JAKARTA -- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tengah mengusut dugaan korupsi jual beli bahan bakar minyak (BBM) antara PT Pertamina Patra Niaga (PPN) dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dengan nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp 451,6 miliar.

PPN adalah anak usaha PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang distribusi BBM.

Perjanjian jual beli BBM non tunai yang diduga mengandung unsur korupsi antara PT PPN dan AKT itu terjadi pada periode 2009-2012 yang ditandatangani Direktur Pemasaran PT PPN dan Direktur PT AKT.

Dalam perjanjian jual beli itu, pada periode pertama kontrak menyepakati transaksi sebesar 1.500 kiloliter (kl)/bulan. Kemudian tahun 2010-2011 PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 kl/bulan (Addendum I). Selanjutnya tahun 2011-2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 kl/pemesanan (Addendum II).

"Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan atau otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp50 miliar berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 Tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, dan Otorisasi," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam keterangan resmi yang dikutip dari situs resmi Humas Polri, Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Dari transaksi tersebut ada dugaan kerugian negara mencapai Rp 451,66 miliar yang timbul lantaran PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak 14 Januari 2011 hingga 31 Juli 2012.

Yang disoal kepolisian adalah, PT PPN tidak melakukan pemutrusan kontrak meski PT AKT sudah tidak melakukan pembayaran pada periode tersebut. Sementara Direksi PT PPN tidak ada upaya melakukan penagihan.

"Berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM nontunai antara PT PPN dengan PT AKT pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," katanya.

Dedi mengatakan, Polri kini sedang menyiapkan sejumlah langkah untuk mengusut kasus ini lebih dalam. Di antaranya membuat rencana penyidikan hingga melakukan profiling pihak yang terlibat.

"Penyidik melakukan langkah-langkah selanjutnya dengan membuat rencana penyidikan, melakukan koordinasi dengan pihak terkait, dan melakukan 'profiling' pihak-pihak yang diduga terlibat guna 'asset recovery'," kata Dedi.

#dtc/bin





 
Top