JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara dan dakwaan milik tersangka korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101, Irfan Kurnia Saleh. Irfan bakal diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

"Hari ini (6/10/2022), Jaksa Yoga Pratomo telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan dengan Terdakwa Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway ke Pengadilan Tipikor pada PN Pusat," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada awak media, Kamis (6/10/2022).

Ali menerangkan status penahanan Irfan Kurnia Saleh saat ini telah berpindah menjadi wewenang PN Jakarta Pusat.

"Saat ini, status penahanan Terdakwa menjadi wewenang sepenuhnya pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," jelasnya.

Selanjutnya, KPK bakal menunggu keputusan penunjukan majelis hakim dan hari sidang perdana. Nantinya, KPK bakal membacakan surat dakwaan dalam sidang pertama tersebut.

"Untuk agenda sidang pertama dengan pembacaan surat dakwaan, tim jaksa masih menunggu terbitnya penetapan penunjukan majelis hakim dan penetapan hari sidang perdana dimaksud," tutup Ali.

Sebelumnya, tim jaksa KPK telah menerima penyerahan tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) dan juga barang buktinya dalam kasus korupsi Heli AW-101. Berkas kasus tersebut pun telah dinyatakan lengkap dan segera disidangkan.

"Tim Jaksa, (20/2/2022) telah menerima penyerahan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik untuk Tersangka IKS alias JIK," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Rabu (21/9/2022).

"Karena kelengkapan isi berkas perkara dari hasil pemeriksaan tim jaksa terpenuhi dan tercukupi untuk syarat formil dan materiilnya," tambahnya.

Ali mengatakan berkas perkara dan surat dakwaan kasus tersebut juga akan segera dilimpahkan ke tim jaksa di Pengadilan Tipikor.

"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan, segera dilaksanakan tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja ke Pengadilan Tipikor," ujarnya.

Sementara itu, penahanan terhadap tersangka tetap dilanjutkan selama 20 hari, terhitung mulai 20 September hingga 9 Oktober mendatang di rumah tahanan (rutan) Gedung Merah Putih KPK.

Rugikan Negara Rp 224 M

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 ini, Irfan diduga dipercaya oleh panitia lelang untuk menghitung nilai kontrak. Irfan pun diduga menyebabkan kerugian negara senilai Rp 224 miliar.

"Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai HPS (harga perkiraan sendiri) kontrak pekerjaan," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Selasa (24/5/2022).

"Akibat perbuatan IKS, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar," sambung Firli.

Dia menyatakan Irfan aktif bertemu dengan Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) TNI AU. Dalam pertemuan keduanya itu, disebutkan ada pembahasan khusus terkait pelelangan tersebut.

Firli menjelaskan, pada 2016, pengadaan helikopter AW-101 kembali dilanjutkan setelah sebelumnya disetop pemerintah lantaran mempertimbangkan kondisi perekonomian negara saat itu. Irfan diduga menyiapkan persyaratan lelang agar 2 perusahaan miliknya disetujui oleh Fachri.

"Untuk persyaratan lelang yang hanya mengikutkan 2 perusahaan, IKS diduga menyiapkan dan mengkondisikan 2 perusahaan miliknya mengikuti proses lelang ini dan disetujui oleh PPK," jelas Firli.

Dalam proses pembayarannya, Irfan diduga menerima dana 100%. Namun faktanya masih terdapat beberapa kekurangan bagian-bagian helikopter AW-101 tersebut.

"Untuk proses pembayaran yang diterima IKS diduga telah 100%, di mana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak, di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda," sambungnya.

Perbuatan Irfan bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

#dtc/bin





 
Top