Aktivis kampus dengan lantang suarakan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja dari "kota wisata" Bukittinggi, Sumatera Barat. f: yga
JAKARTA -- Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Dirjen Pendidikan Tinggi yang menerbitkan imbauan supaya mahasiswa tak menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja.

Imbauan tersebut tercantum dalam surat bernomor 1035/E/KM/2020 tentang pembelajaran daring dan sosialisasi UU Cipta Kerja yang diteken Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam, Jumat (9/10/2020).

Koordinator P2G Satriwan Salim menyatakan imbauan tersebut berlawanan dengan program Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar. Adanya intervensi tersebut menjadikan kampus kini tak lagi merdeka.

BACA JUGA: Mahasiswa Dilarang Demo, Dosen Diminta Bantu Sosialisasi

"Ini adalah bukti bahwa kebijakan Kemendikbud kontradiktif. Di satu sisi Kemendikbud membuat kebijakan Kampus Merdeka, namun di sisi lain memasung kemerdekaan kampus dalam menjalankan fungsi kritisnya sebagai wujud Kampus Merdeka," ujar Salim dalam keterangan tertulis, Minggu (11/10/2020).

Salim mengatakan, dalam menyikapi UU Cipta Kerja, kampus sudah semestinya menyiapkan generasi-generasi muda yang berperan sebagai intelektual organik yang senafas dengan rakyat.

Menurutnya, turunnya mahasiswa dalam aksi unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja menandakan mereka merasakan apa yang dirasakan para buruh hingga masyarakat adat atas kekhawatiran terhadap UU Ciptaker ini.

Salim menegaskan, keterlibatan mahasiswa dalam aksi demonstrasi merupakan bagian dari mengisi ruang sosial sebagai agen perubahan.

Sebab, mahasiswa tak melulu belajar di ruang kuliah yang terbatas tembok, melainkan realita sesungguhnya adalah lingkungan masyarakat itu sendiri.

"Menjauhkan mahasiswa dari rakyat, sama saja menjauhkan ikan dari lautan luas," tegasnya.

Sumber: kompas

 
Top