foto: m rizki markiano
PADANG -- Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang, Dr Asrinaldi, menilai, dominasi dewan pimpinan pusat partai politik (DPP Parpol) masih sangat kental dalam menentukan calon pemimpin di daerah. Sehingga, calon yang muncul bukanlah kehendak masyarakat, tapi cenderung menuruti kemauan dari partai atau si empunya 'kendaraan politik' tersebut. 

"Demokrasi lokal tidak terjadi, dominasi DPP Parpol masih menjadi momok bagi penentuan pemimpin di daerah. Sehingga, tidaklah heran jika masing-masing politisi di daerah berlomba-lomba mendapatkan restu pusat, menunggu kartu sakti DPP," urai Asrinaldi saat tampil sebagai narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi Pilkada Serentak di Padang, Jumat (2/8/2019). Selain Asrinaldi juga hadir narasumber lainnya, yakni Profesor Djohermansyah Djohan, Guru Besar Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)  dan Leo Agustin dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten. 

Asrinaldi lebih lanjut menekankan bahwa dari  beberapa evaluasi terhadap Pilkada yang telah berlangsung, perlu diatur regulasi terhadap sistem politik parpol yang saat ini masih mendominasi. 

Guru Besar IPDN Prof. Djohermansyah Djohan sependapat untuk pilkada serentak ke depan, regulasinya harus dikaji lebih cermat lagi karena banyak temuan yang akhirnya menurunkan nilai kualitas dari pilkada itu sendiri.


Dari hasil kajian selama ini, lanjut mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri) ini, ada sejumlah masalah aktual Pilkada yang sering terjadi. Di antaranya mahalnya ongkos seorang kandidat, dana pilkada yang besar sehingga menggerus APBD, pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, politisasi birokrasi, politik dinasti, calon tunggal yang memborong dukungan partai politik, sampai masalah eks napi yang bisa ikut pilkada.

“Saran saya regulasi baru nanti mengatur agar Pilkada serentak bisa dilaksanakan dengan prinsip memudahkan penyelenggara dan pemilih,” ujarnya. 

Namun begitu ia mafhum jika untuk Pilkada Serentak 2020, aturannya tidak mungkin direvisi lagi karena akan segera memasuki tahapan Pilkada KPU.

Nasumber lainnya, Leo Agustin dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten berpendapat, sudah saatnya dibuat regulasi untuk mengakomodir pemungutan suara elektronik e-voting secara bertahap dalam momen pilkada serentak. Hal ini juga bertujuan agar pada saat pemilu serentak 2024 penerapan e-votong sudah diterapkan secara maksimal.

Tampung Kajian Perbaikan Regulasi Pilkada Serentak 

Terkait FGD Evaluasi Pilkada Serentak yang diselenggarakan di Padang, Direktorat Jendral Otonomi Daerah (Ditjen Otda) saat ini tengah melakukan roadshow ke berbagai daerah untuk mendapatkan masukan terkait penyempurnaan regulasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di masa mendatang. Tujuannya agar pelaksanaan dan hasil Pilkada menjadi semakin berkualitas demi kepentingan masyarakat banyak. 

"Jadi kami tampung aspirasi dari semua daerah di Indonesia tentang pelaksanaan Pilkada, termasuk melibatkan pakar dari berbagai daerah," ujar Plt Dirjen Otda Kemendagri Drs Akmal Malik,MSi dalam keterangan pers seusai pemaparan sejumlah narasumber FGD. 

Menurut Akmal, kajian Pilkada Serentak dilaksanakan Ditjen Otda Kemendagri di sejumlah kota yakni Padang untuk wilayah Sumatera dan sekitarnya, Makassar untuk wilayah timur Indonesia dan Surabaya untuk wilayah Jawa dan sekitarnya.

Tidak menutup kemungkinan, hasil kajian tersebut menghasilkan regulasi tersendiri pada setiap daerah sesuai kearifan lokal. "Bisa jadi setiap daerah punya regulasi tersendiri sesuai kearifan lokal seperti di Aceh dan Jakarta," jelasnya.

Kemendagri sendiri, lanjut Akmal, sudah memiliki tujuh kebijakan yang akan dilakukan dalam mendukung Pilkada serentak. Tiga diantaranya adalah penyiapan DP4, dukungan peningkatan partisipasi pemilih, serta penguatan regulasi dan koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Badan Kepegawaian Negara dalam menegakkan Netralitas ASN.

(ede/rel)
 
Top