PYONGYANG -- Penulis biografi Kim Jong Un mengatakan, Pemimpin Tertinggi Korea Utara itu di masa kecilnya adalah bocah manja dan merasa sangat yakin kalau dirinya adalah manusia setengah dewa.

Anne Fifield dalam bukunya The Great Successor: The Divinely Perfect Destiny of Brilliant Comrade Kim Jong Un menuliskan hal tersebut, yang dikutip oleh Daily Star Sabtu (25/4/2020).

Di bukunya yang terbit tahun lalu itu, Fifield mencatat kehidupan masa kecil Kim Jong Un, sebagai seorang anak dan remaja yang dikirim belajar ke Swiss.

Fifield menggambarkan putra Kim Jong Il dan cucu Kim Il Sung itu adalah “bocah manja” di masa kecil.

“Kontak dengan anak lain jarang terjadi,” tulis Fifield. Ia pun menceritakan ulang tahun ke-8 Kim Jong Un dihadiri oleh orang dewasa berpangkat tinggi, bukan anak-anak seusianya.

“Kim Jong Un cilik rutin memakai seragam militer mini dan orang-orang dewasa para petinggi negara berada di sekitarnya,” ungkap Fifield.

Dalam wawancara dengan Vox, Fifield menuturkan, “Dia dibesarkan untuk percaya bahwa dia adalah manusia setengah dewa dari usia 3 atau 4, mungkin selama dia bisa ingat.”

Orangtua Kim memastikan kebutuhan anaknya selalu dipenuhi para staf, dengan taman-taman di rumahnya dipenuhi kandang berisi monyet dan beruang untuk hiburannya.

Ruang bermain besar juga dimilikinya, yang mungkin “koleksinya lebih banyak dari toko mainan mana pun di Eropa” sehingga banyak orang menyebutnya taman, demikian yang diberitakan Daily Mirror.

Bahkan ketika rakyat Korea Utara menderita kelaparan, Kim mungkin tidak menyadari kondisi mengerikan yang mereka alami, lanjut Fifield yang kini menjadi kepala biro The Washington Post di Beijing.

Para propagandis juga disebutnya mengklaim Kim adalah penembak jitu, yang bisa tepat menembak bola lampu dari jarak 100 meter.

Ketika Kim Jong Un berusia 8 tahun, ia diyakini mampu mengendarai truk dengan kecepatan 80 mil/jam yakni sekitar 128 km/jam.

Lebih lanjut Fifield mengatakan, Kim Jong Un dekat dengan ibunya, Ko Yong Hui. Dari ibunya pula Kim dipercaya sebagai seorang jenius militer dan menyukai basket.

“Pengaruh ibunya terlihat di mana-mana dari kartun-kartunnya yang tiba-tiba mulai muncul di TV hingga cara anak-anaknya dipromosikan dan naik pangkat,” ungkap Fifield.

Pada 1990-an Kim dikirim untuk menetap dan belajar di Sekolah Internasional Bern di Swiss dengan identitas palsu.

Ini dilakukan dengan harapan bahwa paparan terhadap dunia Barat akan mengubahnya menjadi seorang reformis – tetapi penulis mengatakan yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya.

Ia mengatakan kepada Vox: “Apa yang dia pelajari selama di Swiss adalah, jika itu bukan karena mitos dan dinasti keluarga, dia bukan siapa-siapa.”

Mengetahui bahwa tanpa koneksinya dia akan menjadi “anak imigran gemuk biasa yang pergi ke sekolah dan berjuang mengerjakan PR matematika”, dia memutuskan untuk “menerapkan” sistem
.
Meskipun dia akan “menendang dan meludah” pada teman-teman sekolahnya karena marah dan frustrasi, Fifield mengatakan tidak ada bukti Kim menjadi psikopat – dan benar dia punya empat teman dekat.

Kim Jon Un secara rutin bermain basket sepulang sekolah, diawasi oleh paman dan bibinya yang bertindak sebagai wali.

Mereka akan mengatur kursi seperti piknik dan menghiburnya – sesuatu yang oleh teman sekelas dianggap “aneh”.

Ketika ia mengambil alih kekuasaan dari ayahnya pada 2011, banyak yang mengira dinasti itu akan runtuh dalam beberapa bulan.

Namun Fifield menulis bahwa setiap langkahnya telah dihitung untuk memastikan ia tetap berkuasa.

**
 
Top