Jonminofri Nazir


RASANYA film baru dimulai, tiba-tiba sudah habis. Padahal masih banyak yang ingin kita ketahui tentang Yok Koeswoyo, orang terakhir dari anggota Koes Plus yang masih bisa bercerita. Koes Plus adalah warisan budaya Indonesia yang harus dipelihara.

Bayangkan ini: Koes Plus punya 2.000 lebih judul lagu. Ada lagu kasidah, ada lagu natal. Mereka pernah merekam 22 album dalam setahun. Laku. Prestasi ini belum tertandingi hingga saat ini.

Setelah selesai menonton film dokumenter Koesroyo: The Last Man Standing, penonton memberi tepuk tangan panjang. Tapi mereka tidak mengangkat pantatnya meninggalkan ruang bioskop FX CGV Sudirman, Senayan, Jakarta, Minggu (8 Mei 25) yang sedang disiram rintik hujan sore.

Sutradara film ini, Linda Ochy mengatakan kepada penonton yang belum beranjak juga dari kursinya: total panjang film Koesroyo itu 4.5 jam, dengan susah payah dipangkasnya jadi 60 menit. Kelak dia akan menerbitkan film ini versi panjang.

Saya terkesan tiga hal pada film Koesroyo The Last Man Standing ini.

Pertama, totalitas Yok (juga Yon) pada musik. Yok mengutip ajaran Tonny kepada Nomo yang dianggapnya tidak kaffah bermusik karena masih berbisnis. Nomo keluar dari Koes Bersaudara, lalu Mury bergabung. Ada dua keberatan Yok, pertama, Nomo terusir dari Koes Bersaudara, dan ada orang lain (Mury) masuk ke band keluarga ini. 

Karena itu pada Koes Plus volume 1, bukan Yok sebagai pencabik bas. Yok baru gabung kembali pada volume 2 setelah dibujuk-bujuk. Yok bergabung. Sejak saat itu, Yok memberikan waktu sepenuhnya untuk Koes Plus, dan sekaligus melupakan cita-citanya menjadi seorang dokter.

Kedua, Yok cinta nusantara secara total pula. Pada film Koesroyo: The Last Man Standing ini Yok muncul berkopiah hitam, kopiah Sukarno. Di ujung atas bagian depan di sisi kiri kopiah dia menyematkan pin kecil Garuda terbuat dari logam. Gaya Yok ini mengandung pernyataan yang eksplisit bahwa dia mencintai Indonesia dengan kadar penuh. Itu juga terlihat dari komentarnya tentang lagu Nusantara 1 sampai Nusantara 9. Katanya, kami ingin menanamkan rasa memiliki dan mencintai nusantara. Di luar film ini, Yok pernah berkata, “Kalau untuk bangsa ini, mati kita mau.”

Kecintaan Yok pada nusantara juga terungkap lewat lagu “Kolam Susu”. Kata Yok, ungkapan kolam susu ini berasal dari seorang asing yang memuji Indonesia sebagai negara yang kaya dan indah.


bukan lautan hanya kolam susu

kail dan jala cukup menghidupimu

Tiada badai tiada topan kau temui

Ikan dan udang menghampiri dirimu


Ketiga adalah kisah cinta Yok pada Maria Sonya dan Michelle Beguin.


Yok merasa orang biasa dan hanya tukang genjreng-genjreng saja. Sedangkan Sonya adalah gadis cantik, pramugari Garuda, kaya, pemilik pom bensin. Yok merasa berbeda kelas dengan Sonya (kendati dia adalah salah satu pentolan Koes Plus yang amat terkenal pada masa itu). Karena itu, Yok merasa beruntung diterima sebagai suami dari perempuan yang dianggapnya punya kelas di atasnya. Hal ini menunjukkan bahwa Yok sejatinya adalah orang yang rendah hati.

Yok menulis lagu manis “Maria” yang liriknya mengiris hati:


Bila kukenangkan…

Masa hidupmu… Maria…

Kasih dan sayangmu

Setulus hatimu padaku

Walaupun hidupmu penuh derita


“Why do you love me?” juga lagu yang berisi pengagungan pada Sonya. Di film ini Yok menutup wajahnya dengan dua tangannya, dan menangis ketika diputarkan lagu ini. Dia kayaknya terbawa perasaan sedihnya, lalu meminta vinil lagu ini dihentikan. Padahal, di awalnya dia ikutan bernyanyi gembira sekali bersama Sari Yok Koeswoyo. Adegan ini menyentuh sekali.

Kisah cinta Yok dengan Michelle Beguin, juga menyentuh. Michelle perempuan Prancis yang bekerja di Pusat Kebudayaan Prancis di Jakarta, ketika berkenalan dengan Yok. Mereka hidup bersama sampai Michelle wafat pada 29 Januari 2025 ini di Prancis.

Komentar Sari di akhir film ini patut direnungkan: Ayahnya telah berjaya dalam waktu lama dan memberikan kontribusi besar di industri musik Indonesia.”Yok telah menghibur jutaan orang, tapi bagaimana masa tuanya? Siapa yang kaya raya?”

Sejatinya Sari sedang berbicara tentang ekosistem dalam industri musik yang belum berpihak para kreator


Ku jemu dengan hidupku

Yang penuh liku-liku

Bekerja di malam hari

Tidur di siang hari

….

Kerja keras bagai kuda

Dicambuk dan didera

Semua tlah kurasakan

Untuk mencari uang

##



 
Top