PADANG – Badan Penghubung Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) kembali menjadi sorotan publik. Setelah sebelumnya dilanda skandal pengadaan sewa kendaraan dinas pimpinan DPRD yang tidak sesuai ketentuan pada tahun 2023, pada tahun anggaran 2024 dugaan penyimpangan kembali terulang. Kali ini aroma korupsi kembali santer, menyasar pos anggaran pemeliharaan kendaraan dinas.

Masih tersimpan kuat dalam ingatan publik, bagaimana pada 2023 Badan Penghubung Provinsi Sumbar terseret kasus sewa-menyewa kendaraan dinas bagi pimpinan daerah untuk keperluan perjalanan dinas luar provinsi di Jakarta, yang kemudian diketahui tidak sesuai ketentuan dan sarat penyimpangan.

Luka dari peristiwa itu bahkan belum sepenuhnya pulih, namun pada 2024, pola serupa kembali muncul. Kali ini melalui pos anggaran pemeliharaan kendaraan dinas yang diduga fiktif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

Hasil pemeriksaan terhadap data Buku Kas Umum (BKU) dan dokumen pertanggungjawaban mengungkap adanya ketidaksesuaian mencolok antara laporan keuangan dan pelaksanaan di lapangan. Sepanjang 2024, tercatat 51 kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas yang dianggarkan senilai Rp295.8 juta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 47 kegiatan, dengan nilai total Rp287.9 juta ditangani oleh satu rekanan tunggal, yakni CV CKA.

Seluruh kegiatan ini dikelola melalui mekanisme Uang Persediaan yang berada di bawah kendali Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) berinisial SMY, yang juga bertugas di Sub Bagian Tata Usaha Badan Penghubung.

Namun, dari hasil penelusuran dan uji petik atas transaksi keuangan, ditemukan bahwa dari total dana Rp250 juta yang dicairkan untuk kegiatan pemeliharaan kendaraan, hanya sebesar Rp116.850.000,00 yang benar-benar mengalir ke rekening CV CKA. Artinya, terdapat selisih sebesar Rp133.150.000,00 yang hingga kini belum dapat dijelaskan keberadaannya maupun dipertanggungjawabkan berdasarkan kondisi faktual.

Apalagi, berdasarkan pengujian atas rekening PPTK Sdr. SMY, ditemukan transfer ke berbagai rekening pribadi dan tenaga kebersihan, termasuk transfer ke Sdr. RHN sebesar Rp65 juta dalam beberapa hari. Dana itu kemudian disebut sebagai bagian dari “penyelesaian temuan BPK”, yang ditarik tunai lalu disetor kembali ke rekening kas daerah, dalam sebuah skema yang terkesan sebagai akrobat keuangan untuk menutup penyimpangan tahun sebelumnya.

Transferan Uang dari PPTK Sdr. SMY ke Tenaga Kebersihan

No. // Tanggal // Keterangan // Nilai

1. 15 Juli 2024 Trf to RHN 20.000.000,00

2. 16 Juli 2024 Trf to RHN 20.000.000,00

3. 17 Juli 2024 Trf to RHN 20.000.000,00

4. 17 Juli 2024 Trf to RHN 5.000.000,00

Jumlah 65.000.000,00


Temuan ini mengindikasikan lemahnya pengawasan internal serta potensi praktik penyalahgunaan anggaran yang terstruktur. Apalagi pola penyimpangan anggaran ini terjadi tidak lama setelah kasus serupa menimpa badan yang sama hanya dalam rentang waktu satu tahun.

Dengan dua tahun berturut-turut mencatatkan masalah serius dalam pengelolaan kendaraan dinas, baik dari aspek sewa maupun pemeliharaan, Badan Penghubung Provinsi Sumatera Barat dinilai telah gagal menunjukkan perbaikan sistemik.

