Oleh : Hendri Gunawan#

KOTA Padang Panjang, merupakan wilayah administratif pemerintahan  terkecil ketiga di Indonesia, atau hanya seluas 23 km persegi, sedikit lebih luas dari Kota Magelang (18,12 km²) dan Kota Mojokerto (16,4 km²)

Namun dari ukuran yang tidak luas itu, hanya sepertiga pula wilayah Padang Panjang yang bisa disentuh dengan program pembangunan dan pendanaan melalui APBD pemerintahnya. Karena, sebagian besar kawasan di Padang Panjang, tercatat sebagai asset TNI AD dan PT KAI, serta sebagian lagi tingkat kemiringan tanah mencapai di atas 30 persen (perbukitan).

Dengan kondisi demikian, Padang Panjang merupakan kawasan pemerintahan yang tidak terlalu memiliki rentang kendala besar dan kompleks. Sehingga tidaklah rumit-rumit amat untuk menata dan mengelolanya.

Artinya, Padang Panjang tidak butuh program berat atau (maaf) program yang diberat-beratkan. Dan sepertinya, Padang Panjang juga belum butuh tim-tim ahli dari luar, seperti yang dibiayai Pemko sejak beberapa bulan terakhir. 

Lucu saja jadinya, kota berjuluk Serambi Mekkah, yang sejak dahulu sudah ditempati dan dikelilingi perguruan agama dan sekolah pendidikan Islam, harus menggadang-gadangkan pula program kampung tahfiz dan inovasi milenial berupa program Smart Surau atau Subuh Mubaraqah, yang (sekali lagi maaf) seakan "keren" tersebut.

Dari yang saya tahu, program ini pun tidak jelas konsep dan arahnya, serta tidak ada pula data, berapa jumlah manusia yang hendak disasar untuk di "smart" kan melalui program ini. 

Kemudian ada lagi rencana padat modal, berbiaya tinggi, membuat program copy paste berbentuk "Command Centre." 

Jika diterjemahkan, Command Center adalah sebuah lokasi yang lengkap dengan infrastruktur yang diperlukan, sebagai wadah bagi seorang kepala bersama-sama dengan tim untuk melakukan meeting, mengambil keputusan, menugaskan, mengkoordinasi, memonitor dan mengontrol seluruh tindakan yang diperlukan sebagai respons terhadap krisis yang dihadapi. 

Hal ini meliputi tindakan tanggap darurat, rencana aksi untuk perbaikan dan pemulihan dan langkah pengadaaan, serta langkah penyediaan informasi public.

Bukannya skeptis atau pesimis dengan rencana pemerintahan Padang Panjang sekarang. Namun sejatinya, mengelola Padang Panjang --kota tua berusia lebih dari 229 tahun, harusnya tidak lebih dari sekedar mengilir-ilirkan batang air saja. 

Maksudnya, kota ini sudah terbentuk dengan karakternya sendiri dan sudah jelas alur alirannya. 

Dengan posisi strategis, lantaran berada di tengah Provinsi Sumatera Barat, Padang Panjang sudah terkondisi sebagai daerah teramai dilintasi mobilitas manusia di Sumatera Barat.

Kondisi sentral itu pulalah yang akhirnya mengkondisikan Padang Panjang menjadi daerah pusat perdagangan, terutama jenis komoditi sayur-sayuran, yang banyak dihasilkan oleh masyarakat setempat, yang umumnya bercocok tanam di wilayah dataran tinggi, di kaki Gunung Singgalang.

Artinya, titik fokus pembangunan Padang Panjang hanya pada sektor perdagangan dengan pasarnya dan sektor pertanian, plus produksi susu sapi yang ada di daerah ini. 

Jika dua hal itu saja berhasil diurus Pemko Padang Panjang dengan 2000-an pegawai dan Rp. 500-an milyar APBD nya, maka sudah sangat berhasil dan hebat pemerintahannya.

