Ahmad Khozinudin, S.H. | Pengacara
TERUS terang, penulis menjadi salah satu pihak yang tersinggung dengan pernyataan Tuan Presiden Prabowo yang mengatakan ‘Ga Usah Ribut Soal Whoosh’. Pernyataan ini, sebenarnya ‘Copy Paste’ dari perkataan Saudara Luhut Binsar Panjaitan, yang juga mempermasalahkan sejumlah pihak yang mengkritik Whoosh.
Solusi yang ditawarkan Tuan Prabowo juga sama dengan yang disampaikan Luhut Panjaitan. Restrukturisasi (minta mulur cicil utang). Bedanya, cuma soal nominal.
Luhut minta cicil Rp2 triliun per tahun. Sedangkan Prabowo akan cicil Rp1,2 triliun per tahun.
Dalam kasus kereta cepat, Presiden semestinya tak merasa sok pintar sendiri. Yang bisa mempelajari kasus ini bukan hanya Presiden, namun seluruh rakyat juga bisa mempelajari.
Jaminan penyelesaian utang Whoosh itu bukan dari kantong pribadi Prabowo. Karena Prabowo bicara atas nama jabatan Presiden.
Itu artinya, yang bayar utang kereta cepat adalah pemerintah, melalui APBN. APBN dipungut dari pajak rakyat, bukan hasil iuran Presiden dan para menteri. Itu artinya, pada akhirnya beban utang Whoosh menjadi beban rakyat.
Semestinya, Jokowi dan Luhut Panjaitan dimintai tanggung jawab dulu. Bukan langsung memindahkan beban utang, dari pundak Jokowi dan Luhut ke pundak rakyat.
Biaya kereta cepat sebesar Rp112 triliun (atau US$ 7,2 miliar) itu kalau di Arab Saudi bisa membangun kereta cepat sepanjang 1.500 KM. Bukan seperti Whoosh yang pendek hanya dari Halim – Padalarang, yang cuma 150 KM.
Dalam kasus ini, ada dugaan korupsi Pasal 2, Pasal 3, Pasal 12b UU Tipikor. Karena itu, semestinya perintahkan BPK dan KPK mengaudit proyek ini. Bukan malah mempersoalkan rakyat yang meributkan korupsi kereta Whoosh.
Dulu, Jokowi janjinya proyek Whoosh ini tak akan Bebani APBN. Murni proyek B to B (Bisnis To Bisnis). Tujuannya, cari untung.
Tapi belakangan, Jokowi terbitkan Perpres 93/2021 yang mengubah Perpres 107/2015. Konsekuensinya, APBN jadi ikut nanggung beban biaya Whoosh.
Siapa bilang proyek Whoosh tak untung? Proyek ini cuan besar. Tapi yang untung pihak pemberi utang (China) dan para koruptor proyek Whoosh. Sementara negara dan rakyat yang kebagian ruginya.
Tuan Presiden, bagaimana rakyat ga khawatir? Ga ribut? Yang untung Jokowi, Luhut dan China. Kenapa rakyat yang harus tanggung utangnya?
Tuan Presiden, selama negara dibiayai dari pajak rakyat, maka rakyat berhak meributkan kebijakan pemerintah. Kecuali, anda membiayai pemerintahan dari kantong anda sendiri. Silakan, selesaikan sendiri, tak usah ribut, tak usah menarik pajak dari rakyat. (*)

