Mohammad Medani Bahagianda

(Dalom Putekha Jaya Makhga)


Tabik Pun!


MENGHORMATI orang tua merupakan salah satu nilai moral universal yang diakui di hampir semua budaya, termasuk dalam adat istiadat masyarakat Lampung. Namun dalam konteks adat Lampung, penghormatan terhadap orang tua tidak sekadar etika interpersonal, melainkan bagian integral dari sistem sosial yang lebih luas.

Dalam bingkai tata krama, penghormatan terhadap orang tua mencerminkan nilai-nilai sosial, budaya, dan spiritual yang mendalam, yang diwariskan melalui adat dan terus dijaga serta dikembangkan dalam kehidupan masyarakat hingga hari ini.

Tata krama dalam menghormati orang tua tidak hanya memperkuat struktur keluarga, tetapi juga menjadi fondasi dalam membentuk identitas etnis, mendukung pendidikan karakter, serta menata hubungan sosial berdasarkan hierarki yang dihormati.

Adat sebagai Manifestasi Nilai Sosial dan Spiritualitas

Dalam adat Lampung, nilai menghormati orang tua merupakan bagian dari falsafah hidup Piil Pesenggiri, yang mencakup prinsip juluk adek (penghargaan terhadap kehormatan dan identitas), nemui nyimah (keramahan dan penghargaan), serta nengah nyappur (kemampuan berbaur secara sosial).

Orang tua, terutama ayah dan ibu, diposisikan sebagai pusat otoritas spiritual dan moral. Tidak menaati atau menyakiti hati orang tua dianggap sebagai bentuk pelanggaran nilai adat yang berat, yang dapat mencoreng kehormatan keluarga (malu adat) dan mengganggu harmoni sosial.

Penghormatan ini diekspresikan melalui perilaku konkret: cara berbicara dengan lembut dan sopan, tidak duduk lebih tinggi dari orang tua, memberikan salam cium tangan, serta keterlibatan anak dalam kegiatan adat yang dipimpin oleh orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa adat bukan hanya sistem nilai, tetapi juga menciptakan sistem tindakan dan simbol yang berakar dalam interaksi keseharian.

Pendidikan dan Relevansi Tata Krama Tradisional

Dalam konteks pendidikan, tata krama menghormati orang tua menjadi bagian dari pendidikan karakter yang perlu diinternalisasi sejak usia dini. Sayangnya, modernisasi dan perubahan struktur keluarga menyebabkan berkurangnya intensitas transmisi nilai ini dari generasi ke generasi.

Sekolah-sekolah yang mengajarkan muatan lokal budaya Lampung sering terjebak pada aspek deskriptif dan simbolik belaka, tanpa menggali nilai moral dan sosial yang terkandung di dalamnya.

Penting untuk menjadikan tata krama menghormati orang tua sebagai bagian dari pembelajaran kontekstual yang menciptakan dialog antargenerasi. Di sinilah peran pemangku adat dan tokoh masyarakat menjadi penting, mereka harus berperan sebagai agen pendidikan nonformal yang memfasilitasi pembelajaran nilai-nilai adat secara kritis dan reflektif, tidak hanya sekadar sebagai ritual budaya.

Hirarki, Posisi dan Penghormatan

Tata krama menghormati orang tua juga berimplikasi pada tata ruang sosial dalam masyarakat adat Lampung. Dalam upacara adat seperti cangget, begawi, atau nyambai, posisi duduk, urutan bicara, dan pemberian penghormatan diatur secara ketat. Orang tua dan tetua adat menempati ruang-ruang kehormatan, yang secara simbolik menegaskan posisi mereka sebagai penjaga moral dan kebijaksanaan.

Tata ruang ini tidak semata bersifat simbolik, tetapi juga mengatur praktik relasi sosial, termasuk pengambilan keputusan keluarga, penyelesaian konflik, hingga penentuan warisan. Dengan demikian, penghormatan terhadap orang tua berperan sebagai instrumen sosial aktif yang mengatur dinamika kekuasaan dan keadilan dalam komunitas.

Gender dan Hierarki dalam Tata Krama Adat

Namun, penting untuk mencermati bahwa tata krama adat juga memiliki dimensi patriarkal yang perlu dikritisi. Tradisi penghormatan sering kali lebih menonjolkan posisi ayah atau laki-laki tua dalam keluarga, sementara peran ibu tidak selalu mendapatkan pengakuan setara dalam struktur simbolik dan seremoni adat. Padahal, dalam praktik sehari-hari, perempuan Lampung memainkan peran sentral dalam pendidikan anak, pewarisan nilai, dan pemeliharaan tradisi.

Oleh karena itu, penting untuk membaca ulang tata krama adat dalam kacamata keadilan gender. Penghormatan kepada orang tua harus didefinisikan secara inklusif, mencakup peran spiritual dan sosial perempuan sebagai ibu, nenek, dan penjaga nilai moral dalam keluarga dan masyarakat.

Identitas Etnis dan Kekuatan Tata Krama

Di tengah arus globalisasi dan homogenisasi budaya, nilai-nilai tata krama adat seperti menghormati orang tua berfungsi sebagai benteng identitas etnis masyarakat Lampung. Praktik-praktik ini menjadi penanda kebudayaan yang membedakan dan memperkuat identitas komunitas di tengah keberagaman.

Namun, pelestarian tata krama tidak boleh berhenti pada festival dan simbol kultural belaka. Ia harus menjadi bagian dari diskursus sosial yang hidup, yang menjadikan adat sebagai kekuatan kultural yang membentuk cara berpikir dan bertindak.

Menghormati orang tua dalam tata krama masyarakat Lampung adalah lebih dari sekadar kebiasaan; ia adalah sistem nilai dan praksis sosial yang terintegrasi dalam adat istiadat.

Dalam konteks kekinian, adat tersebut tidak hanya relevan sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai instrumen aktif dalam membentuk karakter, menata ruang sosial, menyusun ulang relasi gender, dan memperkuat identitas etnis.

Namun, nilai-nilai ini harus dikembangkan melalui pendekatan kritis dan reflektif agar mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akar tradisionalnya.

Pelestarian adat tata krama tidak boleh stagnan; ia harus dibarengi dengan pembaruan makna dan partisipasi generasi muda. Dengan begitu, penghormatan terhadap orang tua dalam adat Lampung akan tetap menjadi kekuatan kultural yang mempersatukan, mendidik, dan membentuk masyarakat yang beradab dan berkeadilan. (*)


Daftar Pustaka

• Hadikusuma, Hilman. (2001). Adat Lembaga Adat dan Hukum Adat Lampung. Bandung: Alumni.

• Kurniawan, Asep. (2020). Budaya dan Tradisi Masyarakat Lampung dalam Dinamika Sosial. Bandar Lampung: UIN Raden Intan Press.

• Zuhdi, Susanto. (2011). “Identitas dan Tradisi Lokal Masyarakat Lampung.” Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol. 13, No. 2.

• Pemerintah Provinsi Lampung. (2018). Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 1 Tahun 2018 tentang Pelestarian Budaya Lampung.

• Sulasmi, N., dkk. (2017). Pewarisan Nilai Adat dan Budaya Lampung Melalui Pendidikan Nonformal. Jakarta: Balitbang Kemendikbud.





 
Top