Dari sejarahnya, kondisi demikian sudah tampak sejak dahulu. Sejak jaman perjuangan kemerdekaan, Padang Panjang merupakan kota transit bagi kurir atau pejuang yang hendak dan dari timur ke barat, atau utara ke selatan Ranah Minang ini.

Namun, dari perjalanan waktu, Padang Panjang masih tetap bagaikan kota transit dan perlintasan, dengan minimnya tingkat kunjungan, kecuali pedagang sayur-sayuran.

Program Rancu
Menelisik program kekinian yang dituang dalam APBD 2019, maupun dalam RPJMD 2018-2023 Kota Padang Panjang yang dijabarkan dari visi misi kepala daerahnya, akan banyak ditemui program rancu tak berkesesuaian dengan kebutuhan dan kondisi daerah dan masyarakat Kota Padang Panjang.  


Coba lihat program Sayang Lansia dan Ramah Disabilitas, dengan implementasi berupa pembuatan trotoar yang lebar. 

Ini apa pula ini? Apakah Pemerintah Kota Padang Panjang tidak tahu atau lupa bahwa sebagian besar areal Padang Panjang tidak datar, mendaki dan menurun?

Rata-rata elevasi kemiringan jalan kota ini cukup tajam. Jadi, jika pun trotoarnya diperlebar, akan tetap berbahaya bagi penyandang disabilitas dan lansia. Bisa "terjungkang" orang-orang yang tidak berdaya itu nanti!

Kalaupun ada sebagian daerah cukup datar, lokasinya pun berada di kawasan pasar, dengan lokasi jalan yang sempit dan padat. Maka, akan sulit dilakukan proyek pelebaran trotoar di areal pasar itu.

Lalu program unggulan rumah wirausaha dengan proyeksi memajukan industri kulit.

Namun, masalah yang bakal muncul disini, apakah sudah dihitung dari mana pasokan komoditi kulitnya?

Kalau sempat terlintas di pikiran pemerintahnya tentang peternakan sapi di Padang Panjang, nah disitulah letak kelirunya. Karena, yang banyak di Padang Panjang adalah peternakan sapi perah, penghasil susu sapi. Artinya, akan sangat jarang terjadi penyembelihan sapi di Padang Panjang. Sapi disini, dirawat agar banyak susunya dan panjang umurnya. 

Kemudian program Sport Center, atau semacam program untuk membangun pusat keolahragaan terbesar di Sumatera Barat. 

Ini pun rancu. Lokasinya saja belum jelas. Karena untuk mencari lokasi tanah yang luas di Padang Panjang begitu sulit dan jika pun ada, cost nya pun sangat tinggi dan pasti akan menguras APBD kota yang sedikit itu. 

Kemudian, olahraga apa yang akan dijadikan unggulan?, tidak pula tergambar. Atlet yang akan dibina, juga belum terdata, serta hal-hal lainnya. Sementara pada ajang porprov tahun lalu, Padang Panjang nyaris menjadi juru kunci, untung ada Mentawai di bawahnya. 

Lagi pula, sarana olahraga yang ada di Padang Panjang sekarang, tidak satu pun yang terawat dan terkelola dengan baik. Kondisinya sudah banyak yang rusak.

Tidak hanya itu, masih banyak program "uju-uju lain" yang membuat geli dan mengundang senyum bagi orang yang mengetahui arah kebijakan Pemko sekarang. 

Sebenarnya, di pemerintahan sebelumnya, melalui RPJMD Kota Padang Panjang tahun 2013 - 2018 yang dirintis Walikota Hendri Arnis, format dan arah pembangunan Padang Panjang sebenarnya sudah pas, realistis dan masuk akal.

Waktu itu sudah diletakkan format dasar yang "suitable" dengan kondisi kota Padang Panjang. 

