Oleh: M Hafil


ALKISAH, di zaman Rasulullah SAW hiduplah seorang perempuan tua berkulit hitam dan miskin. Muslimah yang solehah itu bernama Ummu Mihjan. Sebuah riwayat sahih menyebutkan, ia adalah penduduk kota Madinah.

Ketika banyak kaum Muslim berlomba-lomba menyumbangkan hartanya untuk  syiar Islam, Ummu Mihjan bersedih hati. Dalam hatinya, dia ingin berbuat serupa. Tapi apa daya, kemiskinan serta usia tua seolah menghalanginya. Tapi tekadnya sudah bulat, ia harus melakukan sesuatu yang bisa dilakukan demi tegaknya agama Allah Swt.

Lalu, Ummu Mihjan berinisiatif untuk menjaga kebersihan masjid Rasulullah SAW. Setiap hari, ia menyapu halaman dan ruangan dalam masjid, mengumpulkan serta membuang sampah, dan banyak lagi.

Hal itu dilakukan karena dia sadar keutamaan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam. Di masa itu, masjid berperan vital dalam pengembangan syiar agama, mempererat ukhuwah, merancang strategi perang dan pembinaan aspek sosial kemasyarakatan.

Sehingga, kebersihan masjid harus betul-betul dijaga. Terlebih lagi, segenap umat Islam, termasuk Ummu Mihjan tahu di masjidnya, Rasulullah senantiasa memimpin shalat berjamaah, juga menggelar majelis ilmu untuk menyampaikan wahyu serta hadits kepada para sahabat.

Karenanya, Ummu Mihjan pun tidak merasa minder atau rendah diri dengan  apa yang dilakukannya. Justru sebaliknya, Rasulullah senantiasa memberikan perhatian yang besar kepadanya.

Wanita mulia ini bekerja di masjid Nabi untuk beberapa lama. Hingga pada satu malam, Ummu Mihjan meninggal dunia. Satu riwayat menyebutkan, ketika mengetahui hal itu, beberapa sahabat kemudian membawa jenazahnya kepada Rasulullah SAW. Namun Nabi SAW telah tidur.

Tidak ingin membangunkan Nabi, para sahabat akhirnya menshalatkan dan menguburkan Ummu Mihjan di pekuburan Baqi'. Pagi harinya, Rasulullah heran karena tidak dilihatnya Ummu Mihjan di masjid beliau. Merasa kehilangan, Rasulullah bertanya kepada para sahabat, ''Di manakah Ummu Mihjan?'' dan para sahabat menjawab bahwa Ummu Mihjan telah tiada.

Rasulullah kemudian bersabda, ''Tunjukkanlah padaku di mana kuburannya?'' Mereka pun menunjukkannya. Pergilah Rasulullah ke kuburan Ummu Mihjan, lalu menshalatkannya, seperti diriwayatkan Abu Hurairah.

Selesai shalat beliau bersabda, ''Pekuburan ini penuh dengan kegelapan yang menimpa para penghuninya dan Allah menerangi mereka berkat shalatku.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Kisah di atas menunjukkan betapa besar perhatian dan penghargaan Rasulullah SAW terhadap Ummu Mihjan, sang petugas kebersihan masjid Nabi. Pada zaman ini, apa yang dilakukan wanita mulia itu memiliki sebutan tersendiri, yakni marbot masjid.

Marbot yang saat ini didominasi kaum pria tak sekadar bertugas menjaga kebersihan masjid, namun juga menjaga keamanannya, merawat segala fasilitas dan bangunan masjid selama 24 jam setiap hari. Bahkan ada kalanya marbot pula yang mengumandangkan adzan saat waktu shalat fardhu tiba.

Sebenarnya, menukil beberapa riwayat, di masjid Nabi, juga ada seorang petugas lagi yang khusus membersihkan dan mengharumkan ruangannya dengan dupa yang dibakar. Orang itu bernama Nu'aim.

