Oleh: Nadirsyah Hosen
YO, bro and sis, coba bayangin: ruangan sederhana, cuma meja bulat sama bendera Merah Putih di sudut. Di atas meja, naskah Pembukaan UUD 1945 kayak baru ditulis. Di situ, Panitia Sembilan—sembilan tokoh yang ngerancang dasar negara—seolah balik dari masa lalu buat ngeliat Indonesia sekarang, 80 tahun setelah merdeka, dan ngobrolin apa yang harus dilakuin biar 2045 kita beneran bikin bangga. Mereka ngajak lo ngobrol, sebagai anak muda yang punya power di medsos, kreativitas, dan nyali buat bikin perubahan.
Siapa Panitia Sembilan? Dan Kenapa Lo Harus Peduli?
Mungkin nama kayak Soekarno, Hatta, atau Wahid Hasyim gak langsung nge-click di kepala lo. No worries, mereka gak nyuruh lo hapal sejarah. Mereka ini tim yang bikin fondasi Indonesia merdeka—pake ide, perjuangan, dan visi biar lo sekarang bisa bebas berekspresi di medsos atau ngejar mimpi. Sekarang, mereka pengen connect sama lo, anak muda yang aktif bikin konten, speak up soal isu, dan kritis sama dunia. Mereka ngomongin masalah real yang lo hadapi—harga diri bangsa, politik yang bau kepentingan, sampe rakyat kecil yang masih susah naik kelas—tapi dengan vibe masing-masing, biar tetep otentik.
Soekarno: “Saudara-saudara muda, 80 tahun kita merdeka! Tapi apa kemerdekaan itu udah ngena ke hati kalian? Dulu kami berjuang, rela keringat dan darah, biar bangsa ini punya martabat. Sekarang, tiap 17-an bendera berkibar, tapi masih ada yang ngerasa gak punya tempat di negeri sendiri. 2045, aku pengen Indonesia jadi pusat peradaban, bukan cuma pasar buat brand luar atau cuma bahan konten di medsos. Kalian, yang punya energi dan ide, bisa bikin itu nyata. Pilih bikin perubahan atau cuma ngepost buat likes?”
Hatta: “Bung Karno, semangatmu tak pernah padam. Tapi kemerdekaan itu soal keadilan, bukan cuma gengsi. Dulu aku mundur dari jabatan karena demokrasi mulai goyah. Sekarang, politik masih sering dikuasai duit, bukan hati. Kalian, yang suka nge-call out ketidakadilan di medsos, punya potensi bikin 2045 beda: demokrasi yang beneran pro rakyat. Tapi, kalian cuma kritik atau kasih solusi? Apa kalian percaya sama sistem sekarang buat bikin perubahan?”
Yamin: “Saudara Hatta, benar. Tapi cek alinea pertama Pembukaan: penjajahan harus dihapuskan. Dulu kita lawan kolonial pake bambu runcing, sekarang musuhnya lebih licin—utang, korporasi asing, sampe budaya yang bikin lupa jati diri. 2045, Indonesia harus jadi pencipta, bukan cuma konsumen. Kalian, yang jago bikin konten atau ngulik teknologi, kuasain skill, bikin inovasi, biar Indonesia gak cuma ngikutin tren, tapi nentuin arah dunia.”
KH Wahid Hasyim: “Saudara Yamin, jati diri itu bukan cuma budaya, tapi iman dan akhlak. Kami tulis ‘atas berkat rahmat Allah’ di UUD sebagai amanah, bukan sekadar kata. Aku prihatin, agama malah dipakai buat memecah, bukan nyatuin. 2045, aku ingin Indonesia maju teknologi, tapi tetap punya jiwa, seperti yang diajarkan pesantren. Kalian, yang peduli soal mental health dan kebersamaan, bisa bikin Indonesia jadi teladan: modern, tapi penuh nilai. Siap jaga keseimbangan ini?”
