JAKARTA -- Kabar santer bahwa Pendiri dan Presiden Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) H. M Jusuf Rizal dijadikan tersangka oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) terkait “kebijakan internal organisasi” kembali merebak setelah kelompok pelapor menyebarluaskan di media sosial (medsos). 

Kasus ini bergulir sudah sejak tahun 2016, namun karena tidak cukup bukti dalam proses pemeriksaan, Jusuf Rizal sudah minta Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), tapi pertengahan tahun 2017 tiba-tiba justru dijadikan tersangka. 

Terkait hal tersebut, Jusuf Rizal kepada awak media di Jakarta, Rabu (3/6/2020), menjelaskan bahwa kasus penetapan dirinya sebagai tersangka sudah sejak pertengahan tahun 2017. 

Menurut pria berdarah Madura-Batak ini, selaku pemimpin LIRA, LSM pemecah rekor Museum Rekor Indonesia (MURI), itulah resiko dan konsekuensi yang musti dihadapi. Ketika ia harus bertindak tegas dalam mengambil keputusan. "Cuma aneh memang, kebijakan internal organisasi kok bisa diproses hukum?," ungkapnya heran.

Lebih lanjut Jusuf Rizal menjelaskan bahwa kasus ini sebenarnya sederhana. Di LSM LIRA Dewan Pendiri itu memiliki kewenangan tertinggi. Saat Dewan Pendiri menerbitkan Surat Keputusan (SK) terdapat kelemahan karena hanya ditandatangani oleh salah satu dari lima Dewan Pendiri. Maka, dalam rapat disepakati untuk merevisi SK dengan cara mencabut yang lama dan menerbitkan yang baru.

Selaku Ketua Dewan Pendiri LSM LIRA, Jusuf Rizal menyebutkan bahwa SK 001 tentang pengangkatan Olies Datau sebagai Presiden LSM LIRA Periode 2015-2020 ada kelemahan. Untuk itu SK tersebut akan dicabut guna direvisi dengan menerbitkan SK baru yang ditandatangani Dewan Pendiri LSM LIRA yang berjumlah lima orang.

Namun yang terjadi kemudian, Olis Datau,  pada tanggal 31 Maret 2016 melaporkan Jusuf Rizal ke Mabes Polri atas pelanggaran UU ITE, yakni mentransformasikan berita yang dianggapnya merugikan dirinya dengan bukti hasil pemuatan media cetak dan online di Sumut. Karena tempat kejadian di Sumut, Mabes Polri kemudian melimpahkan berkas pengaduan ke Polda Sumut.

Dalam proses penyidikan, setelah memanggil saksi-saksi termasuk Dewan Pendiri LSM LIRA, tidak ditemukan adanya pelanggaran hukum. Proses pencabutan SK untuk diperbaharui sudah sesuai mekanisme organisasi dan kewenangan Dewan Pendiri yang memiliki kewenangan tertinggi dalam organisasi.

Karena merasa tidak ada yang salah dan penyidik tidak memiliki bukti pelanggaran, maka Jusuf Rizal selaku terlapor meminta Poldasu segera menerbitkan SP3 atau Surat Penghentian Penyidikan Perkara. Namun kasusnya terkesan digantung oleh Poldasu hingga kemudian setelah tujuh bulan, yakni pada pertengahan tahun 2017, barulah Poldasu menetapkan Jusuf Rizal sebagai tersangka.

Atas penetapan tersebut, Jusuf Rizal melawan dan menanyakan dasar penetapan dirinya jadi tersangka. Karena menurutnya ada yang tidak beres dalam proses penetapannya. 

"Tidak jelas dasarnya, kenapa tiba-tiba jadi tersangka?," ujarnya heran. Untuk itu, selaku aktivis yang kritis, ia meminta dasar penetapan dirinya sebagai tersangka, sebab ada yang menurutnya janggal dan dipaksakan.

Pertama, kebijakan menerbitkan dan mencabut SK itu urusan internal organisasi dan sesuai AD/ART tidak bisa dibawa ke ranah hukum. Kedua, pelaporan tanggal 31 Maret 2016 adalah tentang SK yang dicabut untuk diperbaharui, tapi lucunya dasar penetapan tersangka adalah "cuitan" di FB tanggal 2 April 2016.

