JAKARTA -- Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto memberikan tanggapan mengenai kesepakatan bersama antara Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pada tahun 1992 terkait empat pulau.
Empat pulau yang dimaksud yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang/Besar dan Pulau Mangkir Ketek/Kecil.
"Tanggal 22 bulan April tahun '92 ada kesepakatan antara Gubernur Sumatera Utara saat itu, Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan disaksikan oleh Pak Rudini (Mendagri saat itu) untuk menyepakati wilayah antara dua provinsi, itu betul," kata Bima dalam program Kompas Petang KompasTV, Sabtu (14/6/2025).
Namun, Bima mengatakan, pihaknya belum menemukan titik-titik koordinat yang presisi dalam kesepakatan tersebut.
"Hanya di situ disebutkan saja batas-batas wilayah kabupaten, disebutkan secara umum, tapi belum ada koordinatnya," ujarnya.
Ia menyebut, saat ini Kemendagri sedang menelusuri dokumen tersebut.
"Ini harus dilakukan proses autentikasi, keasliannya, kemudian lampirannya apa saja, dan tentu kalau kemudian ada data baru, akan semakin menambah (terang), begitu ya," kata Bima.
Menindaklanjuti isu empat pulau yang mendapat kontra dari berbagai pihak usai ditetapkan masuk ke wilayah Sumut, Bima menyatakan Mendagri Tito Karnavian telah memutuskan untuk melakukan kajian ulang secara komprehensif (luas dan lengkap) terhadap permasalahan ini.
"Kami tentu mendengar, mengamati, dan menangkap apa yang diberitakan, apa yang disampaikan, dan apa yang dibahas oleh para tokoh masyarakat, para ilmuwan semua, termasuk data-data historis dan kultural yang penting untuk dijadikan pertimbangan," katanya.
Bima mengatakan, proses panjang memang telah dilakukan sejak tahun 2008, termasuk adanya proses verifikasi, survei ke lapangan, juga kesepakatan wakil dua provinsi.
"Tetapi tentunya ketika muncul pendapat-pendapat yang sebetulnya memperkaya data-data yang harus kita miliki sebelum ambil keputusan, maka sangat terbuka untuk dilakukan penyempurnaan," ujarnya.
Bima menyatakan, penentuan batas wilayah memerlukan kecermatan, teknologi, serta koordinasi. Sedangkan pemerintahan bisa berganti, begitu pula kepala daerah dan menteri.
"Dan sangat mungkin ada persoalan teknis di situ yang kita harus cermati," tuturnya.
Bima membeberkan, pengkajian ulang Keputusan Mendagri terkait empat pulau akan dimulai pekan depan.
"Hari Selasa (17/6/2025) kita akan rapat yang melibatkan Tim Rupabumi (Pembakuan Nama Rupabumi/PNR) dan jajaran Kemendagri," ungkapnya.
Kemudian, satu hari setelahnya, Kemendagri akan melakukan rapat kembali untuk membahas isu yang sama.
"Hari Rabunya (18/6) Pak Menteri (Tito Karnavian) berencana untuk mengundang para tokoh masyarakat, teman-teman anggota DPR, juga pimpinan wilayah," kata Bima.
Ia mengatakan, pertemuan dengan berbagai pihak tersebut dilakukan untuk saling memperkaya data mengenai masalah empat pulau.
"Kita perlu memfokuskan kepada hasil perjanjian atau kesepakatan (Gubernur dua provinsi) di tahun '92, kemudian juga Undang-Undang Nomor 24 Tahun '56 yang dirujuk oleh Pak JK (Jusuf Kalla) kemarin, saya kira perlu kita dalami bersama," tuturnya.
Sebelumnya, Kemendagri telah menerbitkan keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Dalam keputusan itu, Kemendagri menetapkan status administratif empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang/Besar, dan Pulau Mangkir Ketek/Kecil sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Namun, keputusan masuknya empat pulau tersebut ke wilayah Sumut mendapatkan reaksi kontra dari sejumlah pihak sehingga Kemendagri memutuskan untuk mengkaji ulang keputusan.
#kpc/bin