Agus Salim: “Wahid, kata-katamu selalu penuh rahmat. Tapi dengar, janji kita soal ‘perdamaian abadi’ belum sepenuhnya nyata. Dulu, kita jadi suara bangsa tertindas di Konferensi Asia-Afrika. Sekarang, Indonesia sering main aman di dunia. 2045, kita harus berani jadi solusi buat konflik global, bukan cuma penonton. Kalian, yang ngebahas isu lingkungan atau hak asasi di medsos, bikin suara Indonesia didenger dunia, yuk!”
Abikoesno Tjokrosoejoso: “Saudara-saudara, dulu kita debat sengit soal Piagam Jakarta, tapi sepakat persatuan adalah inti bangsa. Sekarang, perpecahan masih mengintai—suku, agama, golongan. 2045, kita harus dewasa merangkul beda. Persatuan itu soal hati yang lapang, bukan seragam. Kalian, yang suka kolab sama berbagai komunitas, bisa bikin persatuan ini nyata, bukan cuma tagar di medsos.”
Kahar Muzakir: “Negara ini berdiri atas nilai Ilahi dan moral. Tanpa itu, pembangunan cuma kosong. Dulu, kami di Muhammadiyah bikin sekolah biar rakyat melek. Sekarang, kalian punya akses ilmu di ujung jari. 2045, bikin Indonesia gak cuma punya gedung tinggi, tapi juga jiwa yang besar. Jangan cuma ngejar views, tapi kejar dampak yang ubah hidup orang.”
Soebardjo: “Kahar, setuju. Tapi keadilan juga harus kita bawa ke dunia. Dulu, kita perjuangin pengakuan kemerdekaan. Sekarang, dunia lagi kacau—perang, kelaparan, ketimpangan. 2045, diplomasi Indonesia harus jadi jembatan perdamaian, bukan cuma ikut arus. Kalian, yang suka ngebahas isu global di medsos, bikin Indonesia punya peran besar, dong.”
A.A. Maramis: “Alinea keempat UUD bicara keadilan sosial buat semua. Tapi realita? Masih banyak yang tersisih. 2045, hukum harus adil, pemerintah harus bersih, kebijakan harus pro rakyat kecil. Minoritas juga harus dilindungi. Kalian, yang suka ngomongin diversity, ini tanggung jawab kita bersama. Jangan cuma wacana, tapi bikin nyata.”
Bayangin, mereka ini kayak mentor yang nge-draft masa depan Indonesia, masing-masing dengan karakter asli: Soekarno penuh api, Hatta kalem dan tajam, Wahid Hasyim penuh hikmah. Mereka ngajak lo, anak muda yang aktif di medsos, bikin konten, atau speak up soal isu, buat bikin perubahan. Masalah real yang lo hadapi? Harga diri bangsa yang kadang luntur di tengah budaya global, politik yang masih dikit-dikit duit, sampe rakyat kecil yang susah naik kelas. Mereka percaya, lo punya power buat bikin 2045 jadi era Indonesia yang gak cuma gede, tapi punya makna.
Call to Action buat Kalian:
Soekarno: Bikin konten yang ngasih inspirasi, bukan cuma buat pamer.
Hatta: Kritik sistem yang gak adil, kreatif, tapi jangan reaktif.
Yamin: Kuasain teknologi, biar Indonesia jadi penentu tren, bukan pengikut.
Wahid Hasyim: Jaga nilai dan akhlak, tapi tetep terbuka sama yang beda.
Agus Salim: Speak up buat isu global, dari lingkungan sampe perdamaian.
Abikoesno: Kolab sama yang beda, biar persatuan gak cuma kata-kata.
Kahar Muzakir: Kejar ilmu, bukan cuma engagement di medsos.
Soebardjo: Bikin Indonesia punya suara di dunia, gak cuma ikut-ikutan.
Maramis: Perjuangin keadilan, terutama buat yang tersisih.
Dirgahayu Indonesia ke-80!
80 tahun merdeka. 2045 ada di tangan lo. Mau jadi generasi yang cuma scroll, atau generasi yang bikin sejarah? 20 tahun lagi Indonesia masuk 100 tahun, nasibnya ya tergantung lo sekarang ini mau ngapain. Kasih paham sama dunia, lo itu hebat! (*)
Tabik,