JAKARTA -- Sosok kontroversial yang saat ini menjabat Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, buka-bukaan soal caranya memberantas mafia migas di Indonesia. 

Ahok mengungkap, sebetulnya mafia migas itu merupakan orang dalam. Mereka melakukan perjanjian kontrak impor migas menjadi kontrak yang pendek  tidak panjang. 

Hal ini menurutnya membebani neraca perdagangan. Padahal harusnya, sebagai konsumen besar, Pertamina bisa memiliki harga tawar tinggi.

"Itu (mafia migas) kan cuma istilah, menurut saya itu oknum di dalam. Banyak sekali kontrak nggak dibuat jangka panjang. Padahal kan, sebagai konsumen besar bangsa Indonesia, seharusnya kita bargaining gitu," ujar Ahok dalam acara bincang-bincang bersama Andy. F Noya, dikutip Minggu (28/6/2020).

Selama Ini Beli Mahal, Jual Murah
Menurut Ahok, harusnya Pertamina bisa menekan para importir untuk membuat kontrak jangka panjang dan harga murah. Selama ini, dia menilai Pertamina mengimpor migas dengan mahal dan menjual terlalu murah sehingga prinsip ekonomi tidak bisa berjalan.

"Saya bisa neken dong supplier pemasok saya bisa minta jangka panjang kontraknya, dan harga lebih murah. Kita selama ini beli yang mahal jual murah, nggak sesuai prinsip ekonomi, ini terbalik," ungkap Ahok.

Ahok menyebutkan bahwa kini dia meminta direksi Pertamina melakukan restrukturisasi perusahaan. Kini Pertamina membentuk subholding, dengan harapan semua orang bisa membeli saham Pertamina dan mengawasi kinerja perusahaan secara terbuka.

"Maka kita selesaikan restrukturisasi. Kita turunkan ke subholding kita harapkan rakyat, pegawai, Pertamina, bisa beli sahamnya kemudian kita pelototin," papar Ahok.

Menurutnya mengawasi Pertamina tidak mudah, apalagi perusahaan pelat merah ini memiliki anak dan cucu usaha hingga ratusan jumlahnya.

Ahok juga bercerita, ada cucu perusahaan yang sempat membuat dia sedikit kesal. Dari kisahnya, cucu perusahaan itu diminta menjelaskan soal investasi kilang namun dijawab tak perlu izin Ahok untuk hal tersebut.

"Ketika dipanggil cucu perusahaan jawabnya enteng aja. Kenapa invest sekian kilang berapa puluh juta dolar, jawabnya enteng aja, kami nggak perlu izin Komut kok," cerita Ahok.

"Untung gue udah lulus Mako, kalau belum udah gue timpuk itu," pungkasnya.

Ahok menyebutkan dirinya mau menjadi komut demi membantu pemerintah untuk mengurangi defisit neraca berjalan Indonesia. Ia menyebut Pertamina memiliki pemasukan hingga sepertiga APBN, untuk itu harus diawasi dengan baik.

"Ya saya pikir untuk bantu kurangi defisit neraca berjalan kita, Pertamina ini revenuenya aja Rp 800 triliun, sepertiga APBN Indonesia. Jadi perusahaan Rp 800 triliun harus diawasi dengan baik, KPI-nya juga harus baik," sebut Ahok.

Ahok juga menyatakan indikator kinerja perusahaan (Key Performance Indicator/KPI) sering tidak diperhatikan selama ini di Pertamina. Dia mengatakan Pertamina pasti untung, namun kalau dibanding perusahaan dengan kapasitas yang sama dari luar negeri Pertamina masih kalah.

Petronas dari Malaysia misalnya, sudah bertengger di peringkat 150 pada perusahaan Fortune Global, sementara Pertamina cuma di posisi 175.

"KPI ini sering nggak diperhatikan, nggak ada kewajiban untung berapa, merem juga untung, persoalannya Petronas untung berapa, lu untung berapa. Kita masuk 175 Fortune Global, nah Petronas 150 bos. Kita harus bandingkan best practice yang setara dari negara lain," ungkap Ahok.

Kemudian Ahok juga mengatakan dia ingin menambahkan portofolio untuk dirinya sendiri. Dia menyebut Pertamina menjadi perusahaan paling besar yang pernah mempekerjakannya.


"Kedua buat portofolio saya kan, saya nggak pernah kerja di perusahaan begitu besar? Konglomerat terhebat juga nggak sebesar itu duitnya. Sekarang saya ditugasi jadi chairman untuk kontrol uang begitu banyak," papar Ahok.

Sumber: detik
 
Top