Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
MALAM tadi saya mengenalkan Yossi Irianto, mantan Sekda Kota Bandung yang dijebloskan ke penjara. Kali ini mau ngenalkan wakil rakyat dari daerah sendiri. Tepatnya di Kota Singkawang Kalbar. Yang terhormat ini nafsu birahinya tinggi sampai anak di bawah umur pun digarap. Ia pun divonis 12 tahun penjara dan denda dua miliar. Siapkan kopinya, mari kita kenalan dengan pria yang sering memakai kopiah putih ini.
Wahai rakyat jelata, angkat topi! Mari kita beri tepuk tangan paling membahana untuk sosok yang telah menembus batas imajinasi kita tentang arti kata “wakil rakyat”. Inilah dia, pria penuh kharisma dan libido politis, Haji Aman. Tak sembarang orang bisa mencapai prestasi langka seperti beliau. Terpilih, dilantik, dan dipenjara. Itu bukan sekadar hattrick, itu mah trilogi kepelacuran moral dalam balutan jas kehormatan.
Lahir di Capkala, 23 Desember 1975. Haji Herman alias Haji Aman bertumbuh di era di mana malu masih dianggap nilai luhur, tapi entah kenapa justru memilih jalan ninja sebagai predator anak. Oh, Haji Aman. Engkau bukan sekadar politikus, engkau adalah pelukis tragedi dalam bingkai pesta demokrasi. Saat rakyat berharap pada dewan, kau justru berharap pada kegelapan.
Bayangkan, wak! Seorang wakil rakyat diusung partai yang menyuarakan dakwah, seharusnya jadi teladan, malah jadi legenda urban di mimpi buruk anak-anak kecil. Dapat 1.554 suara sah yang kau raup bukan lagi angka, tapi jumlah wajah yang kini harus menunduk malu. “Itukah yang kami pilih?”
Tapi jangan salah. Haji Aman bukan pria biasa. Ia diundang ke pelantikan meski sudah jadi tersangka. Bukan main-main. Beliau menghadiri pelantikan seperti menghadiri reuni keluarga, senyum semringah seperti baru dapat doorprize, padahal sebenarnya ia sedang dalam antrean menuju bui. Dunia politik memang lucu, tapi Haji Aman berhasil menjadikannya badut sarkastik berstandar internasional.
Vonis 12 tahun penjara? Itu hanyalah tanda bahwa semesta masih waras. Tapi 12 tahun tidak cukup untuk menebus trauma seorang anak yang masa kecilnya dilahap tikus berdasi. Denda dua miliar? Restitusi seratus tiga puluh juta? Angka-angka itu cuma kosmetik akuntansi, luka batin korban tak bisa dihitung pakai kalkulator DPRD.
Tentu saja, jangan lupakan elemen wajib sinetron politik, sang kuasa hukum yang menyebut semua ini sebagai “politis”. Ya, tentu, ketika nafsu tak bisa lagi ditutup jas dan dasi, yang disalahkan adalah politik. Mungkin sebentar lagi akan muncul film dokumenter berjudul “Konspirasi Celana Dalam: Skandal Nasional”.
Haji Aman, engkau memang menakjubkan. Seperti komet, engkau melesat cepat, membakar langit integritas, lalu jatuh berdebam membentuk kawah kebusukan. Dari tribun kehormatan kau meluncur ke sel penyesalan. Dari podium pidato ke jeruji dosa. Dari “Yang Terhormat” menjadi “Yang Terkutuk (oleh akal sehat)”.
Tapi jangan khawatir, wahai rakyat. Kita belajar satu hal penting, tak semua yang datang dengan senyum itu malaikat. Kadang, mereka datang membawa kotak suara dan pulang membawa mimpi anak-anak yang dicabik. Kami muak. Muak pada wajah-wajah suci palsu yang di baliknya tersembunyi hasrat menjijikkan.
Jangan sebut ini akhir dari kisah. Ini baru prolog dari perlawanan. Karena setiap anak yang terluka oleh tangan jahat seperti dia, adalah panggilan bagi kita semua untuk menjadikan satu suara kecil lebih berharga dari seribu suara yang memilih setan berbaju pemimpin.
Yang penasaran dari partai mana pak haji ini, kalian bisa search sendiri di google. Foto Ai, bukan sosok sebenarnya, hanya pemanis narasi ini saja. (*)
#camanewak