JAKARTA -- Singapura dan Malaysia dilaporkan masih akan meninjau ulang vaksin corona yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech China, menyusul hasil efikasi yang diumumkan Brasil pada Selasa (12/1/2021) hanya efektif 50,4 persen mencegah gejala simtomatik.

Hasil itu hampir tidak memenuhi ambang batas untuk mendapatkan persetujuan regulasi, sekaligus turun dari hasil efikasi sebelumnya yang diumumkan Brasil pekan lalu yaitu 78 persen.

Menteri Kesehatan Singapura Gan Kim Yong pada Rabu (13/1/2021) mengatakan vaksin Sinovac harus melalui pengawasan peraturan dan otorisasi oleh Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura (HAS) sebelum dapat diberikan kepada publik.

"Kami akan teliti datanya saat datang, daripada bergantung pada angka yang dilaporkan. Lebih baik mengandalkan data resmi yang kami terima dari Sinovac sendiri," kata Gan seperti dikutip dari Straits Times.

Gan menjelaskan HAS akan menilai datanya dan komite ahli Covid-19 negara juga akan mengevaluasi apakah vaksin itu cocok untuk vaksinasi di Singapura.

"Kami akan membagikan lebih detail jika sudah tersedia," ujarnya.

Sementara itu di Malaysia, di hari yang sama Rabu (13/1/2021), Menteri Sains, Teknologi, dan Inovasi Khairy Jamaluddin mengatakan pihaknya akan melanjutkan pengadaan pasokan vaksin Sinovac hanya jika vaksin itu memenuhi standar keamanan dan kemanjuran regulator lokal.

Dia mencuit di Twitter bahwa Malaysia pertama-tama akan meninjau data klinis Sinovac sebelum memberikan keputusan.

"Jika kami tidak puas dengan keamanan dan kemanjuran, kami tidak akan melakukan pengadaan," cuitnya seperti dikutip dari Bangkok Post.

Sehari sebelumnya, Selasa (12/1/2021), Pharmaniaga Bhd Malaysia menandatangani kesepakatan dengan Sinovac untuk membeli 14 juta dosis vaksin Covid-19 dan kemudian memproduksinya di dalam negeri.

Selain itu, Negeri Jiran ini juga sedang dalam pembicaraan dengan produsen vaksin lainnya yakni CanSino Biologics China dan Institut Gamaleya Rusia untuk mengamankan total 23,9 juta dosis vaksin Covid-19.

Hasil efikasi vaksin Coronavac buatan Sinovac Biotech yang diumumkan Brasil Selasa (12/1/2021) menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak. Pasalnya, pekan lalu Brasil baru menyatakan bahwa vaksin itu efektif 78 persen dalam uji coba tahap akhir.

Dalam laporan terbarunya, Brasil mengklaim secara keseluruhan, vaksin itu 50 persen efektif mencegah pasien tertular Covid-19, termasuk untuk kasus yang sangat ringan meski tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).

"Ini adalah vaksin yang aman dan efektif yang memenuhi semua kriteria untuk membenarkan penggunaannya dalam keadaan darurat," kata Dimas Covas selaku Direktur Pusat Kesehatan Publik Sao Paulo, Institut Butantan.

Dilansir Channel News Asia, beberapa ilmuwan dan pengamat mengecam Butantan karena pekan lalu merilis sebagian data yang menghasilkan ekspektasi yang tidak realistis.

Dengan menurunnya hasil efikasi yang dilaporkan, kemungkinan akan menambah keraguan di Brasil tentang vaksin buatan China.

"Kami memiliki vaksin yang bagus. Bukan vaksin terbaik di dunia. Bukan vaksin yang ideal," kata Ahli Mikrobiologi Natalia Pasternak, mengkritik nada kemenangan yang diumumkan Institut Butantan pekan lalu.

Sebelum mengumumkan hasil efikasi sebanyak dua kali, para peneliti di Butantan telah menunda pengumuman hasil uji klinis vaksin Sinovac sebanyak tiga kali. Mereka menyalahkan klausul kerahasiaan dalam kontrak dengan Sinovac.

Di Indonesia sendiri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengumumukan bahwa efikasi atau tingkat keampuhan vaksin corona Sinovac sebesar 65,3 persen.

Angka tersebut sudah sesuai dengan standar atau ambang batas efikasi yang ditetapkan WHO yakni minimal 50 persen. BPOM juga telah mengeluarkan izin darurat penggunaan atau Emergency Use authorization (EUA) atas vaksin Covid-19 Sinovac.

Pada Rabu (13/1/2021) lalu Indonesia resmi memulai vaksinasi Covid-19 dengan Sinovac di mana Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang disuntik.

Sumber: cnnindonesia

 
Top