PEKANBARU -- Perusahaan pembiayaan (leasing) Astra Credit Company (ACC) Kota Pekanbaru, Riau, terindikasi mengerahkan "preman berkedok debt collector" untuk mengintimidasi lalu merampas kendaraan nasabah yang menunggak kurang dari 3 bulan angsuran.   

Adapun kendaraan yang menjadi objek penarikan adalah mobil Toyota Avanza warna hitam metalik nopol BM 1663 AL atas nama Desniwati, warga Perawang, Siak, Riau.

Budi Hendra selaku suami si nasabah ACC menceritakan bahwa mobil  itu "dirampas" di jalan sempit kawasan air terjun Lembah Anai, Padang Panjang, Sumatera Barat, pada tanggal 1 Agustus 2019 lalu. Saat melintas di lokasi, mobil yang kala itu menurut Hendra dikendarai oleh seorang temannya tiba-tiba dicegat oleh enam pria diduga "preman" dan mengaku sebagai debt collector ACC Pekanbaru asal Padang, Sumbar.

"Mobil atas nama istri saya itu sudah dibayar 2 tahun. Tapi belum genap keterlambatan 3 bulan mobil itu sudah dieksekusi, diberhentikan lalu dirampas paksa oleh 6 orang pria. Salah satunya mengaku bernama (inisial "N" -red)," papar Budi.

Pria berinisial N, ketika dikonfirmasi kabarriau.com melalui ponsel, membenarkan kalau dia bersama sejumlah rekannya telah melakukan penarikan terhadap mobil Toyota Avanza warna hitam metalik nopol BM 1663 AL di kawasan air terjun Lembah Anai. 

Pada konfirmasi lanjut, seorang yang mengaku bernama Ali dan menjabat kepala collector di ACC Pekanbaru, juga membenarkan adanya tindakan penarikan terhadap mobil nasabah di jalanan. Bahkan ia mempersilakan nasabah melapor ke polisi jika merasa tidak senang atas tindakan penarikan kendaran yang dilakukan oleh jajarannya.

"Kalau mau mobilnya kembali, silahkan bayar dulu biaya tarik collector sebesar Rp18 juta berikut angsuran mobil 4 bulan ke depan," ujar Budi menirukan apa yang disampaikan Ali kepadanya ketika ia mengajukan komplain.

Budi menduga, mobil yang dikredit istrinya tidak didaftarkan pihak ACC Pekanbaru ke pengadilan fidusia. Jadi ada indikasi pengabaian Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 oleh pihak leasing. Karena itu ia merasa telah berhadapan dengan kawanan "preman" yang berlindung di balik surat tugas penarikan kendaraan.

Terlepas apakah pihak kepolisian berpihak atau tidak kepada masyarakat yang menjadi "korban penarikan kendaraan" secara paksa di jalanan, selaku warga negara yang butuh perlindungan hukum Budi berharap Kapolri menegaskan kepada jajarannya di seluruh Indonesia agar  menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat ihwal perampasan kendaraan nasabah leasing oleh para "debt collector" utusan leasing. Sebab, Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011 menyatakan bahwa satu-satunya pihak yang berhak menarik kendaraan kredit dan kendaraan tersebut telah ada sertifikat fidusia-nya, adalah pihak kepolisian. Bukan oknum preman berkedok debt collector suruhan leasing. 

Menurut Budi lagi, pernyataan Kapolri di mass media bahwa jajarannya gencar memberantas oknum "preman berkedok debt collector" yang meresahkan masyarakat -- khususnya nasabah leasing -- seolah diacuhkan. Praktek-praktek intimidasi, teror dan sejenisnya masih tetap mendera nasabah leasing

Jauh-jauh hari Kapolri telah memberi penegasan bahwa dengan alasan apapun, penarikan kendaraan nasabah di jalanan tidak bisa dibenarkan. Karena sudah diatur fidusia dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK 010/2012 dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011.

Referensi Terkait: https://irmadevita.com/2012/harus-daftar-jaminan-fidusia-dulu-baru-bisa-tarik-kendaraan

Budi berharap, Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011 diterapkan di seluruh leasing , termasuk di Pekanbaru. Dalam hal ini ACC juga harus menaati peraturan tersebut. 

"Selain itu kami minta pihak Obligasi Jasa Keuangan (OJK) agar merespons persoalan-persoalan antara nasanah dan leasing terutama ketika pihak leasing menggunakan tenaga oknum preman berkedok debt collector yang merampas kendaraan menunggak angsuran kredit di jalanan," ujar Budi

Sumber: kabarriau.com/metroterkini.com


 
Top