JAKARTA -- Jurnal ilmiah berjudul “Indonesian Throughflow as a preconditioning mechanism for submarine landslides in the Makassar Strait” yang ditulis oleh Brackenridge etc lalu dipublikasikan oleh Geological Society of London di Jurnal Lyell Collection pada awal April 2020, menjadi viral di Indonesia.

Hal ini disebabkan karena sekelompok ilmuwan mengungkap potensi risiko tsunami akibat longsoran dasar laut di Selat Makassar, yang dekat dengan wilayah bakal ibu kota baru, yakni Kalimantan Timur. Selain Selat Makassar, beberapa wilayah perairan Indonesia diduga memiliki kawasan rawan longsor dasar laut yang dapat membangkitkan tsunami.

"Kami tentu mengapresiasi penelitian ini, karena selain memperkaya khasanah pengetahuan kita terkait bahaya sedimentasi dan longsoran di dasar laut juga memberi petunjuk kepada kita adanya potensi bahaya tsunami akibat longsoran di dasar Laut Selat Makassar," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono, Selasa (28/4/ 2020).

Menurutnya, hasil kajian ini dapat membantu pemerintah dalam mengestimasi tingkat bahaya tsunami yang mungkin terjadi, sehingga secepatnya bisa menyiapkan strategi mitigasi. Dengan demikian membutuhkan banyak kajian potensi longsoran dasar laut, khususnya di Samudera Hindia, Selat Sunda, Laut Flores, Laut Banda, Laut Maluku dan Laut Utara Papua.

Daryono juga melaporkan ada beberapa kasus tsunami masa lalu di Indonesia yang hingga kini belum terungkap penyebabnya. "Kami menduga tsunami ini berasosiasi dengan longsoran dasar laut," jelasnya.

Kasus tsunami yang dimaksud yaitu Tsunami Teluk Ambon 28 November 1708, Tsunami Manggarai 14 April 1855, Tsunami Bacan 10 Juni 1891, Tsunami Saparua 20 Juni 1891, Tsunami Pulau Sumber Gelap 16 Maret 1917 dan Tsunami Halmahera Utara 2 April 1969.

"Dalam semua peristiwa tersebut, tsunami tidak didahului oleh aktivitas gempa tektonik," tegas Daryono. Ia lalu memberi contoh peristiwa Tsunami Pulau Sumber Gelap 1917, yang hingga kini belum diketahui sebabnya. Tsunami setinggi 1,5 meter ini teramati di Pulau Sumber Gelap dan menimbulkan kerusakan parah di Pantai Pagatan Kalimantan Selatan.

Adakah kaitan peristiwa tsunami ini dengan fenomena longsoran dasar laut seperti yang dimaksud dalam kajian peneliti asing tersebut? Hingga kini masih menjadi misteri, tentu perlu ada kajian khusus yang mendalam termasuk kajian paleotsunami untuk menjawabnya.

Berdasarkan data BMKG, beberapa peristiwa tsunami mematikan di Indonesia, di antaranya diduga diamplifikasi oleh dampak ikutan berupa longsoran dasar laut, seperti Tsunami Ambon 17 Februari 1674 (2.243 orang meninggal dunia), serta Tsunami Krakatau 1883 (36.000 orang meninggal dunia).

Selanjutnya, Tsunami Seram 30 September 1899 (4.000 orang meninggal dunia) dan Tsunami Flores 12 Desember 1992 (2.500 orang meninggal dunia). Peristiwa terbaru, lanjut Daryono, adalah 2 kali peristiwa tsunami destruktif akibat longsoran, yaitu Tsunami Selat Sunda akibat longsoran Gunung Anak Krakatau 22 Desember 2018 dan Tsunami Teluk Palu akibat longsoran saat gempa Palu 28 September 2018.

Sumber: viva/yahoo
 
Top