Oleh: Obral Chaniago #


PEMILIHAN Gubernur Sumatera Barat (Pilgub Sumbar) pada 9 Desember 2020 sudah di ambang pintu. 

Genderang Pilgub Sumbar telah ditabuh. Empat pasangan Calon Gubernur Sumbar sedang bertarung di gelanggang kampanye virtual bahkan kampanye manual secara terselubung tak pula bisa dipungkiri di masa pandemi Covid 19 ini. 

Nyaris tak luput dari pembicaraan masyarakat Sumbar, empat pasangan calon gubernur terus viral ditulis dan ditayangkan di berbagai media sosial, media onlin, televisi dan media cetak, media suara radio dan media grup What'Apps tak ketinggalan dengan sesama teman satu grup What'Apps dengan cuitan cuitan pengantar tidur menjelang mata mengantuk. 

Selain dari berbagai media elektronik dan media cetak serta media lainya, bahwa masyarakat ada pula yang doyan lewat ponsel TM ON atau video coll, ikutan menebar informasi positif guna menjangkau sosialisasi pada Pilgub Sumbar supaya tak ada lagi masyarakat yang tidak kenal dengan ke-4 pasangan calon gubernur Sumbar, diantaranya Mahyeldi bersama pasanganya, Nasrul Abit bersama pasanganya, Mulyadi bersama pasanganya, dan Fachrizal bersama pasanganya. 

Jika didengar omongan masyarakat baik dikedai kedai kopi setengah, dan ditempat ngumpul, bila masyarakat ngumpul sudah lebih dari 2 orang, sambil duduk nongkrong dimana pun lokasinya ditengah sawah/kebun, pasar, rumah ibadah, dan di rumah pribadi pun, maka masyarakat sambil ngerumpi sudah dapat dipastikan ngobrolnya adalah siapakah calon gubernur Sumbar yang bakal menang. 

Jika kita amati untuk tahun ini Pilgub Sumbar kali ini tak ada lagi kekecewaan masyarakat menilai para Partai Politik (Parpol) telah hebat memilih kandidatnya untuk mengusung calon gubernur ini dari ke-4 pasangan yang terbilang putra putra terbaik Sumbar. 

Sehingga dimana pun kita bertanya kepada masyarakat luas di Sumbar ini mereka tak Kecewa lagi karena ke-4 pasangan calon gubernur Sumbar keinginan masyarakat merasa telah terwakili.

Kita sangat yakin masyarakat peserta pemilih pada Pilgub Sumbar ini nyaris tak ada lagi yang bakalan Golput atau tidak ikut memilih. 

Sekarang kita bicara tentang Pilgub Sumbar saja, karena tak saatnya lagi membaca profil kandidat. 

Tetapi yang dibaca adalah peserta pemilih di Pilgub Sumbar kali ini "Tagak Kampuang Bela Kampuang".

Konotasi ini tidak meramal, tidak teka teki, tetapi disini kita melihat fenomena yang berkembang ditengah tengah masyarakat. 

Diyakini masyarakat Sumbar cerdas memilih. Karena dari ke-4 petarung dikancah Pilgub Sumbar ini merupakan petarung petarung yang sudah dikenal dikancah politik di tingkat nasional sebagai politisi, sebagai birokrasi,  sebagai korps, ditingkat nasional pada umumnya dan di daerah Sumbar khususnya. 

Ke-4 pasangan calon gubernur ini ada yang akan berakhir masa jabatanya dan ada pula jabatannya masih panjang dengan rentangan waktu bisa kembali ke jabatan semula jika ia tak dapat memetik hasil kemengan pada Pilgub Sumbar Tahun 2020 ini.

Tetapi bagi yang tak dapat memetik hasil kemenangan pada pilgub kali ini tentu masih ada hasil yang dipetik yakni bagi kandidat yang sengaja menebar pesona di periode ini, supaya pemilihnya jangan lupa pula denganya. Sehingga kita yakin keinginan di periode tahun 2024 nanti akan dia coba lagi. 

Kandidat yang baru nongol di Sumbar dapat modal dikenal pada periode Pilgub Sumbar kali ini. Dan, dia bisa menjadi calon walikota pada periode berikutnya di daerah yang ia inginkan. 

Yang tak menang kembali bertugas sesuai jabatan yang sedang ditinggalkan sementara selama masa Pilgub berlangsung. 

Betapa indahnya hidup ini di kancah perpolitikan nasional pada saat ini. Yang kalah bertarung bisa pulang kembali lalu jadi pemimpin warga kota, atau jadi pemimpin di daerahnya kembali sesuai dari jabatan yang sedang ditinggalkan. Sekaitan ini bisa berlaku demikian karena tatanan demokrasi di republik ini memang demikian adanya, karena tatanan demokrasi sesuai dengan Undang undang yang baru mirip dengan tatanan demokrasi kerajaan. 

Karena dalam tatanan demokrasi di negara yang benar-benar maju, calon kandidat itu tidak bisa kembali lagi pada jabatan semula yang sedang ditinggalkan jika kalah bertarung, tak bisa lagi kembali memimpin pada jabatan yang sedang ditinggalkan. 

