Romy Sastra | Penulis


ilalang mengucapkan salam penghargaan :


selamat purna tugas tadulako

dekade menoreh bakti

sebelumnya lencana digadangkan

menebusi piutang

sedari jejak kolonial menikam jantung

tubuh pertiwi berdarah

sako dipenuhi intan berlian

pada akhirnya dijual murah

telik sandi mewujud sengkarut

kutuk bala membabi buta

yang tak puas hati merasa dikebiri

ranah digadaikan demi sensai panggung


di depan istana itu

negara menggelar karpet merah

membagikan sembako di atas debu

demi kesaksian strategi tirani

pesta bergulir menghilir sungsang ke hulu

bangkai tercium sampai muara

joki mengukur langkah berlari

mengukir hari esok

sebab tanak berhutang pada tungku

asap ngebul di kepala

dada menghitam sekam

bibir bermiang caci maki

cacing masuk ke mata

doa-doa tak kunjung diijabah

nusantara dari tahun ke tahun dihantui

bola api mengunggun hari esok cemas

: annus horribilis


sedangkan penjara di napasku

mendekati bau kiamat

matahari berganti meciu

menuju lorong waktu

sementara embrio sedang berproses

menjadi janin mewujud kelamin

sebelum ia lahir

malaikat berteriak di kuburan massal

melihat keranda kematian penuh sesak

tak berkapan, aku bernyanyi

apakah mimpiku dan mimpimu

saling bertengkar satu layar berkabar?


jika iya, mari kita ukur sajadah dan rebah

mendengarkan merdu suara daud

serta memakai jubah sunah berharap

salawat salam diaminkan

agar nyanyian malam burung hantu

perlahan geming

tak gamang menatap cahaya di ranting patah


lihatlah dipejam mata titian itu lurus!

-ihdinas sirotol mustaqim-

ilalang rebah berdoa dalam daim

mencari pemimpin

mendawamkan yakin tercapainya

: annus mirabilis (*)


Jakarta, 17 Februari 2024



 
Top