JAKARTA -- Indeks Kebebasan Ekonomi (Index of Economic Freedom) Indonesia di 2019 sebesar 65,8 atau naik 1,6 poin dari posisi sebelumnya. Dengan pencapaian tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-56 dari 186 negara, melesat dari tahun sebelumnya yang menduduki peringkat ke-69 dengan nilai 64,2. 

Jika disempitkan per kawasan, Indonesia berada di peringkat ke-11 di antara 43 negara di Asia-Pasifik. Nilai kebebasan ekonomi Indonesia tersebut melampaui rata-rata Asia Pasifik sebesar 60,6 bahkan dunia yang hanya 60,8. 

Indeks Kebebasan Ekonomi adalah ukuran kebebasan ekonomi yang didesain oleh Heritage Foundation, lembaga penelitian yang paling berpengaruh di AS, sejak 1995. 

Kebebasan ekonomi ditandai oleh kuatnya perlindungan atas hak milik pribadi, tarif pajak yang rendah, iklim usaha yang sehat, stabilitas moneter, serta keterbukaan terhadap arus perdagangan global.

Negara yang memiliki tingkat kebebasan ekonomi yang tinggi, memiliki kebebasan yang baik untuk masuk dan bersaing dalam pasar global. Negara tersebut juga bisa memberikan kesempatan dan kesejahteraan bagi warga negaranya.

Ada 12 aspek yang dinilai untuk mengukur kebebasan ekonomi suatu negara, mulai dari aturan hukum (hak properti, efektivitas peradilan, dan integritas pemerintah); ukuran pemerintah (beban pajak, belanja pemerintah, dan kesehatan fiskal); aturan yang efisien (kebebasan bisnis, kebebasan bekerja, dan kebebasan moneter); hingga keterbukaan pasar (kebebasan perdagangan, kebebasan berinvestasi, dan kebebasan finansial).

Berdasarkan laporan Index of Economic Freedom 2019, aspek ekonomi di Indonesia yang meningkat tajam adalah kebebasan berbisnis, investasi, dan efektivitas peradilan. Namun aspek yang mengalami penurunan adalah tenaga kerja. 

Langkah pemerintah yang membongkar hambatan investasi asing masuk dinilai mampu meningkatkan skor kebebasan berinvestasi. 

"Pemerintah yang berpikiran reformasi telah membongkar beberapa hambatan yang sebelumnya diberlakukan untuk investasi asing," tulis laporan tersebut seperti dilansir dari kumparan, Senin (25/2/2019). 

Namun demikian, tenaga kerja di Indonesia yang tidak fleksibel dan sejumlah aturan proteksionis di sektor sumber daya alam masih menjadi hambatan dalam kebebasan ekonomi. 

"Kendala yang masih ada yaitu pasar tenaga kerja yang tidak fleksibel, aturan proteksionis yang sudah lama mengatur perdagangan dan investasi asing di sektor ekstraktif, dan subsidi untuk sejumlah perusahaan milik negara," jelas laporan tersebut. 

Dalam tiga tahun terakhir, belanja pemerintah Indonesia rata-rata sebesar 16,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sementara defisit anggaran sebesar 2,5 persen dari PDB. Utang sektor publik (pemerintah dan bank sentral) setara dengan 28,9 persen terhadap PDB. 
Berbeda dengan Indonesia, Hong Kong menempati posisi teratas sebagai negara yang memiliki ekonomi paling bebas di Asia Pasifik maupun di dunia, dengan nilai 90,2. Posisi ini bertahan selama dua tahun berturut-turut. 

Pusat keuangan dan bisnis yang sangat kompetitif membuat Hong Kong menjadi salah satu ekonomi paling tangguh di dunia. Kualitas hukum yang sangat tinggi di Hong Kong memberikan perlindungan yang efektif terhadap hak-hak properti. 

Meski ada sedikit toleransi untuk korupsi, namun tingkat transparansi yang tinggi meningkatkan integritas pemerintah Hong Kong. Aturan yang efisien dan keterbukaan terhadap perdagangan global mendasari iklim kewirausahaan yang dinamis di Hong Kong.

Dalam tiga tahun terakhir, belanja pemerintah Hong Kong sebesar 17,9 persen terhadap PDB, sementara neraca anggaran negaranya surplus 3,4 persen terhadap PDB. Utang publik setara dengan 0,1 persen terhadap PDB. 

Sementara Singapura berada di bawah Hong Kong, yakni peringkat ke-2 di kawasan Asia Pasifik maupun dunia, dengan nilai 89,4. 

Singapura sukses sebagai ekonomi dengan sistem pasar yang bebas dan maju. Hal ini karena sebagian besar bisnisnya yang sangat terbuka dan bebas korupsi, kebijakan moneter dan fiskal yang berhati-hati, dan kerangka hukum yang transparan. 

Pemerintah Singapura terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan industri aktif, seperti pemberian insentif fiskal, meningkatkan investasi publik, mendorong pengembangan keterampilan yang menarik bagi investor asing, dan berfokus pada diversifikasi ekonomi.

Dalam tiga tahun terakhir, belanja pemerintah Singapura sebesar 17,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sementara neraca anggaran negaranya surplus 4,3 persen terhadap PDB. Namun utang publik Singapura setara dengan 110,9  persen terhadap PDB.

(kpc/fir)
 
Top