Jika kandidat yang kalah tak dapat kembali sesuai dengan undang undang dan aturan yang berlaku di republik ini, baru kita bisa acungkan jempol, bahwa petarung petarung itu memang berjiwa politisi. Sekaitan ini pula, karena petarung harus berhenti dari jabatanya semula, bukan sebatas cuti di masa bertarung sebagai kandidat. Entah kapan republik ini bisa demikian, tentu bila undang undangnya yang mengatur tentang itu jika telah dilahirkan.

Pemilih di Pilgub Sumbar, Tagak Kampuang Bela Kampuang

Berani berkata demikian, pemilih tagak kampuang bela kampuang. Berdasarkan histori dari 4 pasangan calon gubernur yang berasal dari daerah kabupaten dan kota yang berbeda di daerah Propinsi Sumbar. 

Maka kita bicara siapa pemenangnya di Pilgub kali ini, lihat saja nanti. Mana daerah yang jumlah penduduknya lebih padat dari daerah lawan atau rivalnya, maka itulah kandidat yang meraih kemenangan dari hasil pertarungannya.

Kita boleh saja berbicara sebagai masyarakat berbincang tentang Pilgub, kemana arah dan keinginan masyarakat,  masyarakat ada yang memuji atau mencerca kandidat lewat teman bicaranya saat sedang berada di mana pun. Sudah dapat dipastikan bahwa masyarakat tersebut sebagai warga kota dan kabupaten dari saerah tersebut dia berasalnya.

Yah, fenomena seperti itu lumrah saja dalam masa pilkada. Tetapi jangan sampai sebagai warga kota yang berasal dari daerah yang berbeda, jangan pula dijadikan masa pilkada sebagai penyebab terputusnya jembatan hati dengan sesama. Masa Pilkada atau masa Pilgub Sumbar adalah warna percaturan politik. Bukan perbedaan, tetapi tujuan. 

Sedangkan yang diinginkan oleh rakyat adalah kemakmuran. 

Warna percaturan politik konsepnya adalah konvensional, bukanlah syari'at. 

Publik sebagai peserta pemilih jangan pula mencampuradukkan antara warna politik secara konvensional dengan hubungan keyakinan. Warna politik secara konvensional adalah demokrasi, sedangkan mencampuradukkan warna politik dengan keyakinan hal ini merupakan kebutaan tentang berdemokrasi, sedangkan keyakinan yang dianut bila dimasukan ke rongga demokrasi, maka hal ini bukanlah warna demokrasi, tetapi sekaitan ini namanya adalah militan, daerah hisme, fluralisme, dan hal seperti ini bukanlah cara dewasa berpolitik, dan bahkan belum cerdas berdemokrasi. 

Masyarakat yang cerdas memilih serta cerdas berdemokrasi ia bisa membaca peta politik secara nasional, walau pun kebutuhannya lokal daerah propinsi. 

Perlu diingatkan, penguasa di republik ini Parpol pengusung dan Parpol kolaborasinya. 

Nah, kita perlu menoleh kedepannya jika bicara soal anggaran daerah Propinsi Sumbar yang lebih dominan dibangun dengan anggaran perimbangan pemerintah pusat. Kecil dan besarnya anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan disegala bidang dari pemerintah pusat ke propinsi, bergantung pula seberapa besarnya dana pendampingan dari pemerintah Propinsi Sumbar atau dana sharing yang dapat dipergunakan untuk satu objek sasaran. Besar dan kecilnya angggaran yang digelontorkan dari pemerintah pusat ke propinsi tergantung lagi dana pendampingan yang harus melebihi dari 60 persen pemerintah pusat dari kekuatan anggaran propinsi. Jadi, besar dan kecilnya anggaran yang didapatkan oleh propinsi dari pemerintah pusat, bukanlah karena faktor kedekatan kolaborasi Parpol, melainkan atas kemampuan dana pendampingan dari propinsi. 

Kita jangan sampai berpikir bahwa Sumbar sedang termarginalkan oleh anggaran pemerintah pusat. Tetapi minimnya anggaran dari pemerintah pusat berdasarkan karena minimnya pula dana pendampingan dari pemerintah daerah propinsi Sumbar. 

Tak tepat pula kita berkaca untuk perbandingan bahwa cepat selesainya pembangunan jalan tol di propinsi yang berbeda. 

Tentang hal ini dua kemungkinan. Pertama, Pemprop bersama pemda setempatnya cepat menyelesaikan pembebasan lahan. Selain itu, yang keduanya,.. di daerah propinsi yang berbeda cepatnya selesai pembangunan jalan tol berdasarkan tingginya moda transfortasi angkutan orang dan angkutan barang antara 2 daerah propinsi yang berbeda. 

Jangan dikira terlambat pembangunan jalan tol di wilayah Propinsi Sumbar, karena Sumbar termarginalkan oleh pemerintah pusat,  hal ini tak demikian, melainkan karena terlambatnya tenggang waktu pembebasan lahan, bukanlah karena daerah Sumbar termarginalkan oleh pemerintah pusat. 