Menjaga kebersihan masjid sesungguhnya tidak dilaksanakan di masjid Nabi SAW saja. Akan tetapi, hendaknya juga dilakukan di masjid-masjid lainnya. Sebagaimana hadits riwayat at Tirmizi, bahwa Rasulullah menganjurkan pembangunan masjid sekaligus memakmurkan dan menjaga kebersihannya.

Nabi juga memerintahkan agar semua tempat melepaskan hajat ditutup rapat-rapat pintunya dan larangan keras terhadap siapa pun yang meludah dan mengotori masjid.

Dari penjelasan pada buku "Rasulullah Manusia Tanpa Cela", membersihkan masjid dari kotoran sekecil apapun, akan memperoleh imbalan pahala yang besar. Amalan ini bertujuan supaya masjid sebagai tempat ibadah, tetap terjaga kebersihan dan kesuciannya. Jadi, tugas marbot sangatlah mulia dalam pandangan Islam.

Namun seiring perjalanan waktu, dewasa ini keberadaan marbot tak jarang dipandang sebelah mata oleh segelintir umat Islam, tak terkecuali para jamaah bahkan pengurus masjid. Tak sedikit pula marbot menjadi kambing hitam atas keteledoran dan kealpaan pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dalam mengurusi rumah Allah tersebut. Padahal, Rasulullah SAW dan Islam yang sesungguhnya sangat memuliakan marbot. Apa pun kedudukan seseorang dalam strata sosial, selama melakukan kebajikan yang diridai Allah, sekecil apa pun harus dihargai.

Satu hal yang patut dicatat, marbot yang layak dimuliakan tersebut tentunya adalah mereka yang benar-benar dilandasi nawaitu tulus ikhlas bekerja, menjaga kebersihan masjid. Sebab, tak bisa pula dipungkiri, kekinian banyak pula cerita-cerita ekstrim seputar ulah segelintir marbot masjid. Mulai oknum marbot menggondol uang infaq hingga, berbuat asusila hingga menghina Nabi seperti terjadi di Batam beberapa waktu lalu. 

Bertolak dari fenomena plus minus marbot masjid tersebut, hendaknya umat Islam terutama para pengurus masjid lebih selektif dan perlu menjajaki rekam jejak seseorang untuk diamanahkan menjadi marbot di masjid yang mereka urus. 

Pun sebaliknya, sebaik-baik marbot bekerja, ada kalanya tetap tidak sinkron dengan segelintir oknum pengurus masjid. Kesalahan atau kealpaan sedikit saja dari sang marbot, bisa dibesar besarkan. Dalam hal ini tentunya dibutuhkan sosok arif bijaksana dalam memimpin kepengurusan masjid. Yakni sosok ketua masjid yang bisa mentauladani sikap Rasulullah SAW, yang punya perhatian besar terhadap marbot di masjid yang ia urus. Sosok yang netral dan jernih dalam melihat persoalan, termasuk jika ada pengaduan terkait kinerja marbot masjid. Sebaiknya crosscheck , dalami dulu apa sabab musabab terjadinya kesalahan atau kealpaan sebagaimana diadukan. Sebab, selaku manusia biasa, marbot tentu tak terlepas dari salah, kilaf dan kealfaan. Selagi kesalahan itu kategori kecil, masih bisa ditolerir, bersikaplah arif bijaksana. Salah-salah mengambil sikap, menarik kesimpulan atau bahkan mengambil keputusan lantaran tidak mendalami benar persoalan yang mengemuka, maka disadari atau tidak seorang ketua masjid telah terjebak dalam perilaku zholim karena menyangkut nama baik dan reputasi seseorang. Di sinilah ketua masjid menunjukkan jatidiri selaku sosok yang arif bijaksana, bersifat membina sekaligus mengayomi.

Seyogianya, masjid sebagai sentra segala kebajikan dan kemuliaan bagi umat Islam benar-benar bersih dari segala niat, fikiran dan perilaku negatif dari elemen-elemen yang mengemban amanah menjaga kebersihan, mengurus, sekaligus memakmurkannya. 

Allah Berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 110 sebagai berikut.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasiq.”

###




 
Top