PEKANBARU -- Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah diberlakukan pada 17 April 2020, di Kota Pekanbaru. Namun dalam penerapannya, masih belum terpadu dan terkoordinir dengan baik. 

Disamping terkesan kurang bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Riau dari sisi program pelaksanaannya, sosialisasi masyarakat tidak dilakukan dengan baik. 

Demikian penilaian pengamat ekonomi dari Universitas Riau (Unri), Dr. H. Edyanus Herman Halim, SE, MS, dalam wawancara melalui sambungan telepon, Sabtu (18/4/2020). 

Menurutnya, partisipasi masyarakat untuk melaksanakan PSBB masih rendah. Termasuk kepedulian masyarakat masih kurang. 

"Masyarakat yang tidak punya pilihan lain untuk mengganti mata pencaharian yang terhenti karena penerapan PSBB nampaknya belum sepenuhnya terdata. Kita khawatir bila penyangga ekonomi masyarakat terdampak, tidak tepat sasaran maka output dan outcome PSBB tidak akan optimal. Kita bakal lama terjebak dalam ancaman penularan Covid 19 ini," jelasnya. 

Ke depan, sebut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unri ini, perlu digalang partisipasi masyarakat melalui RT dan RW. 

Lucu, Pemerintah Bikin Dapur Umum
"Kan lucu jadinya pemerintah pula yang bikin dapur umum lalu membagi-bagi nasi kotak pada masyarakat. Multiplier effect nya nggak terasa tuch. Coba galang rumah-rumah makan kecil yang ada di setiap kelurahan untuk itu," ujarnya. 

Bisa saja, katanya lagi, lurah bersama perangkatnya mendata siapa saja keluarga yang perlu dibantu konsumsinya. Berdayakan rumah makan kecil di sekitar kelurahan tersebut. Dengan begitu, ini akan membantu aspek ekonomi masyarakat bawah.

Kemudian sampai saat ini implementasi PSBB yang transparan dalam penggunaan anggaran juga belum terlihat. Baik dari sisi sumber maupun peruntukannya. "Aparat yang berjaga di setiap simpang itu diberi honor, supaya mereka tidak menyalahgunakan wewenang pula nantinya, " ujar Edyanus mengingatkan.

Menurutnya lagi, road map pelaksanaan PSBB harus dibuka ke masyarakat agar aspek partisipatifnya dapat diperluas. Jangan cuma menyebarluaskan peta jalan-jalan yang ditutup dan pengumuman orang terjangkit dan diduga terjangkit. 

Menurut dia lagi, pengendalian mandiri komunitas RT akan lebih efektif dengan didukung aparat keamanan. 

Kemudian, ada beberapa langkah penanganan Covid 19 ini yang menurutnya kurang pas, baik yang dilakukan Pemprov Riau maupun Pemko Pekanbaru. 

Seperti sosialisasi program, belum menjamah masyarakat bawah dan bahkan ke kelas menengah ke atas pun kurang.

Kemudian, transparansi dan akuntabilitas penggunaan uang rakyat untuk ini tidak ada.

Selanjutnya, kualitas program yang kurang dan masih terkesan proyek. Termasuk, koordinasi untuk membangun sinergi antar stakeholder tidak memadai. Masih terpasung oleh ego sektoral dan birokratik.

"Lihat saja data yang digunakan tidak up to date sehingga tidak valid dan akurat. Pertanda kekurangseriusan dan kurang fokus merancang program, sehingga sulit mengimplementasikan PSBB secara holistik," ungkapnya. 

Tak Semata Pedomani Data Penduduk Miskin
Ia menambahkan sedikit soal data. Masyarakat sasaran atau penerima bantuan sosial terdampak tentu tidak semata berpedoman data penduduk miskin. Akan ada tambahan data yang berhak menerima, yakni masyarakat yang mata pencahariannya terhenti gegara Covid 19.

"Dulu mereka mungkin tidak tergolong miskin. Penghasilan sehari-hari cukup untuk menghidupi keluarga. Mereka tak terdata sebagai keluarga miskin, disamping tidak pula pernah meminta untuk didata sebagai keluarga miskin. Namun dengan adanya Covid 19 dan implementasi PSBB, mereka jatuh miskin lantaran hilangnya pendapatan akibat matinya mata pencaharian," paparnya..

Ia tak menampik bahwa selama ini ada kecenderungan, pengisi data keluarga miskin pada satu kelurahan orang-orangnya yang itu ke itu saja. Dari tahun ke tahun menerima bantuan, tanpa ada dorongan untuk peningkatan strata ekonomi. 

"Nah, terkait wabah Covid-19, tentu tak sesederhana itu pendataan dan penyaluran bansos hingga bisa dikatakan tepat sasaran," pungkas Edyanus.

(mas/ede)
 
Top