JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, hakim merupakan profesi yang berisiko untuk melakukan rasuah. Bahkan, dalam catatan lembaga antikorupsi ini, hakim menjadi aparat penegak hukum (APH) yang paling banyak terjerat kasus korupsi dibandingkan kepolisian dan kejaksaan.

Berdasarkan data pengaduan perkara KPK selama tiga tahun terakhir, laporan terkait tindak pidana korupsi paling banyak berasal dari hakim. Lebih tinggi dari laporan korupsi dari Kejaksaan maupun Kepolisian.

“Dalam catatan kami, per Oktober 2022, hakim sebagai bagian dari aparat penegak hukum (APH) paling banyak terjerat korupsi mencapai 25 orang. Sedangkan Jaksa ada 11 orang, Polisi 3 orang,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (4/11/2022).

KPK pun mengingatkan para hakim untuk menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya mengadili perkara. Sebab, menurut dia, meski sebagus apapun. sistem pencegahan yang dibangun, bakal percuma jika tidak memiliki integritas.

"Sudah sangat banyak yang dilakukan MA cegah korupsi peradilan, dibangun sedemikian rupa. Tapi mau sebagus apapun sistemnya, kalau integritasnya kurang, maka tidak bisa kita harapkan. Akan berusaha cari ruang untuk korupsi, maka dari itu, KPK ingatkan bapak/ibu untuk selalu menjaga integritas,” ujar Nawawi.

Nawawi pun mencontohkan, adanya hakim agung yang terjaring operasi tangkap tangan KPK. Hal itu, jelas dia, tentu sangat mengecewakan.

“Kita mungkin ingat korupsi yang menjerat Hakim Agung, ada kekecewaan yang mendalam, apa yang sudah dibangun sedemikian rupa, seperti terhempas begitu saja," ungkap dia.

Nawawi pun berharap agar Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara (Badilmiltun), Badan Pengawas (Bawas) MA, dan satuan kerja tiap pengadilan terus melakukan upaya-upaya pengawasan. Selain itu, di saat yang sama juga memperkuat integritas hakim, agar terhindar dari risiko korupsi yang merusak citra lembaga peradilan

Sementara itu, Direktur Jenderal Badilmiltun Mahkamah Agung Lulik Tri Cahyaningrum menegaskan komitmennya untuk meningkatkan integritas jajaran hakim agar terhindar dari perbuatan korupsi. 

“Kita terus berusaha membangun sistem di peradilan supaya terjaga integritasnya. Kita terus memonitor perilaku hakim, lakukan pembinaan, kita juga berikan contoh teladan, bagaimana kita harus berperilaku yang baik sesuai keinginan pencari keadilan,” ujar Lulik.

Lulik menjelaskan, pihaknya tidak bisa melakukan pengawasan dan perbaikan integritas hakim sendirian. Ia menyebut, perlu kolaborasi internal dan eksternal menjalankannya, termasuk dari KPK, yang melaksanakan fungsi pencegahan tindak pidana korupsi.

“Kita selalu terbuka jika ada penyimpangan yang terjadi. Kita juga buka pengaduan, yang ditindaklanjuti sampai pengenaan hukuman etik berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2020,” jelas dia.

Melalui upaya pengawasan ketat dan peningkatan integritas tersebut, Lulik berharap, tidak ada lagi hakim yang terjerat tindak pidana korupsi. Sebab, jika sampai ada hakim terjerat korupsi, maka semua jajaran Mahkamah Agung yang menanggung citra buruknya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Masyarakat Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Muhammad Rizaldi mengatakan bahwa kejahatan korupsi di lingkungan peradilan sebagai suatu hal yang bisa terjadi. Rizaldi menyarankan agar masyarakat juga dilibatkan mewujudkan peradilan yang bebas dari korupsi.

Dia menuturkan, pelibatan masyarakat bukan hanya sebagai watchdog yang mengawasi dan melaporkan hakim ketika melakukan penyimpangan. Namun, juga dalam penyusunan kajian untuk pengambilan kebijakan perbaikan di Mahkamah Agung.

“Dengan pendekatan kolaboratif itu, bisa terbangun keterbukaan untuk pelayanan yang prima dan masukan perbaikan lainnya. Sehingga, tumbuh kepercayaan masyarakat pencari keadilan ke lembaga peradilan,” ujar Rizaldi.

#rep/bin





 
Top