Oleh: Suryadi Eviontri #

REHABILITASI dan rekonstruksi (rehab rekon) sebagai bagian dari penyelenggaraan penanggulangan bencana memerlukan proses penilaian atas kerusakan dan kerugian serta kebutuhan yang bersifat komprehensif baik aspek fisik maupun aspek kemanusiaan. 

Kesemuanya dilakukan dengan prinsip dasar membangun yang lebih baik (build back better) dan pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction) dan diujudkan dalam bentuk pedoman rencana rehab rekon pascabencana.

BACA JUGA: Suryadi Eviontri Ingatkan Penanganan Bencana Butuh Kebersamaan

Rangkaian proses penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna) atau Post Disaster Need Assessment (PDNA) yang akan mengkaji akibat bencana, dampak bencana dan kebutuhan pemulihan pascabencana. 

Jitu Pasna merupakan instrumen pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para pihak yang terdampak bencana, dalam bentuk dokumen rencana aksi.

Pedoman Jitu Pasna ini adalah gabungan kajian dari metode yang selama ini dikenal sebagai Damage and Loss Assesment (DaLA) dengan metode Human Recovery Need Assesment (HRNA). Isi pedoman mencakup latar belakang, tujuan, landasan hukum, pengertian, konsep dasar, ruang lingkup dan kebijakan serta langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) dan atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB) serta pemangku kepentingan penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk melakukan rangkaian kegiatan atau aktivitas dari proses penilaian kerusakan dan kerugian sampai dengan penyusuan kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana melalui pendekatan partisipatif yang secara metodologis dapat dipertanggungjawabkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kehilangan harta benda, berdampak pada psikologis, serta kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau non alam maupun oleh ulah manusia yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan manusia. Bencana timbul akibat adanya bahaya pada komunitas rentan, dimana masyarakat tidak dapat mengatasi keadaan bahaya tersebut. 

BACA JUGA: Pelaksanaan Jitu Pasna Tak Boleh Salah! 

Manajemen bencana dibutuhkan sebagai upaya untuk menghindarkan serta mengurangi kemungkinan munculnya bahaya pada masyarakat.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana yang tertulis dalam UU No. 24/2007 disebutkan sebagai serangkaian upaya yang dilakukan dalam tahapan pra bencana, saat terjadi bencana, serta pasca bencana.

Secara umum upaya - upaya tersebut meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, serta pemulihan atau disebut juga rehabilitas dan rekonstruksi (rehab rekon).

Pemulihan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi masyarakat serta lingkungan yang terdampak bencana menjadi seperti semula dan bahkan lebih baik. Upaya yang dilakukan berupa rekonstruksi atau pembangunan kembali maupun rehabilitasi atau perbaikan dan pemulihan semua aspek yang terdampak bencana.

Sebagai bagian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, rehab rekon membutuhkan proses penilaian atas kerusakan dan kerugian serta kebutuhan yang bersifat komprehensif baik aspek fisik maupun kemanusiaan. 

Keseluruhan kegiatan dilakukan dengan berkonsep pada membangun kembali yang lebih baik atau build back better serta pengurangan risiko bencana atau disaster risk reduction yang diwujudkan pembentukan rencana rehab rekon pasca bencana. 

Proses penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan pasca bencana, seperti disebutkan di atas, dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana (Jitu Pasna atau Post Disaster Need Assesment/PDNA yang didalamnya mengkaji akibat bencana, dampak bencana dan kebutuhan pemulihan pasca bencana.

Nah, seperti juga telah disebutkan di atas, PDNA merupakan instrumen dasar yang akan dipakai oleh Pemerintah untuk menyusun kebijakan, program dan kegiatan rehab rekon berdasarkan pada informasi akurat dari pihak terdampak bencana, berupa dokumen rehab rekon. 

Dalam hal penanggulangan pasca-bencana, terutama penanganan rehab rekon, maka diperlukan suatu proses yang tepat, berdasarkan perencanaan yang baik, sehingga tepat sasaran dan juga tertib dalam penggunaan dana, serta mampu meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap ancaman bencana di masa datang melalui usaha-usaha pengurangan risiko bencana. 

BACA JUGA: KPA Perlu Pematangan Pemahaman Aturan Hukum Penyaluran Anggaran Pasca Bencana

Proses rehab rekon pasca bencana yang baik harus menghasilkan pemulihan kondisi masyarakat, baik secara fisik, mental, sosial dan ekonomi, dan mampu menurunkan kerentanan terhadap bencana, bukan memperparah kondisi kerentanan yang ada yang menyebabkan terjadinya bencana. 

Hal ini sejalan dengan butir ketiga tujuan strategis Hyogo Framework for Action 2005-2015 (HFA), yaitu: (c) Secara sistematis memadukan pendekatan-pendekatan peredaman risiko ke dalam rancangan dan pelaksanaan program-program kesiapsiagaan terhadap keadaan darurat, tanggap darurat dan pemulihan dalam rangka rekonstruksi komunitas yang terkena dampak.

Agar proses rekonstruksi dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan suatu Pedoman Penyelenggaraan Rekonstruksi, sehingga para pelaku penanggulangan bencana, baik pemerintah (pusat dan daerah) maupun organisasi-organisasi non pemerintah dan kalangan masyarakat umum dapat menyelenggarakan proses rekonstruksi dengan terencana, tepat waktu, tepat mutu dan tepat anggaran dan sesuai dengan sasarannya. Hal ini demi memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respons yang efektif di semua tingkatan.

Dengan adanya pedoman rencana rehab rekon pasca bencana, para penyelenggara rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana punya acuan atau pegangan sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara terencana, terkoordinasi, terintegrasi dan terkendali dan kegiatan rekonstruksi dapat berjalan dengan tepat sasaran, tepat waktu, tepat biaya, tepat mutu dan tepat guna, dalam rangka memulihkan kehidupan masyarakat di wilayah yang terkena bencana. 

Perlu ditekankan di sini bahwa tujuan penyelenggaraan rehab rekon adalah membangun kembali dalam jangka panjang secara permanen sebagian atau seluruh sarana dan prasarana fisik dan non-fisik, beserta seluruh sistem kelembagaan dan pelayanan yang rusak akibat bencana, agar kondisinya pulih kembali dan fungsinya dapat berjalan dengan baik dan masyarakat dapat terlindungi lebih baik dari berbagai ancaman bencana. Sekian. 

#Penulis adalah Kepala Bidang Rehab Rekon BPBD Provinsi Sumatera Barat





 
Top