Sehingga di daerah tertentu cepatnya rampung pembangunan jalan tol karena pemerintah daerahnya tepat waktu menyelesaikan pembebasan lahan dan tingginya moda transportasi yang teramat membutuhkan adanya jalan tol di daerah tersebut. 

Jangan dikira ekonomi Sumbar bisa bergerak pesat. Jika ada rencana pembangunan jalan tol atau telah adanya jalan tol. Terkadang kita perlu beranalogi untuk berkaca diri. Dengan pesatnya geliat ekonomi di daerah propinsi tetangga maka pembangunan infrastruktur moda transformasi ekonomi secara pisik sudah pastilah terimbas oleh kemajuan geliat ekonomi propinsi tetangga. 

Coba ingat mana yang pesat moda transportasi Sumbar-Propinsi Riau jika dibanding dengan moda transportasi angkutan barang dan moda transportasi angkutan orang dari Propinsi Sumbar ke Propinsi Jambi, dan ke Propinsi Bengkulu. 

Sudah pastilah lebih pesat moda transportasi dari Sumbar ke Propinsi Riau. Karena dua propinsi ini saling membutuhkan antara propinsi Sumbar dengan Riau. Riau produksi berekonomi tinggi sedangkan masyarakat Sumbar memanfaatkan peluang ekonomi daerah tetangga untuk berdagang dari skala parto polio sampai pada level pedagang riteil. 


Pesan kita disini, jadilah pemilih cerdas jangan terlena oleh buaian candidat yang pintar bersedih, pintar menangis, dan pintar berorasi. Masyarakat pemilih juga harus pintar beranalogi, dan menganalisa.

Pemilih jangan terjebak dengan kilas balik percaturan politik di Pilgub. Tetapi yang dibutuhkan masyarakat adalag pembangunan sektor ekonomi bisa bergerak cepat di masa pandemi Covid 19 ini. 

Sedangkan peranan gubernur sebagai pemimpin di daerah propinsi adalah regulasi yang menjembatani ke pemerintah pusat. 

Kemajuan ekonomi di daerah propinsi bersangkutan tidak terletak dipundak gubernur melainkan kemajuan transformasi ekenomi erat kaitannya dengan kiprah rakyat. Jika kiprah rakyat pesat menggerakan roda ekonomi pihak swasta pun akan bisa juga sebagai regulasi menjembatani ke pemerintah pusat untuk mengajukan program pembangunan jalan tol. Ada kok para kontraktor profesional bisa menjembatani kebutuhan moda transformasi ekonomi, dengan moda transportasi angkutan barang dan angkutan orang. Yang dibutuhkan rakyat bukanlah siapa gubernurnya, tetapi siapa gubernurnya yang tidak suka dengan kecemburuan sosial dan politik. Jika pemilih, terpilih gubernur yang suka dengan kecemburuan sosial dan politik, maka rakyat pemilih akan menjadi korban kecemburuan sosial dan politik dari kandidat terpilih. Sedangkan yang diinginkan rakyat adalah bagaimana supaya geliat ekonomi bergerak pesat. Tetapi bukanlah yang diinginkan rakyat gubernur sebagai penghalang pembangunan. 

Jika rakyat terpilih gubernur yang doyan menjadi penghalang pembangunan di sektor investasi, maka keinginan rakyat dalam memperoleh lapangan pekerjaan juga akan jadi terhalang. Karena politisi lebih pilih memenang bertarung secara politis dari pada pilih lebih mementingkan pertarungan ekonomi yang dibutuhkan rakyat yang teramat memerlukan lapangan pekerjaan.

Karena lapangan pekerjaan merupakan sumber kehidupan bagi buruh dan tenaga kerja. Dengan tidak  tumbuhnya lapangan kerja baru maka sempitlah sumber kehidupan untuk didapatkan oleh rakyat. 

Pasalnya, rakyat tidak membutuhkan cantiknya orasi dari kandidat, tetapi yang diperlukan rakyat adalah gubernurnya yang tidak suka menghalangi halangi para investor untuk membangun wadah transformasi kemajuan ekonomi di Sumbar.

Pemilih jangan lengah menilai tentang hal ini, tak dipungkiri pula di salah satu daerah, karena lambatnya geliat pembangunan infrastruktur ekonomi secara fisik di daerah bersangkutan, bukanlah karena komoditi sumber daya alam (SDA)nya yang tak ada di negeri itu. Tetapi bila pemimpin di negeri itu lebih mementingkan kecemburuan sosial dan politik, maka rakyatnya akan menjadi korban dari himpitan ekonomi. 

Geliat ekonomi di daerah tetangga jauh lebih hijau karena pemimpinnya berjiwa harmonisasi. Demikian, semoga saja rakyat cerdas jadi peserta memilih pada Pilgub Sumbar, kali ini.

#Penulis adalah jurnalis

 
Top