Oleh: Muthia Rahma Ayu*


PERUBAHAN zaman membawa dampak bagi seluruh Negara. Dengan adanya perubahan zaman, pola pikir manusia pun ikut berubah. Perubahan zaman membawa dampak positif maupun negatif. 

Dahulu, moral anak Indonesia patut diacungkan jempol. Dilihat dari tatakramanya, sopan santun dan tutur bahasanya yang baik. Tapi kini, moral atau perilaku segelintir anak remaja di Indonesia bisa dikatakan sangat memprihatinkan. 

Dampak negatif dari arus globalisasi yang terlihat miris adalah perubahan yang cenderung mengarah pada krisis moral dan akhlak. Moralitas yang kadarnya jauh menurun menimbulkan permasalahan kompleks melanda negeri ini.

Indonesia pada saat ini telah dihadapkan pada permasalahan krisis moralitas yang sudah menjalar sampai pada semua aspek kehidupan. Merosotnya moral pada generasi muda membuat Indonesia akan semakin terpuruk. 

Jika dilihat dari segi sistem pendidikan yag ada di Indonesia, selama ini masih menitikberatkan dan menjejalkan pada penguasaan kognitif akademis, sementara afektif dan psikomotorik seolah-olah dinomorduakan. Sehingga yang terjadi adalah terbentuknya pribadi yang miskin tatakrama, sopan santun dan etika moral.

Beberapa krisis moral yang dapat kita lihat diantaranya adalah ketidakpedulian terhadap sesama, mulai hilangnya etika dan akhlak, kenakalan-kenakalan remaja (tawuran, free sex, pergaulan bebas, pemakaian narkoba), tayangan-tayangan di televisi yang kurang mendidik, perilaku para pejabat kita yang tidak amanah serta masih banyak lagi krisis moralitas yang lain.

Maka dari itu, pelajar sebagai agent of change dituntut untuk mengambil peran di dalam tantangan yang berupa perubahan sosial yang memerlukan strategi penanaman nilai etika, moral, akhlak di kalangan remaja.

Menurut Wikipedia, Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu. Dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. 

Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru.

Akhlak menurut Abu Hamid Al Ghazali ialah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan senang dan mudah tanpa memikirkan dirinya serta tanpa adanya renungan terlebih dahulu.

Sedangkan menurut Wikipedia, Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.

Rasulullah SAW bersabda:

“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan sertailah kejelekan dengan suatu kebaikan (niscaya) akan menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (H.R. Tirmidzi)

Pendidikan agama Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan. 

Pendidikan agama Islam itu membimbing anak didik dalam perkembangan dirinya, baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama pada anak didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum Islam.

Allah Swt berfirman:

ÙˆَتِÙ„ۡÙƒَ ٱلۡØ£َÙ…ۡØ«َٰÙ„ُ Ù†َضۡرِبُÙ‡َا Ù„ِلنَّاسِۖ ÙˆَÙ…َا ÙŠَعۡÙ‚ِÙ„ُÙ‡َآ Ø¥ِÙ„َّا ٱلۡعَٰÙ„ِÙ…ُونَ ٤٣

Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.(Q.S. Al Ankabuut :43)

Pendidikan agama Islam dalam keluarga bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman anak tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hubungan antara peran pendidikan agama di keluarga dan karakter atau akhlak anak yaitu mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama, mencakup semua aspek yang berhubungan dengan keagamaan yaitu aspek keimanan, ibadah, akhlak dan muamalah.

Akhlak terbagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia atau Akhlaqul Qarimah yang mencakup perilaku jujur (shiddiq), dapat dipercaya, istiqomah, rendah hati, sabar, pemaaf, bijaksana, adil, dan akhlak mulia lainnya. 

Akhlak tercela diantaranya berbohong, iri hati, perasaan dengki, sombong dan kikir.

Orang tua sebagai pusat pendidik utama dalam keluarga memegang peranan penting serta berpengaruh bagi anak-anak mereka. Karena dari orang tua lah pertama penanaman nilai-nilai pendidikan dalam diri anak, menciptakan kondisi lingkungan baik atau buruknya, baik melalui sikap, tingkah laku, akhlak, perbuatan, ucapan, maupun cara berpikir. Singkatnya, revolusi akhlak sesungguhnya dimulai dari optimalisasi pendidikan agama dalam keluarga.

Agar pendidikan anak dapat berhasil dengan baik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam mendidik, antara lain:

- Mendidik dengan adab pembiasaan dan latihan. Menjadi kewajiban orang tua untuk memulai dan menerapkan kebiasaan, pengajaran dan pendidikan serta menumbuhkan dan mengajak anak kedalam tauhid murni dan akhlak mulia. Hendaknya setiap orangtua menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan itu akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan terlihat jelas dan kuat, sehingga telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.

- Mendidik dengan nasehat.  Nasehat yang tulus berbekas dan berpengaruh jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang bijak dan berpikir. Nasehat tersebut akan mendapat tanggapan secepatnya dan meniggalkan bekas yang dalam. Sebab nasehat ini dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.

- Mendidik dengan pengawasan. Pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya membentuk akidah dan moral, mengasihinya dan mempersiapkan secara psikis dan sosial, memantau secara terus menerus tentang keadaannya baik dalam pendidikan jasmani maupun dalam hal belajarnya. Mendidik yang disertai pengawasan bertujuan untuk melihat langsung tentang bagaimana keadaan tingkah laku anak sehari-hari baik dilingkungan keluarga maupun sekolah.

Menurut pendapat saya, pelaksanaan pendidikan Agama Islam dalam keluarga harus benar-benar dilaksanakan. Selaku orang tua, harus menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Bagi para orang tua sebaiknya tidak melepaskan tanggung jawab penuh kepada sekolah. Karena sekolah hakikatnya ialah pengganti peran dari orang tua, dengan demikian orang tua tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai pendidik utama. Sehingga ketika anak berada di luar sekolah, orang tua diharapkan dapat memperhatikan perkembangan anaknya. Baik dalam segi akhlak, ibadahnya, sampai pelajarannya.

Apabila pembinaan di atas dilaksanakan dengan benar oleh orang tua, maka sikap anak akan tercermin dengan penuh perasaan mulia. 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin baik orang tua mendidik agama dalam keluarga, maka akan semakin baik juga kepribadian yang tercermin dalam jiwa anak-anak.

*Penulis adalah Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta





 
Top