Seperti pembangunan kawasan Islamic Centre, yang diproyeksikan sebagai pusat studi Islam terlengkap dan terbesar di Sumatera Barat. Hal ini sangat identik dan maching dengan "nickname" Padang Panjang, Kota Serambi Mekkah.

Lalu, Padang Panjang sebagai kawasan pusat  perdagangan. 

Masyarakat Padang Panjang mengetahui, bahwa pembangunan pasar semi modern yang sekarang berdiri megah adalah hasil perjuangan yang tidak mudah oleh pemko setempat, pada tahun 2015 hingga diresmikan tahun 2018 lalu. 

Berlanjut setelah sukses membangun pasar pusat yang representatif, rencananya tahun 2017 lalu, akan disusul dengan pembangunan pusat penjualan hasil pertanian organik. 

Pasar produksi pertanian non pestisida ini, bakal dilengkapi fasilitas modern, memakai rak pendingin dan akses parkir yang memadai. 

Diharapkan, jika selesainya nanti, bisa menampung produksi pertanian organik masyarakat lokal Padang Panjang, dan prodok non pestisida petani wilayah sekitar.

Sebagai kota kecil yang mudah diakses dan dijangkau, Padang Panjang telah menyediakan layanan pengaduan melalui nomor WA, SMS dan telegram, langsung ke nomor pribadi walikota. Walikota terdahulu telah membuat terobosan tersebut. 

Melalui nomor pribadi walikota, masyarakat bisa menyampaikan keluhan dan pengaduan atas ketidakberesan pelayanan pemerintah dan kerusakan fasilitas umum yang terdapat di lingkungan mereka masing-masing.

Pengaduan ini mesti ditindaklanjuti oleh OPD teknis terkait dalam waktu 1x24 jam, Dan, jika tidak, maka pimpinan OPD nya bakal terkena sanksi.

Jadi, seukuran Padang Panjang, rasanya tidak terlalu butuh program berat-berat seperti command centre yang ditiru dari kota-kota besar di pulau Jawa tersebut. 

Begitupula dalam upaya memanjakan masyarakat, jauh-jauh hari Pemko Padang Panjang juga sudah membuat layanan seatle bus antar jemput pasien dari dan ke RSUD, serta mengasuransikan seluruh warganya secara total coverage melalui asuransi kesehatan gratis yang dibiayai APBD.

Untuk tahun 2017 lalu, hanya Padang Panjang satu-satunya daerah yang berani menggratiskan berobat masyarakatnya di antara kabupaten/kota lainnya di Sumateta Barat.

Kemudian secara bertahap, bekerjasama dengan pihak Telkom, mulai tahun 2017 juga, Pemko setempat juga menyediakan layanan wifi gratis di setiap jengkal wilayah Kota Padang Panjang. Hal ini merupakan langkah awal menuju Padang Panjang sebagai kota "smart city" seutuhnya.

Pada tahap awal, program ini baru menjangkau beberapa titik kawasan, dengan prioritas pada lokasi-lokasi fasilitas umum yang ramai dikunjungi warga.

Dari kondisi tersebut, sebenarnya sudah nampak langkah kongkrit kesungguhan Pemko Padang Panjang, dalam membangun daerah dan masyarakatnya. 

Sekarang, tinggal lagi, bagaimana meneruskan program terdahulu agar bisa berjalan optimal, simultan dan berkelanjutan. Tentunya dengan melakukan beberapa penyempurnaan dari kekurangan yang masih ada. 

Naif saja rasanya jika harus mengadakan program yang tidak berdasar dan tidak berkesesuaian dengan kondisi "riil" Padang Panjang, yang hanya terkesan gagah-gagahan dan kebarat- baratan. 

Jika hal ini terus berlanjut, maka Padang Panjang akan berhalusinasi saja masa lima tahun ke depan. **

#Penulis adalah seorang motivator yang juga concern sebagai pemerhati sosial kemasyarakatan dan tata kelola pembangunan wilayah perkotaan


 
Top