Puisi Mitha Pisano
Secangkir kopi sore, kuhirup getir,
aromanya pekat yang tak mencoba berdusta,
seperti hidup, yang tak selama manis,
namun entah kenapa, tetap kucari juga.
Lidah ini sudah terbiasa mengecap kecewa,
bagai kopi tanpa gula di sudut meja,
mengendap di dasarnya, pekat tanpa harap,
namun hangatnya tetap menenangkan dada.
Bukankah luka juga demikian?
Tidak pernah benar-benar hilang,
hanya kita belajar menelannya pelan,
hingga pahit pun terasa biasa di ingatan.
Tak semua yang hilang harus ditangisi,
seperti pahitnya kopi yang tak perlu disesali,
cukup dinikmati, biar waktu mengajari,
bahwa rasa getir pun punya makna.
Ada rasa rindu yang tak sempat untuk diucapkan,
terkubur di balik gelas-gelas yang dingin,
ada harapan yang hancur perlahan,
namun tetap kugenggam, walau pun hampir hilang.
Setiap tegukannya mengingatkanku,
bahwa hidup bukan saja tentang rasa yang utuh,
kadang getir, dan terkadang hambar,
namun akan selalu ada ruang untuk diterima.
Kopi ini pahit, ya, itu aku tahu,
tapi masih bisa kutelan tanpa ragu,
seperti kenangan buruk yang enggan beranjak pergi,
kupeluk saja, biar menjadi bagian dari diri.
Dan pada akhirnya,
bukan hanya soal manis atau pahitnya rasa,
tapi bagaimana kita bisa berdamai
dengan apa yang tertinggal di sisa-sisa cangkirnya.
Cerita Sore 5 Februari 2025
@hatipena