PESSEL, SUMBAR -- Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Sumatera Barat (BPK Sumbar) mengungkapkan dua temuan signifikan terkait pemborosan anggaran di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pemkab Pessel) Tahun Anggaran 2024 dengan total kerugian negara mencapai Rp2,2 miliar.
Temuan tersebut melibatkan kelebihan pembayaran tunjangan dan belanja operasional anggota DPRD, serta pemborosan dalam belanja perjalanan dinas, yang juga melibatkan unsur DPRD.
Dalam audit keuangan yang dilakukan BPK, ditemukan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp1,92 miliar dalam komponen tunjangan DPRD, mencakup:
- Tunjangan Komunikasi Intensif sebesar Rp1,57 miliar
- Tunjangan Reses sebesar Rp264 juta
- Belanja Penunjang Operasional sebesar Rp91 juta
Kelebihan tersebut terjadi akibat kesalahan perhitungan Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKPAD). Pemkab menetapkan KKD sebesar Rp303,18 miliar, mengkategorikannya sebagai “Sedang”, padahal berdasarkan perhitungan ulang BPK yang merujuk pada Permendagri Nomor 62 Tahun 2017, KKD seharusnya hanya Rp294,71 miliar, masuk kategori “Rendah”.
Kekeliruan ini menyebabkan standar pembayaran tunjangan mengacu pada kategori “Sedang”, sehingga pimpinan dan anggota DPRD menerima pembayaran melebihi batas yang diperbolehkan. Menurut ketentuan, untuk daerah dengan KKD “Rendah”, belanja operasional Ketua DPRD hanya boleh maksimal dua kali uang representasi, dan Wakil Ketua maksimal satu setengah kali. Namun, realisasi pembayaran di lapangan melampaui ketentuan tersebut secara signifikan.
DPRD Juga Terlibat dalam Pemborosan Perjalanan Dinas
Selain kelebihan pembayaran tunjangan, BPK juga mencatat adanya pemborosan dalam belanja perjalanan dinas, dengan total kelebihan pembayaran mencapai Rp210,45 juta. Kelebihan ini terjadi akibat bukti pertanggungjawaban biaya penginapan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Dalam pemeriksaannya, BPK menemukan bahwa beberapa pelaksana perjalanan dinas dari tiga SKPD, termasuk dari lingkungan Sekretariat DPRD, tidak benar-benar menginap di hotel, namun tetap mengklaim biaya penginapan secara penuh.
Perjalanan dinas tersebut mengacu pada Peraturan Bupati Pesisir Selatan Nomor 29 Tahun 2023, yang mengatur pembayaran uang harian, transportasi, uang representasi (dibayar lumpsum), serta penginapan (dibayar riil). Namun, konfirmasi BPK ke penyedia jasa penginapan membuktikan bahwa sebagian klaim penginapan tidak sah secara faktual.
Dengan demikian, anggota dan staf DPRD Pesisir Selatan tidak hanya menerima tunjangan melebihi batas, tetapi juga terindikasi melakukan mark-up biaya perjalanan dinas, yang keduanya memberikan beban besar terhadap keuangan daerah.
Lemahnya Pengawasan Internal Jadi Penyebab Utama
BPK menilai bahwa pemborosan ini diperparah oleh lemahnya fungsi pengawasan internal di lingkup Pemerintah Kabupaten. Sekretaris Daerah sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dinilai tidak optimal mengendalikan proses perhitungan KKD. Sementara itu, Kepala BPKPAD tidak cermat dalam melakukan verifikasi data, dan Kepala Bidang Anggaran terbukti lalai dalam menghitung KKD sesuai ketentuan.
Untuk kasus perjalanan dinas, PPK dan PPTK dari SKPD terkait, termasuk Sekretariat DPRD, disebut tidak cermat dalam merealisasikan belanja dan lalai memastikan bukti pertanggungjawaban sesuai kondisi riil.
Hingga saat ini, Pemerintah Daerah baru mengembalikan Rp29,4 juta dari belanja DPRD dan Rp46,65 juta dari belanja perjalanan dinas, sehingga masih terdapat kelebihan pembayaran yang belum dikembalikan ke kas daerah sebesar total Rp2,12 miliar (Rp1,89 miliar dari DPRD dan Rp163,8 juta dari perjalanan dinas).
Rekomendasi BPK: Evaluasi Total dan Pengembalian Kerugian
BPK merekomendasikan Bupati Pesisir Selatan supaya:
- Menindaklanjuti kelebihan pembayaran dengan menyetorkan seluruh nilai kelebihan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD)
- Memperkuat pengawasan internal, terutama dalam penghitungan KKD dan verifikasi perjalanan dinas.
- Menginstruksikan seluruh pejabat dan pelaksana perjalanan dinas, termasuk dari DPRD, untuk mematuhi pertanggungjawaban berbasis bukti riil.
Rugikan Negara dan Cederai Akuntabilitas Publik
Temuan ini mencerminkan kerentanan serius dalam tata kelola keuangan daerah, khususnya pada sektor legislatif. Pemborosan yang dilakukan baik melalui tunjangan berlebih maupun manipulasi perjalanan dinas menimbulkan kerugian nyata bagi negara dan mencederai prinsip akuntabilitas serta transparansi publik.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pimpinan DPRD Pesisir Selatan terkait dua temuan BPK tersebut.
Menanggapi temuan tersebut, Sekretaris DPRD Pesisir Selatan, Ikhsan Busra, menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah tindak lanjut dengan menginformasikan kepada seluruh anggota dewan untuk segera mengembalikan kelebihan pembayaran yang menjadi temuan audit.
“Kami sudah menyurati seluruh anggota DPRD untuk segera melakukan pengembalian ke kas daerah. Namun, sampai saat ini belum semua anggota mampu mengembalikan karena alasan finansial. Meski begitu, sudah ada beberapa yang mulai menyetorkan kembali secara bertahap,” ujar Ikhsan Busra.
Terkait kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas, Sekretaris DPRD Pesisir Selatan, Ikhsan Busra, menjelaskan bahwa pengembalian sebagian dana sebenarnya sudah dilakukan oleh sejumlah anggota DPRD bahkan sebelum Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK diterbitkan.
“Untuk kelebihan biaya perjalanan dinas, sebagian besar anggota DPRD sudah lebih dulu melakukan pengembalian ke kas daerah, bahkan sebelum LHP BPK resmi keluar” ujar Ikhsan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan lebih lanjut soal berapa nominal uang negara yang telah dikembalikan oleh anggota Dewan kepada kas daerah.
#tim/ sumber: lhp bpk ri 2024