Puisi Muliaty Mastura


Aku di sini

Duduk termenung

Merenungi pekerjaan

Terhitung sudah lima puluh tiga hari, entah kapan selesai.


Aku di sini

Duduk di kursi besi dibalut tali-tali

Kursi model tempo doeloe

Besi-besinya berkarat tapi masih kuat

Aku duduk sendiri, sambil memerhatikan mesin jahit singer tua milik Ibu yang sudah tak bisa digunakan,

lemari kayu, di dalamnya penuh pakaian tak dipakai, meja kayu dan seabrek berkas-berkas yang harus kupelototi lembar perlembar hingga azan berkumandang.


Aku duduk di sini

Melihat dengan seksama, bagaimana mereka bekerja, selama tujuh jam sehari

Kadang lebih sedikit, kadang kurang banyak.


Aku duduk di sini

Memerhatikan atap dan tiang-tiang beton belum rapi,

plamir dinding masih bolong sana-sini

Plamir dinding belum sempurna

Sembari memikirkan, apakah ini bisa selesai dan uangnya cukup?

Atau tidak selesai karena budgetnya habis?


Aku duduk di sini

Setiap hari di posisi kursi berbeda, sambil menghalau debu semen semerbak dan pasir yang sedang ditandak.


Aku duduk di sini

Menghadap jendela yang terbuka lebar,

menanti angin mendinginkan suasana batinku, sesekali melihat kesibukan di luar sambil

memerhatikan campuran semen, pasir, dan kerikil yang diaduk cepat

Kadang airnya berlebihan lalu ditambahkan lagi pasir, diaduk lagi hingga adonannya bagus.


Aku duduk di sini

Menghitung waktu

Menghitung rupiah

Mengaduk-aduk batinku untuk ikhlas

Dalam ilusiku yang panjang sembari menyebut Asma Allah

Aku perlu waktu, menanti setahun lagi

Menunggu bunga mekar,

Mengharap Allah memberikan rezki.(*)


Makassar, Rabu 25 Juni 2025 




 
Top