamnya majemuk.
Pengalaman perjalanan dari Merauke hingga ke Nggayu menjadi potensi atraksi yang ditawarkan, mulai dari melihat musamus (rumah semut), melewati kawasan Taman Nasional Wasur, titik 0 Kilometer Merauke-Sabang, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota yang menghubungkan wilayah paling timur Indonesia dengan Papua New Guinea, hingga Wisata Rawa Cinta yang ada di Nggayu.
Supandi, Kepala Kampung Nggayu, mengajukan pengembangan pariwisata di Kampung Nggayu melalui aplikasi Desanesha, aplikasi garapan Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (DRPM ITB).
DRPM ITB bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia dalam mengembangkan desa wisata di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Latar belakang tersebut menghasilkan program "Pengembangan Desa Nggayu, Merauke, Menuju Desa Wisata Unggul di Timur Indonesia", yang dilaksanakan pada 24-29 September 2024 di Kampung Nggayu.
Tim berasal dari Program Studi Perencanaan Kepariwisataan, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB, dipimpin oleh Alhilal Furqan, B.Sc., M.Sc., Ph.D., dosen SAPPK ITB, dibantu oleh Affrida Amalia, Hafsah Restu Nurul Annafi, Muhammad Ali Sukran, Arief Fadhillah, dan Sofia Nur Fatimah selaku asisten peneliti dan mahasiswa.
Kegiatan diawali dengan kunjungan ke Dinas Kepemudaan Olahraga Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Papua Selatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Desa (DPMK) Kabupaten Merauke, dan Dinas Pariwisata Kabupaten Merauke. Selanjutnya, kunjungan dan observasi wilayah di Kampung Nggayu.
Puncak kegiatan pengmas ini yaitu Focus Group Discussion (FGD) pada Jumat (27/9/2024), membahas pemetaan potensi dan kendala Kampung Nggayu dalam mengembangkan pariwisata.
FGD ini dihadiri oleh 40 peserta, mulai dari Camat Distrik Ulilin hingga perangkat Kampung Nggayu yang terdiri atas, Kepala Kampung, Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtikmas), BUMK, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Karang Taruna Desa Nggayu, Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam), Rukun Keluarga (RK), Rukun Tetangga (RT), Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Peserta FGD mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi Kampung Nggayu, terutama terkait dengan pengelolaan wisata Rawa Cinta.
"Naik turunnya pengunjung Rawa Cinta sangat fluktuatif," ungkap Umar, mantan anggota Pokdarwis.
"Kulinari menjadi kekurangan terbesar kami. Tidak semua pengunjung membawa bekal, sementara fasilitas permainan, keamanan, dan kenyamanan sudah maksimal," ujarnya
Didi Suwardi, Bamuskam, menyoroti pentingnya peran pemerintah. "Kami iri melihat daerah lain yang mendapat dana pusat untuk membangun pariwisata. Di sini kami mengandalkan dana desa. Jalan yang masih buruk menjadi kendala utama," ujarnya.
Alhilal menekankan komitmen ITB dan Kementerian Desa dalam mendukung pengembangan desa wisata di Kampung Nggayu. "Kami akan terus mendorong dan memfasilitasi pengembangan wisata di Kampung Nggayu," katanya.
Tim ITB dan pihak Kampung Nggayu berharap kerja sama ini dapat berlanjut dan terus berkembang. Mereka yakin bahwa dengan kolaborasi yang kuat dan komitmen yang tinggi, Kampung Nggayu dapat berkembang menjadi desa wisata unggul di Timur Indonesia, memberikan dampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
#adv/ede