Masalahnya pun berbeda. Yang dijadikan dasar penetapan karena kata “makar”. Dimana tanggal 1 April 2016 menjawab pertanyaan ciutan di FB yang menanyakan,”Apakah Olies Datau, masih menjadi Presiden LSM LIRA atau tidak?”, Jusuf Rizal pada tanggal 2 April 2016 memberi jawaban bahwa Olies Datau sudah diberhentikan oleh Dewan Pendiri sebagai Presiden LSM LIRA sejak 1 April 2016 dengan empat alasan.

Alasan pertama, ia tidak mau menjalankan amanat Munas. Kedua, ia melanggar konstitusi organisasi. Ketiga, ia memecah belah organisasi (Olies Datau membuat Ormas Perkumpulan LIRA baru dengan logo, nama, atribut yang sama-red). Keempat, ia makar terhadap organisasi (memalsukan tandatangan Dewan Pendiri untuk membuat organisasi LIRA baru, seolah-olah itu hasil Munas).

Jadi, kata "makar" itulah yang dijadikan dasar penetapan tersangka. Tapi saat berdebat dengan penyidik, Jusuf Rizal mengatakan hukum itu bukan keranjang sampah dan semau penyidik menetapkan tersangka seseorang. "Masak laporan pelanggaran hukum tertanggal 31 Maret 2016 tentang pencabutan SK, kenapa penetapan tersangka yang dijadikan bukti adalah bukti cuitan di FB tanggal 2 April 2016?".

Penyidik pun menurut Jusuf Rizal telah mengakui bahwa kasus pelaporan terhadap dirinya sangat sumir. Ada dugaan titipan dan intervensi hukum dari pihak tertentu agar dirinya dijadikan tersangka kemudian langsung “ditangkap”. Atas dasar bukti yang sumir itu, kemudian disepakati agar segera diterbitkan SP3.

Ditegaskan Jusuf Rizal, hidup ini bukan sekedar benar dan salah. Ada ruang abu-abu dimana kepentingan terus berusaha bermain agar ia dipenjara. Penyidik pun tak bisa lagi diajak komunikasi, padahal sudah menjanjikan dalam tiga hari setelah gelar perkara akan diterbitkan SP3. Namun hingga lebih dari dua minggu SP3 tidak kunjung terbit dari Poldasu.

Proses selanjutnya, Jusuf Rizal melakukan Pra Peradilan atas penetapan tersangka oleh Poldasu untuk mencari bukti-bukti lain yang dimiliki pelapor dan untuk memperoleh keadilan. Hasilnya, dalam Pra Peradilan Jusuf Rizal dikalahkan dan Poldasu menang.

Poldasu pun mengajukan berkas perkara H.  M Jusuf Rizal ke Pengadilan Negeri (PN) Sumut. Namun kemudian, berkas perkara dikembalikan ke Poldasu, karena jika yang dijadikan dasar penetapan H. M Jusuf Rizal menjadi tersangka adalah kata “makar”, sesuai tempat kejadian, maka proses hukum lanjutannya ada di Pengadilan Jakarta Timur.

“Saya sudah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lagi oleh penyidik Poldasu untuk menjelaskan, siapa Pendiri LSM LIRA itu dan kewenangannya? Kemudian menjelaskan bahwa kata “makar” dimaksud itu adalah untuk organisasi, bukan untuk negara. Kata "makar", sesuai kamus besar bahasa Indonesia juga identik dengan kata culas,” tegas Jusuf Rizal 

Ia juga sudah menerima surat tindak lanjut proses hukumnya dilimpahkan Poldasu ke Polda Metro. Sebagai terlapor yang dijadikan tersangka karena kata "makar", ia ingin proses hukumnya segera masuk ke pengadilan agar dalam persidangan bisa diketahui, mana yang benar dan salah. "Setiap warga negara harus patuh pada hukum," ujarnya menekankan.

Terkait dirinya dijadikan tersangka kemudian diviralkan oleh kelompok Olies Datau selaku pelapor, Jusuf Rizal tidak merasa ada sesuatu yang luar biasa. Memang banyak yang konfirmasi atas penyebaran informasi tentang dirinya jadi tersangka, namun setelah diberi penjelasan justru banyak sahabatnya yang bersimpati dan menilai pelapor tidak paham konstitusi organisasi.

Lanjutnya lagi, menjadi pemimpin itu memang penuh resiko. Sebagai aktivis, ia tahu resikonya, termasuk ancaman penjara maupun pembunuhan. Jadi seperti pepatah, "jika takut ombak, jangan membuat rumah di tepi pantai," ujarnya di akhir penjelasannya.

(rel/oel)
 
Top