Kasus yang menimpa Badan Penghubung Provinsi Sumbar tak semata perihal jumlah uang yang disinyalir dapat merugikan negara dan mesti dikembalikan, tapi juga terkait dengan perilaku oknum penjabat pemerintahan yang bertugas menunjukkan adanya perilaku koruptif dan tidak akuntabilitas. Fakta-fakta ini mengindikasikan bahwa Badan Penghubung Provinsi Sumbar terlibat dalam pola penggunaan anggaran yang sistematis dan berulang. Setiap tahun muncul modus baru, namun pola dasarnya tetap: manipulasi pertanggungjawaban dan minimnya pengawasan. Celah ini dimanfaatkan untuk mengalihkan dana, merekayasa pembukuan, hingga memanfaatkan individu luar struktur untuk mengamankan dana titipan yang tak semestinya ada.

Sayangnya, hingga kini tidak terdengar adanya tindakan korektif tegas dari pihak Pemprov Sumbar. Gubernur sebagai kepala daerah seolah membiarkan masalah serupa terus terjadi dari tahun ke tahun dan menganggap tidak adanya masalah, menciptakan preseden buruk dalam manajemen anggaran daerah. Bila pola ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Badan Penghubung hanya akan menjadi pintu masuk bagi berbagai praktik manipulatif lain yang merugikan uang rakyat.

Pakar Hukum Pidana, Dr. Suharizal, S.H., M.H menilai bahwa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait anggaran pemeliharaan kendaraan dinas di Badan Penghubung Provinsi Sumatera Barat tidak bisa dianggap sepele.

“Temuan dari BPK itu harus segera ada atensinya untuk pertanggungjawaban,” tegas Dr. Suharizal yang sekaligus Ketua Prodi S2 Hukum Universitas Taman Siswa.

“Jangan dilihat dari jumlahnya yang kecil. Temuan ini tetap harus ditindaklanjuti, baik oleh kejaksaan, kepolisian, maupun KPK karena berpotensi mengandung unsur korupsi,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa pengembalian uang bukan berarti menghapus perbuatan pidana. “Dalam kondisi yang terus berulang seperti ini, mengembalikan atau tidak mengembalikan uang negara tidak serta-merta menormalkan penyimpangan anggaran,” katanya. 

“KPK harus turun cepat, karena percepatan penanganan, pemeriksaan saksi dan pemulihan kerugian negara dalam waktu 60 hari sangat penting dilakukan," tegasnya.

Suharizal juga menyindir peran kepala daerah dalam menindaklanjuti temuan. “Kita rindu Gubernur Sumatera Barat memberikan atensi nyata atas temuan BPK. Harusnya orang-orang seperti ini dicopot, bukan hanya disuruh mengembalikan uang,” tandasnya. “Kepala daerah mestinya aktif menyerahkan temuan ini ke kejaksaan atau KPK agar proses hukum berjalan semestinya”.

Menanggapi sejumlah pemberitaan dan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai dugaan ketidaksesuaian dalam pengelolaan anggaran pemeliharaan kendaraan dinas tahun anggaran 2024, Badan Penghubung Provinsi Sumbar merasa perlu memberikan klarifikasi dan penjelasan menyeluruh kepada publik.

“Pertama-tama, perlu kami luruskan bahwa memang terjadi perbedaan persepsi terkait sistem pembayaran dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas. Dalam pemeriksaan BPK, metode pembayaran yang dianggap sesuai adalah secara non-tunai langsung ke rekening rekanan. Namun, dalam praktiknya, terdapat juga pembayaran secara tunai yang dilakukan melalui mekanisme Uang Persediaan, sebagaimana diatur dalam sistem keuangan pemerintah,” ujar Aschari Cahyaditama kepala Badan Penghubung Provinsi Sumbar.

“Pengawasan internal telah kami lakukan secara berlapis, melibatkan PPK, PPTK, serta pengawas internal unit kerja. Yang ditemukan adalah kesalahan administrasi, bukan penggelapan anggaran dalam arti kriminal. Karena itu, kami sudah menyampaikan teguran baik secara lisan maupun tertulis kepada pihak terkait sebagai bentuk pembinaan dan langkah preventif ke depan,” ujar Aschari Cahyaditama. 

#tim/sumber: LHP BPK RI 2024




 
Top