INDONESIA masih mengalami masalah dengan kecukupan gizi. Selain masalah kelebihan gizi yang menyebabkan obesitas, ada masalah kekurangan gizi yang akhirnya menyebabkan stunting.

Prevalensi stunting di Indonesia juga masih tergolong tinggi yaitu 30,8 persen menurut data riset kesehatan dasar 2018. Angka ini bahkan masih jauh di atas ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20 persen.

Untuk wilayah Sumatera Barat, kasus stunting atau anak bertubuh pendek, juga semakin meluas. Berdasar rapat kerja daerah (Rakerda) BKKBN dengan pemerintah daerah di Sumbar, terpapar data, jumlah daerah dengan kasus stunting bertambah satu daerah.

Tahun 2018 lalu, daerah dengan angka stunting yang tinggi, masing-masing Pasaman dan Pasaman Barat. Sementara tahun ini bertambah satu daerah, yakni Kota Solok.

Pekerjaan Berat
"Ini pekerjaan berat. Dinas Kesehatan, BKKBN, serta Kepala Daerah harus fokus menuntaskan masalah ini. Apalagi ada anggaran dari daerah dan pusat. Pergunakan untuk melengkapi gizi ibu hamil dan balita. Membangun jamban yang layak supaya kasus diare tidak menyerang anak-anak. Sebab itu juga memicu stunting," ungkap Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit, usai Rakerda BKKBN, di Padang, Selasa (12/3/2019).

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Utama BKKBN RI, Nofrijal menjelaskan, dalam memerangi masalah stunting, BKKBN akan memberikan edukasi dan pendampingan pada ibu yang memiliki bayi. Tujuannya agar para ibu benar-benar memberikan gizi yang cukup pada anak mereka. Sebab stunting juga disebabkan kurangnya asupan gizi pada anak.

"Yang bisa dilakukan BKKBN dalam masalah stunting yakni melalui program usaha peningkatan gizi masyarakat. Hal ini pernah dilakukan tahun 80 an. Orang tua dibekali pengetahuan tentang pola pemberian gizi yang tepat bagi masyarakat," ulasnya.

Sementara itu, Kepala BKKBN Sumbar, Syahruddin mengungkapkan, beragam penyebab stunting. Mulai dari pernikahan usia dini, ibu hamil dan balita kurang asupan gizi, sampai kondisi lingkungan yang tidak sehat. 

"Penuntasan kasus stunting di daerah butuh waktu yang cukup lama, sehingga diperlukan penanganan berkelanjutan. Hasilnya pun tidak bisa dilihat dalam waktu satu dua tahun, melainkan 5 hingga 10 tahun ke depan," ungkap Syahruddin. 

Aksi Konvergensi
Kepala Dinas Kesehatan Sumbar, dr. Hj. Merry Yuliesday, MARS, kepada www.sumatrazone.co.id, di ruang kerjanya, Rabu (10/4/2019), memaparkan, sebagai upaya penanggulangan dan pengentasan kasus stunting pada anak, pihaknya telah melaksanakan 7 (tujuh) aksi konvergensi. 

Aksi pertama, melakukan analisa situasi. Kedua, menyusun rencana aksi. Ketiga, melaksanakan rembuk stunting. Keempat, regulasi stunting untuk pemberdayaan. Kelima, melakukan pembinaan dan mobilisasi kader pembangunan manusia. Keenam, menerapkan sistem manajemen data stunting. Aksi ketujuh, melakukan pengukuran dab publikasi stunting

Untuk pengentasan kasus stunting di Sumbar,  lanjut Mery, pada tahun 2029 ini pihaknya memperoleh tambahan anggaran melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp750 juta dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Khusus untuk Kabupaten Pasaman, Kemenkes RI juga telah menggelontorkan bantuan sebesar Rp 650 jt dalam bentuk kegiatan pendidikan gizi dalam pemberian makanan tambahan lokal bagi ibu hamil dan balita. 

Serangkaian kegiatan di daerah stunting yang telah dilaksanakan Dinas Kesehatan Sumbar, urai Mery, meliputi tata laksana kasus, kemudian l pemantauan status gizi melalui penimbangan massal setiap bulan Februari, Agustus dan September, disertai pemberian vitamin A dan obat cacing. 

Dinas Kesehatan Sumbar juga telah melaksanakan penguatan surveilans gizi dengan sistem elektronik dalam wujud Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM). Kemudian juga telah melakukan penguatan manajemen program dan kompetensi melalui Nakes Mell pelatihan PMBA, Konselor ASI, Positif Devians serta Pelatihan Proses Asuhan Gizi. 

Dilakukan juga penguatan UKBM melalui pembentukan pos gizi, lalu pembentukan Tim Pencegahan dan Penanggulangan Stunting

Dinas Kesehatan Sumbar juga menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi (PT) untuk kegiatan penelitian, pendampingan keluarga oleh mahasiswa PKL, pembentukan lokasi khusus percontohan, serta pendampingan 8 (delapan) bersama Kementeria Dalam Negeri. 

Susun Draft Pergub
Yang saat ini sedang dalam proses, menurut Mery adalah penyusunan draft Pergub Sumbar tentang Stunting

Dokter Anak Spesialis Nutrisi dan Penyakit Metabolik pada Anak, Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, memaparkan gejala klinis stunting pada anak dan dewasa. Dalam jangka pendek masa anak stunting mengakibatkan hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, penurunan fungsi kognitif, dan gangguan sistem pembakaran lemak.

Sedangkan jangka panjang masa dewasa, gejalanya obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi dan osteoporosis.

Apakah stunting ini bisa diperbaiki? Menurutnya bila pasien stunting masih berusia dua tahun masih bisa diperbaiki. Tapi bila sudah berusia di atas dua tahun, dokter harus kerja keras.

Faktor utama dalam memperbaiki stunting adalah makan. Kalau anak mau makan, dia bisa membaik. "Kalaupun membaik dia tidak bisa seperti yang Tuhan berikan," ujarnya di sela acara media workshop MilkVersation : Hari Gizi Nasional di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam masalah stunting, bukan pendek yang ditakutkan tapi kognitifnya. Kalau di atas dua tahun belum bisa diperbaiki maka bisa menetap IQ-nya di bawah anak-anak yang tidak stunting.


"Harusnya mereka jadi pemimpin. Tapi karena ketidakmampuan otaknya akan menjadi masalah. Kalau dibiarkan jangka panjang 65 persen alami IQ di bawah 90. Sekolah hanya sampai 3 SMP bisa mengikutinya. Kalau IQ 70 tambah berat lagi," jelasnya.

Hal ini akan menyebabkan Indonesia kehilangan bonus demografi. Tata laksana stunting yang utama menurut dokter Damayanti adalah perbaikan nutrisi yang cukup energi dan protein hewani. Selain itu stimulasi perkembangan dan window of opportunity terbesar sebelum usia dua tahun.

***
 
Top