JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasus perdata kebakaran lahan PT Arjuna Utama Sawit (PT AUS), pada 28 Juli 2022. PT AUS harus bertanggung jawab atas kebakaran lahan seluas 970,44 ha di lahan konsesinya dengan membayar ganti rugi materiil dan pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp342,9 miliar. 

“Ditolaknya permohonan PK PT AUS menunjukkan gugatan KLHK sudah tepat dan semakin menunjukkan keseriusan KLHK dalam menindak pembakar hutan dan lahan,” kata Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, di Jakarta, Sabtu (29/7/2022). 

Sebelumnya Mahkamah Agung telah memutus perkara di tingkat Kasasi pada 10 Desember 2020 lalu. PT AUS harus bertanggung jawab atas kebakaran lahan seluas 970,44 ha di lahan konsesinya, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2015 serta membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 115,8 miliar dan biaya pemulihan lingkungan Rp 227,1 miliar, dengan total seluruhnya Rp 342,9 miliar. Berdasarkan putusan itu, PT AUS mengajukan PK.

Putusan PK MA ini menambah deret keberhasilan KLHK dalam menindak penyebab kebakaran hutan dan lahan.

“Saat ini KLHK sudah menggugat 22 perusahaan terkait karhutla, dan sudah ada 13 perkara karhutla yang berkekuatan hukum tetap sedang dalam proses eksekusi sebesar Rp 3,8 Triliun,” kata Jasmin Ragil Utomo. 

Selain gugatan perdata karhutla, KLHK juga menggugat perusahaan pencemar dan/ atau perusak lingkungan lainnya sebanyak 8 perusahaan. Sampai dengan saat ini total perusahaan yang digugat oleh KLHK sebanyak 31 perusahaan. 

Sementara itu, Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani mengapresiasi putusan MA yang menguatkan putusan Kasasi MA. “Majelis Hakim telah menetapkan prinsip in dubio pro natura. Kami sangat menghargai putusan ini. Pihak PT AUS harus bertanggung jawab atas kebakaran lahan di lokasi mereka,” ungkap Rasio. 

“Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kejahatan terkait dengan karhutla. Indonesia harus bebas asap. Kita harus melindungi masyarakat dari bencana asap dan bencana ekologis lainnya. Sudah sepantasnya pelaku kejahatan sumber daya alam dihukum seberat-beratnya, biar jera,” tegas Rasio Sani.

Telah Diputus Bersalah

Jauh beberapa tahun sebelum ini, pada penghujung Oktober 2019, PT. AUS telah diputuskan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum atas kebakaran yang terjadi di lokasi seluas 970 Ha di Katingan Kalimantan Tengah. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya mengabulkan Gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT AUS terkait kebakaran hutan dan lahan. 

Kala itu Majelis Hakim yang diketuai Hakim Kurnia Yani Darmono, dengan Anggota Hakim Mahfudin, dan Hakim Alfon, menghukum PT AUS untuk membayar ganti rugi materiil dan biaya pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp 261 miliar. Putusan Hakim PN ini lebih rendah dari gugatan yang diajukan KLHK sebesar Rp 359 miliar.

"Kami melihat putusan ini menunjukkan bahwa karhutla merupakan sebuah kejahatan luar biasa ( Extra Ordinary Crime). Pihak korporasi harus bertanggung jawab atas karhutla di lokasi mereka," ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Jumat (25/10/2019).

Majelis Hakim, menurut Rasio Sani, telah menerapkan prinsip in dubio pro natura, prinsip kehati-hatian serta dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability). "Kami sangat menghargai putusan ini," ucap dia.

Ridho mengatakan bahwa KLHK tidak akan berhenti mengejar pelaku karhutla. "Walaupun karhutla sudah berlangsung lama, akan tetap ditindak. Kita dapat melacak jejak-jejak dan bukti karhutla sebelumnya dengan dukungan ahli dan teknologi," kata Ridho.

Ia bilang, karhutla merupakan kejahatan yang serius karena berdampak langsung kepada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem serta berdampak pada wilayah yang luas dalam waktu yang lama.

“Agar jera, tidak ada pilihan lain, pelaku harus kita tindak sekeras-kerasnya. Kita akan gunakan semua instrumen hukum agar pelaku karhutla ini jera, termasuk kemungkinan pencabutan izin, ganti rugi, denda, penjara dan pembubaran perusahaan” ujar dia.

Ridho mengatakan, pihaknya akan terus melakukan penindakan tegas bagi siapapun pelaku karhutla. "Sedang didalami untuk tersangka baru. Sekarang ada 83 lokasi (yang disegel terkait karhutla)," ucapnya.

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Ditjen Penegakan Hukum LHK Jasmin Ragil Utomo, mengatakan bahwa saat ini sudah ada 17 perusahaan yang terkait karhutla yang digugat oleh KLHK.

"Ada 9 perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde), dengan nilai gugatan mencapai Rp. 3,15 Trilyun. Jumlah perkara karhutla yang kita gugat akan bertambah," tuturnya.

Sebagai informasi, KLHK sepanjang 2019 telah menyegel 83 lokasi korporasi yang terbakar dan menetapkan 8 korporasi sebagai tersangka. Satu kasus karhutla perorangan segera akan disidangkan.

#rel/ede





 
Top