SENTUL, JABAR -- Perlakuan tidak menyenangkan dialami sejumlah wartawan dalam kegiatan “Workshop Divisi Humas dan Wartawan Unit Mabes Polri” di The Alana Hotel & Conference Center, Sentul, Jawa Barat, Kamis (11/10/2018).

Dua wartawan, yakni Firdausi dari Pojoksatu.id (Jawa Pos Group) dan Bimo Putro Prihandono dari Publicanews.com, dipertanyakan kehadirannya di acara tersebut oleh oknum seprofesi mereka.

Bimo diusir oknum wartawan media online Inilah.com berinisial MYA, sedangkan keikutsertaan Firdausi dipertanyakan oleh  wartawati Tempo berinisial  ARF. Insiden ini berlangsung di Mabes Polri, sesaat sebelum berangkat ke lokasi kegiatan.

“Intinya dia (MYA) bilang, wartawan yang enggak ngepos di Mabes (Polri) enggak bisa ikut acara itu,” ujar Bimo, Jumat (12/10/2018).

Menurut Bimo, persoalan bermula kala MYA menghampiri kamarnya. Peristiwa itu terjadi pukul 01.30 WIB, saat Bimo hendak beristirahat. Bimo sempat mengira, kedatangan MYA hanya untuk mengobrol santai.

  • Namun, MYA datang didampingi seorang oknum wartawan lainnya berinisial TH dari Radio Sindo Trijaya. Menurut Bimo TH juga seorang polisi berpangkat Ipda. MYA kala itu menegaskan, Bimo tidak layak ikut acara karena tidak terdaftar dalam workshop.


“Nama saya kan tulis tangan di absen, bukan kayak yang lain yang diketik. Dia juga bilang ini acara khusus wartawan yang meliput di Mabes. Kalau saya ada di sini, jadi kacau, yang lain jadi enggak datang,” papar Bimo menirukan ucapan MYA.

Bimo yang juga mantan wartawan Harian Nonstop (The Jak/Rakyat Merdeka Group) menilai dalih yang dikemukakan MYA terkesan dibuat-buat. Sebab bukan hanya dia seorang yang namanya tidak diketik panitia, akan tetapi ada beberapa wartawan lain pun tidak terdata dalam absensi.

Kendati begitu, imbuh Bimo, hanya dirinya yang dipertanyakan terutama diminta pergi. Padahal, kehadirannya di lokasi telah mendapat persetujuan dari PNS Divisi Humas Polri, Bindu Sirait dan Sumarmi (Mamik) selaku panitia penyelenggara acara. Termasuk sepengetahuan dari Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Syahardiantono dan staf humas lainnya AKBP Junaedi, saat mendaftar ke panitia di Mabes Polri, Kamis (11/10/2018) siang.

“Saya diperbolehkan ikut oleh Pak Jun (Junaedi), Pak Bindu, Bu Mamik. Ada Pak Syahar juga kok, sempat ngobrol di ruangannya. Nah, ini mereka yang sesama peserta malah ngelarang dan enggak ngebolehin saya. Padahal saya kan juga pengen cari berita di situ,” terang Bimo.

Pengusiran dinilai sudah di luar batas dan tidak beradab. Karena Bimo mengaku dirinya diusir saat dini hari dan tengah beristirahat.

Selain itu, imbuh Bimo, tidak sedikit dari peserta acara justru yang sudah tidak lagi bertugas meliput berita-berita di lingkungan Mabes Polri. Bahkan, ada dua sampai tiga perwakilan dari satu media yang sama.

“Nah, saya sekalipun jarang nongkrong di sana, tapi saya sering hadir di konferensi pers Mabes. Saya juga sering bikin berita Mabes (Polri) kok. Silahkan dicek kalau enggak percaya,” tuturnya.

Enggan memancing keributan, Bimo pun akhirnya "legowo" lalu pergi meninggalkan hotel saat itu juga.

Sementara perlakuan tidak menyenangkan juga dialami Firdausi. Wartawan yang bertugas meliput di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri ini, sempat dipertanyakan keikutsertaannya oleh oknum wartawati Tempo, ARF.

“Saya ditanya sama anak Tempo, ‘Emang mas udah di-list (namanya)?’ Nanyanya dengan nada sinis,” ungkapnya.

Nama Firdausi sendiri terdaftar di daftar peserta workshop. Tak seperti Bimo yang ditulis tangan, namanya telah diketik dalam daftar peserta. Lebih lanjut, beredar informasi bukan hanya Bimo dan Firdausi yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan, tapi juga sejumlah wartawan lainnya yang dinilai tak memenuhi syarat. Kendati begitu, para wartawan ini memilih diam tak menanggapi.

Sementara, menurut panitia penyelenggara Mamik, tak ada hak bagi para wartawan melarang kehadiran wartawan lainnya pada acara. Kehadiran Bimo di lokasi tersebut, telah mendapat persetujuan penyelenggara.

“Kenapa pulang? Kan sudah dikasih kamar,” ujarnya.

Mamik juga mempertanyakan identitas oknum wartawan yang mengusir. Menurut dia, pihaknya telah memastikan semua wartawan kebagian kamar untuk beristirahat. Sehingga tidak ada alasan wartawan tidak mendapatkan tempat.

“Siapa yang mengusir? Saya semalam juga sudah ngomong sama yang bagi kamar (jadi enggak ada alasan diusir),” jelas dia.

Terpisah, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Syahardiantono, mengaku belum mengetahui informasi terkait persoalan tersebut. “Sampai sekarang enggak ada info,” kata pria yang biasa disapa Syahar, ketika dikonfirmasi, Jumat (12/10/2018).

Adapun peristiwa ini disesalkan sejumlah wartawan. Eko, jurnalis surat kabar nasional, yang juga meliput di Mabes Polri, mengaku aneh dengan wartawan yang bersikap selayaknya panitia penyelenggara kegiatan.

“Itu wartawan sikap dan tindakannya kok kayak humas ya? Menentukan wartawan lain boleh atau tidak ikut acara, melarang-larang. Enggak bisa seperti itu!,” kata dia.

Eko menilai, perlu adanya tindakan yang diambil terhadap sikap oknum wartawan termaksud. Bahkan bila perlu perusahaan media massa tempat jurnalis bekerja, memberikan sanksi karena dianggap telah merusak nama baik perusahaan. Tujuannya agar peristiwa serupa tak terjadi di kemudian hari.

Sementara wartawan lainnya, Nina, tak habis pikir dengan perilaku oknum wartawan terkait yang dinilai arogan.

“Sombong banget ya kalau info (pengusiran) itu benar. Tahun ’90-an saya ini termasuk media top, SCTV, tapi enggak mau arogan. Padahal jenderal siapa saya enggak dekat? Heran baru jadi wartawan setahun dua tahun lagaknya sudah kayak senior. Serem banget ya diusir malam-malam dari sana?,” tandas wartawati televisi swasta ini, seperti dilansir www.suarabali.com.

(sbc/ede)

 
Top