JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) mendesak Polri segera menghentikan teror terhadap masyarakat.

FRI mencatat sejak Februari 2020 terjadi beberapa pola untuk memberangus suara kritis publik. Menurut FRI tindakan Polri tersebut menunjukkan kemunduran demokrasi.

Aktifis FRI, Wahyu A Perdana, mengatakan, kala itu intimidasi terhadap gerakan yang menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law sampai protes terhadap penanganan Covid-19 oleh pemerintah.

"Pemerintah segera mengevaluasi Polri dan pihak-pihak yang seharusnya menjaga keamanan masyarakat," kata Wahyu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/4/2020).

Wahyu menyatakan FRI menuntut negara menghentikan segala jenis teror dan intimidasi terhadap rakyat di tengah pandemi Covid-19.

Adapun pelaku penebar ketakutan, termasuk pelaku peretasan, juga harus segera ditangkap.

Ia berpendapat bahwa bentuk teror semakin beragam. Tak hanya lewat intimidasi atau kedatangan aparat ke lokasi kegiatan langsung.

Wahyu mengatakan belakangan teror juga dilakukan dalam bentuk peretasan atau percobaan peretasan gawai dan aplikasi pesan.

"Setidaknya terdapat empat pola, yaitu intimidasi, peretasan, kriminalisasi, dan pengawasan," ucap Wahyu.

FRI berisi berbagai kelompok masyarakat, antara lain Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), serta Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Universitas Kristen Indonesia.

Berdasarkan catatan FRI, menurutnya, peretasan paling banyak memakan korban, seperti Fajar (Ketua BEM UI), Azhar, Merah Johansyah dari Jatam, dan Syahdan Husein dari Gejayan Memanggil.

Percobaan peretasan akun Twitter dialami Koordinator Jarigan Desa Kita R Sumakto @DesaKita2 dan akun Facebook seorang jurnalis, Mawa Kresna.

Wahyu mengungkapkan kriminalisasi menimpa pegiat Aksi Kamisan Malang, peneliti independen kebijakan publik Ravio Patra dan 3 pemuda yang aktif dalam gerakan berbasis edukasi dan solidaritas di Tangerang.

Ketiganya adalah Rio Imanuel, Aflah Adhi, dan Muhammad Riski.

Pengawasan aktivitas oleh Polri dan orang tak dikenal dialami Solidaritas Pangan Yogyakarta sebanyak dua kali. LBH Medan mengalaminya empat kali.

Sumber: tempo co
 
Top